Sukses

Pemerintah Segera Bangun Hunian Tetap Bagi Korban Tsunami Selat Sunda

Pemerintah, kata Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Selatan Fredy, kesulitan mencari lahan yang lokasinya dekat dengan pemukiman warga.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan sepakat segera merealisasikan pembangunan hunian tetap untuk para korban tsunami Selat Sunda di Kabupaten Lampung Selatan.

Berdasarkan informasi dari Diskominfo Lampung Selatan, rencana pembangunan hunian tetap untuk korban tsunami di Lampung Selatan itu, telah dibahas dalam rapat koordinasi lanjutan terkait penanganan infrastruktur di wilayah terdampak tsunami Selat Sunda.

Rakor dipimpin Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Selatan Fredy sebagai upaya percepatan dalam mewujudkan hunian tetap untuk merelokasi warga yang rumahnya rusak berat akibat diterjang gelombang tsunami Selat Sunda pada 22 Desember 2018.

Rapat koordinasi yang dilaksanakan di Lampung Selatan pada Senin 28 Januari 2019 itu, dihadiri oleh Kementerian PUPR Iriyadi selaku Kepala Satgas Pembangunan Infrastruktur dan Hunian Bagi Pengungsi, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung serta perwakilan Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR.

Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Selatan Fredy mengatakan, pihaknya terus mengupayakan lahan yang bisa dijadikan sebagai lokasi pembangunan hunian tetap untuk warga yang rumahnya hancur diterjang tsunami Selat Sunda pada akhir tahun lalu.

Pemerintah, kata Sekretaris Daerah Kabupaten Lampung Selatan Fredy, kesulitan mencari lahan yang lokasinya dekat dengan pemukiman warga.

"Kalau di sekitar Kalianda, Pemkab Lampung Selatan punya banyak lahan, tapi masyarakat maunya tidak jauh-jauh dari lokasi semula," ujar Fredy seperti dikutip dari Antara.

Fredy melanjutkan, berdasarkan data tim di lapangan, terdapat 537 unit rumah rusak berat yang sudah di SK-kan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Lampung Sekatan Nanang Ermanto. Data jumlah rumah itulah yang nanti menjadi acuan untuk membangun hunian tetap.

"Sebanyak 537 unit rumah ini yang sudah kita kunci, tapi ada juga 195 warga yang punya lahan sendiri sudah mengajukan kepada pemda, nanti tetap kita bangunkan hunian tetap," ujarnya.

Lebih lanjut Fredy mengungkapkan, saat ini Pemkab Lampung Selatan tengah menjajaki pembebasan lahan seluas 1,5 hektare di Desa Way Muli Timur. Di lokasi itu, nantinya akan dibangun hunian tetap dengan tipe 36 untuk korban tsunami.

"Ini standarnya yang kita bangun, ukuran 714 meter persegi tipe rumah 36. Nanti luas bangunan bisa menyesuaikan dengan luas tanah 98 meter persegi," kata Fredy.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Hanya 491 yang Disetujui Pemerintah?

Sementara, Kepala Satgas Penanganan Infrastruktur dan Hunian Pengungsi Kementerian PUPR Iriyadi menyatakan data rumah rusak berat yang diterima Kementerian PUPR sebanyak 491 unit.

Angka itu, menurut dia, berdasarkan data yang disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) saat kunjungan Presiden Joko Widodo pascatsunami Selat Sunda awal Januari lalu.

"Memang yang kami catat sama dengan data yang bapak (Sekda) sampaikan. Namun ketika rapat di Jakarta kemarin, yang terkunci hanya 491 unit. Angka ini yang muncul sewaktu kunjungan Pak Presiden. Nanti ini perlu kita diskusikan apakah masih bisa direvisi," katanya.

Iriyadi menyampaikan, Kementerian PUPR melalui Ditjen Penyediaan Rumah juga berharap Pemkab Lampung Selatan bisa secepatnya menentukan lokasi yang akan dijadikan hunian tetap bagi korban tsunami.

"Kami ingin memastikan penentuan lokasi untuk hunian tetap kapan bisa tersedia, begitu lahan ada, Kementerian PUPR langsung mengadakan lelang. Maka, sangat ditunggu kecepatan penyediaan lahan tersebut," ujarnya.

Selain itu, Iriyadi juga berharap, pemerintah setempat juga harus bisa memastikan semua masyarakat yang terdampak tidak kembali ke lokasi semula setelah proses rehabilitasi dan rekonstruksi selesai dilakukan.

"Karena kenyataan di lapangan, ada beberapa yang rumahnya tidak terlalu mengalami kerusakan dan tetap tinggal di bibir pantai. Jangan sampai ini menjadi kecemburuan sosial, ini yang juga harus menjadi pertimbangan," ujarnya pula.