Sukses

Setelah Mundurnya Edy Rahmayadi, Apa Kabar Satgas Antimafia Bola Polri?

Joko Driyono secara otomatis menjabat sebagai Ketua Umum PSSI pascamundurnya Edy Rahmayadi.

Liputan6.com, Jakarta - Edy Rahmayadi resmi mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).

Keputusan tersebut diambil Edy di tengah getolnya Satgas Antimafia Bola Polri mengusut kasus skandal pengaturan skor sepakbola di Indonesia.

Polri memastikan, kinerja Satgas Antimafia Bola tidak terpengaruh dengan keputusan Edy Rahmayadi mundur dari kursi PSSI 1. Pengusutan kasus dugaan pengaturan skor terus dilakukan di semua level turnamen sepakbola Indonesia mulai dari liga amatir hingga profesional.

"(Penanganan kasus pengaturan skor) lanjut terus," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi Liputan6.com, Jakarta, Senin 21 Januari 2019.

Saat ini, kata Dedi, Satgas Antimafia Bola tengah fokus menyelesaikan pemberkasan 11 tersangka yang telah ditetapkan dalam kasus pengaturan skor. Bahkan penyidik tengah mengebut pemberkasan untuk empat tersangka yang lebih dulu ditangkap, yakni Dwi Irianto alias Mbah Putih, Johar Lin Eng, Priyanto, dan Anik Yuni Artika Sari.

"Ini targetnya berkas perkara minggu ini sudah bisa dilimpahkan ke JPU (jaksa penuntut umum)," tuturnya.

Joko Driyono secara otomatis menjabat sebagai Ketua Umum PSSI pascamundurnya Edy Rahmayadi. Polri memastikan, dalam waktu dekat ini akan memeriksa pria yang akrab disapa Jokdri itu sebagai saksi terkait skandal pengaturan skor.

Apalagi surat panggilan telah dikirim saat Jokdri masih menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PSSI pekan lalu. Namun dia meminta jadwal pemeriksaanya ditunda setelah Kongres PSSI di Bali selesai.

"Beliau sudah siap memberikan keterangan. Lewat pengacaranya, beliau ingin fokus di Kongres PSSI dulu. Selesai kongres, beliau akan memberikan keterangan," kata Dedi.

Sedianya, Jokdri dijadwalkan pemeriksaan sebagai saksi pada Kamis 17 Januari 2019 lalu. Namun karena ada Kongres PSSI, bos Persija Jakarta itu pun meminta pemeriksaanya ditunda pada Kamis 24 Januari 2018 mendatang.

"PSSI mendukung full kinerja Satgas Antimafia Bola dalam menuntaskan match fixing atau pengaturan skor di Indonesia," ucap Dedi.

Selain Jokdri, penyidik juga bakal memeriksa anggota Exco PSSI Papat Yunisal sebagai saksi. Penyidik juga beberapa kali telah memeriksa Sekjen PSSI Ratu Tisha Destria.

Pemeriksaan para petinggi PSSI ini dimaksud untuk mengungkap skandal pengaturan skor dan praktik kecurangan lainnya pada pertandingan sepakbola Indonesia di semua kasta.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Akan Ada Tersangka Baru dari PSSI?

Satgas Antimafia Bola Polri mendapat banyak dukungan dari masyarakat, tak terkecuali pegiat bola Indonesia dan PSSI. Sejauh ini, Satgas telah menerima 330 lebih aduan masyarakat terkait dugaan pengaturan skor sepakbola Indonesia, 73 di antaranya telah ditindaklanjuti dengan investigasi.

Selain itu, Satgas Antimafia Bola juga menerima empat laporan kepolisian. Laporan pertama dilayangkan oleh mantan manajer Persibara Banjarnegara Lasmi Indaryani. Dalam laporan terkait dugaan skandal pengaturan skor laga Persibara kontra PS Pasuruan itu, polisi telah menetapkan 10 orang tersangka.

Para tersangka yakni mantan Ketua Asprov PSSI DIY Dwi Irianto alias Mbah Putih, mantan anggota Exco PSSI Johar Lin Eng, mantan Anggota Komite Wasit PSSI Priyanto, wasit futsal Anik Yuni Artika Sari, wasit pertandingan Nurul Safarid, dan anggota Direktorat Wasit Mansyur Lestaluhu alias ML.

Tersangka lainnya terkait laporan ini, yakni Cholid Hariyanto selaku cadangan wasit pertandingan antara Persibara kontra Kediri, Deni Sugiarto selaku pengawas pertandingan Persibara kontra PS Pasuruan, Purwanto selaku asisten wasit 1, dan M Ramdan selaku asisten wasit 2.

Polisi kemudian melakukan pengembangan dari tersangka Mbah Putih dan menemukan adanya pidana yang menyeret nama Vigit Waluyo. Setelah membuat laporan kepolisian model A, penyidik kemudian menetapkan Vigit sebagai tersangka pemberi suap Mbah Putih.

Dengan begitu, total sementara ada 11 tersangka kasus dugaan pengaturan skor yang ditangani Satgas Antimafia Bola Polri. Sangat mungkin jumlah tersangka akan bertambah.

Apalagi ada dua laporan kepolisian terhadap pengurus PSSI yang telah ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Meski belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka, peningkatan status ke penyidikan menunjukkan bahwa polisi telah menemukan unsur pidana pada laporan tersebut.

Laporan tersebut dilayangkan oleh manajer Perseba Super Bangkalan Imron Abdul Fattah terkait dugaan suap penyelenggaraan Piala Soeratin 2009 dengan terlapor Kepala Staf Ketua Umum PSSI Iwan Budianto alias IB. Polri juga menemukan aliran dana ke rekening Iwan terkait kasus yang dilaporkan.

"IB berpotensi ditetapkan tersangka," ucap Dedi saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Rabu 16 Januari 2019 lalu.

Selain itu, mantan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Hidayat juga dilaporkan manajer Madura FC, Januar Herwanto ke Satgas Antimafia Bola. Laporan terkait dugaan upaya pengaturan skor pada laga Madura FC kontra PSS Sleman itu juga telah ditingkatkan ke penyidikan.

3 dari 3 halaman

Sambut Baik Komite Ad Hoc

Kongres Tahunan PSSI meresmikan pembentukan komite khusus (adu) integritas. Komite ini bertugas memerangi pengaturan skor dan manipulasi pertandingan serta membangun sinergi dengan stakeholder lain, terutama kepolisian.

Polri menyambut baik pembentukan komite khusus tersebut sebagai bentuk keseriusan PSSI dalam memberangus mafia bola. Polri yakin tugas komite ad hoc tidak tumpang tindih dengan Satgas Antimafia Bola yang dibentuk Polri.

"Komiter ad hoc itu bekerja sama. Apabila nanti besinergi dengan Satgas Antimafia Bola itu sangat bagus. Yang penting satu misi. Membuat mafia bola di Indonesia itu memberangus sampai tuntas," ujar Dedi.

Jenderal bintang satu itu menjelaskan, tugas komite ad hoc integritas berbeda dengan Satgas Antimafia Bola Polri.

"Kalau ad hoc bekerja internal terkaitdengan statuta PSSI. Kalau Satgas Antimafia Bola bekerja sesuai dengan penegakan hukum yang berkaitan dengan pidana, baik itu berupa penipuan, baik itu berupa penyuapan, maupun tindak pidana lain yang terkait," kata Dedi memungkasi.