Sukses

Obor Rakyat Ingin Dihidupkan Lagi, Menengok Lagi Kasus Kontroversialnya

Tabloid tersebut berencana diterbitkan lagi jelang Pilpres 2019.

Liputan6.com, Jakarta Tabloid Obor Rakyat yang dikenal akan kasus kontroversialnya tahun 2014 silam dikabarkan akan dihidupkan kembali. Tabloid bermuatan fitnah terhadap Presiden Indonesia, Joko Widodo, itu berencana diterbitkan lagi jelang Pilpres 2019.

Karena kasusnya yang menuai kontroversi, Setiyardi dan Darmawan Sepriyosa selaku bagian redaksi Obor Rakyat telah divonis satu tahun penjara pada tahun 2018 lalu.

Dilansir Liputan6.com dari merdeka.com, Ketua Umum PPP M Romahurmuziy meminta rencana penerbitan kembali Tabloid Obor Rakyat ditarik kembali. Menurutnya, tabloid tersebut membuat aura Pilpres negatif.Saat ditemui di di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (10/1/2019), politikus yang biasa disapa Rommy itu menegaskan “Karenanya saya minta kepada seluruh yang berinisiatif untuk berencana untuk menerbitkan Obor Rakyat agar mengakhiri apa yang dulu pernah dilakukannya lagi dan lagi.”

Rommy merupakan orang yang paham seluk beluk Tabloid Obor Rakyat karena pernah berada di kubu Prabowo Subianto pada 2014. Tabloid itu sengaja dibuat untuk memfitnah Jokowi. Rommy menambahkan jika pidana yang didapatkan seharusnya membuat kapok orang-orang di balik Obor Rakyat itu.

Tabloid Obor Rakyat memang banyak menyita perhatian publik karena kontennya yang kontroversial terkait Pilpres 2014. Selain itu, tim redaksinya pun dianggap banyak tingkah. Dilansir Liputan6.com (11/1/2019) dari berbagai sumber, berikut ulasan singkat untuk menengok lagi kasus kontroversial tabloid yang terbit tahun 2014 itu.

2 dari 7 halaman

Sampul dan Isi Kontroversi

Nama tabloid ‘Obor Rakyat’ rupanya dibuat tidak tanpa dasar. Dengan nama tersebut, isi yang dibahas pun menyulut respon rakyat terkait pemilihan presiden tahun 2014.

Pada tahun 2014, Obor Rakyat diterbitkan dengan sampul dan isi yang menyindir Jokowi yang saat itu belum menjabat sebagai Presiden Indonesia, dan PDIP. Pada sampulnya, terpampang ilustrasi Joko Widodo ‘salim’ kepada Megawati Soekarnoputri yang pada saat itu merupakan ketua umum parpol PDIP.

Tak hanya itu, headline yang disajikan juga menyita perhatian banyak pihak. Pasalnya, tertulis ‘Capres Boneka’ dengan ukuran font yang cukup besar. Sub-headline yang disajikan pun membuat banyak orang berdecak. Tulisan “Blom Jadi Presiden Udah Bohongin Rakyat” dan “184 nonmuslim kursi DPR” dianggap sebagai judul yang berani namun tanpa dasar.

3 dari 7 halaman

Hidung Pinokio

Parahnya, dalam salah satu gambar di dalam Tabloid Obor Rakyat, terdapat ilustrasi sosok Jokowi dengan batang hidung panjang seperti tokoh Pinokio dalam kartun. Seperti yang diketahui, Pinokio erat kaitannya dengan seorang anak yang apabila berbohong, hidungnya akan bertambah panjang.

Hal ini menuai kecaman banyak pihak mengingat kontennya yang sensitif menyindir salah satu calon presiden kala itu. Alhasil, tim Hukum Jokowi-JK melaporkan Setiyardi Budiono yang merupakan pemimpin redaksi Obor Rakyat atas dugaan penistaan sesuai Pasal 41 UU No. 42 tahun 2008.

4 dari 7 halaman

Alasan Setiyardi

Setiyardi berdalih jika apa yang ditulis Obor Rakyat merupakan kebenaran, meskipun mengakui dia memasukkan pendapat redaksi di dalam koran tersebut. Salah satunya berita yang kontroversial yakni 'PDIP Partai Salib' dimana Capres Jokowi adalah salah satu kadernya.

Menurutnya, redaksi telah menulis dengan jelas bahwa kontennya yang berjudul “184 nonmuslim kursi DPR” merupakan fakta dan pendapat redaksi. Dia menambahkan fakta tersebut juga dilatarbelakangi konteks sejarah pembentukan PDIP dulu.

“Mereka berasal dari fusi yang berideologi nasrani, fakta menunjukkan sekarang caleg PDIP kebanyakan dari non-Islam,” ujarnya menanggapi konten yang dibuat redaksinya itu.

5 dari 7 halaman

Dikirim Ke Pondok Pesantren Al Mizan Majalengka

Tabloid Obor Rakyat disebarkan ke masjid-masjid dan pondok pesantren di sejumlah daerah di Pulau Jawa, yang antara lain menyebut Jokowi sebagai keturunan Tionghoa dan kaki tangan asing.

Setelah beredar luas di kalangan masyarakat, tabloid Obor Rakyat juga dikirimkan ke Pondok Pesantren Al Mizan Majalengka. Kontennya yang berisi sindiran terhadap Jokowi memancing emosi Pimpinan Pondok Pesanter Al Mizan, Kiai Maman Imanulhaq.

Dilansir dari merdeka.com, Kiai Maman menjelaskan, ponpesnya menerima Tabloid Obor Rakyat pada 17 Juni 2014 edisi kedua. “Tidak ada nama pengirimnya, rata-rata 10 eksemplar,” ujarnya.

Menurutnya, penghuni ponpes dianggap sebagai orang bodoh yang mudah terpengaruh dengan pemberitaan Tabloid Obor Rakyat.

“Yang sebarkan ini betul-betul orang yang ingin hina pesantren dan memancing kerukunan beragama,” ujarnya.

6 dari 7 halaman

Disebut sebagai Karya Jurnalistik Setan

Kiai Maman Imanulhaq menambahkan, ia menyebut tabloid Obor Rakyat sebagai karya jurnalistik setan. Pasalnya, menurutnya, definisi jurnalistik yang beretika dan beradab adalah yang tidak berat sebelah atau seharusnya ‘berimbang dua calon sekaligus’.

7 dari 7 halaman

Sempat berbalik arah, Setiyardi sempat meminta maaf kepada Presiden Jokowi

Tidak hanya Setiyardi, terdakwa yang lain yang juga redaktur tabloid musiman tersebut, Darmawan Sepriyossa, ikut meminta maaf kepada Jokowi."Saya menyadari bisa saja pemberitaan Tabloid Obor Rakyat menimbulkan ketidaknyamanan atau mungkin kemarahan berbagai pihak. Tentu saja khususnya bagi Bapak Jokowi yang menjadi saksi pelapor, dari hati yang paling dalam saya meminta maaf sekiranya ada pemberitaan yang keliru dan kurang tepat," kata Setyardi.

Hal itu dikatakan saat membacakan nota pembelaannya di ruang sidang Kartika II Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada 2016 silam.

Penangkapan Pemimpin Redaksi dan Redaktur Pelaksana Obor RakyatPada 8 Mei tahun lalu, Tim Intelijen Kejaksaan Agung bekerja sama dengan Tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat menangkap Setyardi Budiono selaku Pemimpin Redaksi Obor Rakyat dan Redaktur Pelaksana Darmawan Sepriyosa. Setyardi diamankan di daerah Gambir sedangkan Darmawan diamankan di Tebet Timur.

Keduanya dijatuhi hukuman pidana delapan bulan penjara oleh Mahkamah Agung karena terbukti melakukan penistaan dengan tulisan terhadap Joko Widodo atau Jokowi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu.

 

Reporter: Yunisda Dwi Saputri

Video Terkini