Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK memastikan, pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir berdasarkan pertimbangan kemanusiaan. Kendati demikian, pemerintah tidak mengabaikan prosedur hukum pembebasan pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah itu.
"Kalau tak memenuhi aspek hukum ya minimal itu agak sulit juga (dibebaskan). Nanti dibelakang hari orang gugat," kata JK di kantornya, Selasa (22/1/2019).
Mantan Ketua Umum Golkar ini menyebut, pemerintah melalui Kemenko Polhukam masih terus mengkaji sejumlah aspek pembebasan Abu Bakar Baasyir. Seperti aspek ideologi Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hukum, dan lain sebagainya.
Advertisement
"Harus dikaji aspek hukumnya dan ketersediaan beliau untuk memenuhi syarat syarat yang ditentukan seperti taat kepada NKRI. Itu syarat syarat yang biasa saja sebetulnya," kata dia.
Mengenai kemungkinan pemerintah akan membuat dasar hukum khusus untuk membebaskan Abu Bakar Baasyir, JK menegaskan tidak. Dia memastikan, peraturan yang dikeluarkan pemerintah untuk kepentingan umum bukan perorangan.
"Tentu tidak mungkin 1 orang dibikinkan peraturan untuk satu orang. Harus bersifat umum peraturan itu," ucap JK.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tolak Pernyataan Setia Pancasila
Â
Terpidana terorisme Abu Bakar Baasyir menolak menandatangani dokumen yang menjadi bagian dari prosedur pembebasan bersyaratnya. Berkas tersebut salah satunya berisikan pernyataan untuk setia kepada Pancasila dan NKRI.
Kuasa Hukum Abu Bakar Baasyir, Mahendradatta, menyampaikan alasan penolakan kliennya bukan berarti menentang Pancasila dan NKRI.
"Yang jelas, yang tidak mau ditandatangani adalah janji tidak akan melakukan tindak pidananya lagi. Ustaz seumur-umur sampai meninggal katakanlah, sampai dipenjara, nggak mau dikatakan telah melakukan tindak pidana. Apalagi lagi, artinya kan telah melakukan," tutur Mahendra di kantornya, Jalan Raya Fatmawati ,Cipete Selatan, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019).
Menurut Mahendra, dokumen tersebut menjadi satu kesatuan dengan sejumlah poin di dalamnya. Pertama, Abu Bakar Baasyir diminta mengakui telah bersalah. Kedua, menyesali perbuatan pidana itu, dan tidak mengulangi lagi dan ketiga barulah terkait setia kepada NKRI dan Pancasila.
Hingga saat ini, Abu Bakar Baasyir menampik terlibat dalam aksi bom dan terorisme yang terjadi di Indonesia. Dia menegaskan bukanlah aktor perencana dan penyandang dana latihan militer di Aceh dan Cijantung, tidak terkait dengan bom Bali, hingga bom Mariot.
"Beliau tidak tahu kalau latihan militer kesiapan untuk para muhajid yang ingin berangkat ke Palestina. Yang dia tahu itu latihan yang bersifat sosial," jelas Mahendra.
Â
Reporter: Titin Supriatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement