Liputan6.com, Banda Aceh - Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto dituding memutarbalikkan sejarah. Tudingan tersebut berkaitan dengan pernyataannya saat mengunjungi Aceh pada peringatan gempa dan tsunami, Rabu, 26 Desember lalu.
Prabowo yang pernah menjadi Danjen Kopassus bercerita bagaimana dia dan mantan gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem saling buru saat konflik. “Dulu saya mengejar-ngejar Mualem, Mualem juga mencari-cari saya, tapi itu dulu,” tutur Prabowo di tempat pelelangan ikan (TPI) Lampulo, Banda Aceh, Rabu, 26 Desember 2018.
Prabowo tidak menyangka, setelah Aceh damai, keduanya menjadi akrab. Saat ini, Mualem masuk dalam jajaran Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional, juru kampanye nasional dan Ketua Tim Pemenangan Prabowo - Sandi di Pilpres 2019.
Advertisement
Selain bercerita soal riwayatnya dengan Mualem, calon Presiden nomor urut 2 itu juga mengenang jasa ayahandanya, Soemitro Djojohadikoesoemo di Aceh. Ayahnya disebut-sebut ikut andil menggalang dukungan dari Rakyat Aceh untuk pembelian pesawat Seulawah.
Pesawat bersejarah itu telah banyak membantu Indonesia, sebagai sebuah negara pada awal-awal berdiri. Replika pesawat kini terdapat di Blang Padang, Banda Aceh, sementara yang asli ada di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
"Ketika itu rakyat Aceh secara sukarela mengumpulkan emas, gelang, perhiasan dan batu-batu berharga untuk membeli pesawat terbang pertama untuk Indonesia yang diberi nama Seulawah," kenang Prabowa yang mengatakan, kalau ayahnya pulang pergi ke Aceh demi keperluan tersebut.
Orang yang menuding riwayat yang disampaikan Prabowo tidak sesuai fakta adalah Cut Man. Pria 50 tahunan ini adalah eks-kombatan yang sering terjun ke medan tempur pada masa Aceh dirundung konflik.
Cut Man adalah eks-Panglima Sagoe Sjech Baghdad, yang membawahi beberapa kecamatan. Setelah Panglima GAM, Abdullah Syafi'i meninggal dalam sebuah operasi pada Januari 2002, lalu digantikan oleh Mualem, Cut Man diangkat menjadi Wakil Panglima Meulaboh Raya merangkap Juru Bicara.
Menurut Cut Man, penuturan Prabowo bahwa dirinya dengan Mualem sempat saling buru berseberangan dengan fakta bahwa Prabowo telah diberhentikan dari dinas ketentaraan pada 1998. Sedangkan Mualem dilantik menjadi Panglima GAM pada 2002, menggantikan Abdullah Syafi'i.
"Tidak mungkin, saat itu, 1998, Panglima GAM tertinggi masih dijabat oleh Abdullah Syafi'ie. Saya rasa yang berkomentar demikian, jangan bohongi Rakyat Aceh, dimana-mana media informasi ada. Kalau dulu boleh dibohongi," ucap Cut Man, kepada Liputan6.com, Senin, 31 Desember 2018, sore.
Seandai pun pernyataan Prabowo hanya analogi ketika masih aktif berdinas dia mengomandoi pasukannya untuk memburu Mualem, dinilai tidak mungkin. Ketika masih aktif berdinas, Prabowo berpangkat jenderal, disaat yang sama, Mualem masih menjabat panglima wilayah.
"Tak mungkin. Masa seorang Jendral mengejar panglima wilayah. Jenderal pasti mengejar panglima tertingginya, yaitu almarhum Abdullah Syafi'i," kata Cut Man yang berdomisil di Kabupaten Nagan Raya itu.
Sebagai catatan, Muzakir Manaf atau Mualem terlibat dalam perjuangan Aceh bersama GAM sejak usia muda. Sejak 1986 hingga 1989, bersama beberapa pemuda Aceh pilihan lainnya, Mualem dikirim ke Libya untuk mengikuti pendidikan militer di Camp Tajura.
Dari tahun 1998 hingga 2002, Mualem dipercaya menjadi Panglima GAM Wilayah Pase, lalu menjadi menjadi Panglima GAM sejak 2002 hingga 2005. Selain Ketua Umum Partai Aceh (PA), dia juga Ketua Dewan Penasehat DPD Partai Gerindra untuk Provinis Aceh.
Sementara itu, ketika jatuhnya kekuasaan Soeharto, yang juga ayah mertuanya, pada bulan Mei 1998, Prabowo sedang menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis. Di tahun itu pula karirnya di dinas militer berakhir.
Pasca diberhentikan dari dinas kemiliteran, Prabowo menghabiskan waktu di Yordania dan di beberapa negara Eropa. 2008 dia mendirikan Gerindra, dimana Mualem, yang dia sebut rivalnya dulu, kini menjabat di posisi strategis partai tersebut.
Tidak Ada Dalam Narasi Sejarah Pembelian Seulawah
Tudingan lain datang dari Helmy N Hakim (35). Pria ini pernah terlibat dalam Sentra Informasi Referendum Aceh (SIRA), sebuah lembaga gerakan sipil untuk memperjuangkan Referendum di Aceh tahun 1999,
Menurutnya, Soemitro Djojohadikoesoemo tidak pernah ada dalam narasi sejarah pembelian pesawat Seulawah, seperti yang dituturkan Prabowo. Pada tahun 1948, saat penggalangan dana untuk pembelian pesawat tersebut, Soemitro Djojohadikoesoemo berada di Luar Negeri (LN), menjadi Wakil Ketua Perutusan Indonesia pada Dewan Keamanan PBB hingga 1949.
"Kondisi transportasi saat itu tidak memungkinkan ia (Soemitro Djojohadikoesoemo) pulang pergi Aceh - Jakarta atau Aceh - Amerika, seperti yang Prabowo nyatakan. Yang menggalang dana Abu Beureueh, Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida) dan lain-lain," pungkas Helmy.
Sebagai catatan, pembelian pesawat angkut yang belakangan diberi nomor registrasi RI-001 itu atas permintaan Presiden Soekarno. Diberi nama Seulawah, sebagai penghormatan terhadap rakyat Aceh yang bersusah payah membantu perjuangan RI, saat itu.
Advertisement