Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko mengatakan, terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir masih memiliki pengaruh di kalangan jamaah yang seideologi dengan pria 81 tahun tersebut. Namun, pemerintah sudah memetakan risiko dan pencegahannya.
"Ya, apapun, beliau (Baasyir) masih punya pengaruh, buktinya waktu di Nusakambangan juga masih banyak yang datang kan? Akan tetapi, aparat sudah memitigasi itu," kata Moeldoko usai menjadi pembicara diskusi di acara Indonesia Millennial Summit 2019 di Hotel Kempinski Grand Indonesia Jakarta, Sabtu (19/1/2019).
Sementara terkait dengan kekhawatiran sejumlah pihak akan meningkatnya penyebaran paham radikal ketika Abu Bakar Baasyir dibebaskan, Moeldoko berjanji pemerintah tidak akan longgar dalam melakukan pengawasan, pencegahan, dan penanggulangan terorisme.
Advertisement
Presiden Joko Widodo, lanjut dia, tetap menjalankan komitmennya dalam memperketat pengawasan dan penanggulangan tindak pidana terorisme di Tanah Air.
"Bukan berarti pembebasan Baasyir itu, terus kita kendor dalam konteks penanggulangan dan pengawasan, tidak, tidak. Komitmen Presiden untuk tidak memberi ruang kepada kelompok radikal dan terorisme itu tidak pernah berubah," ucap mantan Panglima TNI itu seperti dilansir Antara.
Moeldoko menjelaskan, keputusan Jokowi untuk membebaskan Abu Bakar Baasyir merupakan salah satu bentuk penanggulangan terorisme lewat pendekatan yang lembut.
"Seperti disampaikan Pak Jokowi kemarin (dalam debat capres cawapres) bahwa dalam konteks penanggulangan terorisme itu bukan hanya pendekatan hard, melainkan juga ada pendekatan soft, yaitu bagaimana preventif dilakukan," ujar Moeldoko.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bebas Bersyarat yang Dilunakkan, Begini Penjelasannya
Presiden Joko Widodo atau Jokowi setuju membebaskan Abu Bakar Baasyir tanpa syarat. Terlebih, sejak dulu, Baasyir menolak wacana pembebasan jika bersyarat.
Sesuai Huruf c Ayat (1) Pasal 34A Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, seharusnya Baasyir diwajibkan mengikuti program deradikalisasi serta mengucapkan ikrar setia kepada NKRI dan tidak akan mengulangi perbuatannya.
Namun, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, mengatakan Baasyir menolaknya. Baasyir, ucap dia, hanya ingin tunduk kepada Islam dan Tuhan.
"Pak Yusril kalau suruh tanda tangan itu saya tak mau bebas bersyarat, karena saya hanya patuh dan menyembah-Nya, inilah jalan yang datang dari Tuhan-mu," kata Yusril menirukan Baasyir dalam jumpa pers di Kantor Hukum Mahendratta, Fatmawati, Jakarta Selatan, Sabtu (19/1/2019).
Yusril terus mengomunikasikan hal itu kepada Jokowi sampai akhirnya terpidana 81 tahun ini memberi sinyal positif.
Kemudian, sebelum debat Pilpres 17 Januari 2019, Yusril mengaku mendapat perintah dari Jokowi untuk berkoordinasi dengan Menkumham Yasonna Laoly soal Abu Bakar Baasyir.
"Pada saat debat capres, saya ketemu dengan Pak Yasonna, Beliau bilang ke saya apa mau Jumatan di Gunung Sindur? Lalu saya datang ketemu Tim Pengacara Muslim (TPM) Ahmad Michdan, untuk membantu pembebasan ini," tutur Yusril.
Yusril yang telah mendapat restu presiden bergerak cepat. Meski Baasyir tak menandatangani ikrar setia, dia dikatakan bebas bersyarat dengan aturan yang dilunakkan.
"Jadi saya cari jalan keluarnya, bagaimana kalau kita lunakkan syaratnya. Jadi, Beliau bebas dengan syarat yang dimudahkan," jelas Yusril.
Menurut dia, Presiden tidak bisa mengesampingkan perundangan. Oleh karena itu, dia sadar akan risiko tuntutan hukum yang akan muncul. Yusril pun menyatakan siap menghadapi gugatan-gugatan itu di Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN).
"Karena (mengesampingkan) bertentangan dengan undang-undang, tapi ini yang ambil keputusan Jokowi, dan (jika) akan menghadapinya di PTUN, saya akan hadapi dan saya mengatakan ini peraturan menteri yang bisa dikesampingkan oleh Presiden," Yusril menjelaskan.
Terlebih, pembebasan Abu Bakar Baasyir demi kemanusiaan. "Pertimbangannya adalah kemanusiaan dan penghormatan terhadap ulama yang uzur, sudah sakit. Pak Jokowi minta cari jalan keluarnya, Pak Jokowi tak tega ada ulama dipenjara lama-lama karena sudah dari zaman SBY," kata Yusril yang kini menjabat sebagai kuasa hukum pasangan calon presiden Jokowi-Ma'ruf.
Advertisement