Liputan6.com, Sidoarjo - Sebanyak 478 orang atau 20,28 persen dari total 2.357 pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah divonis bersalah melakukan korupsi melalui putusan berkekuatan hukum tetap, telah menerima sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH). Sanksi itu telah diberikan hingga akhir Januari 2019.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, dari jumlah itu sebanyak 49 PNS berasal dari kementerian atau lembaga. "Sedangkan sisanya sebanyak 429 PNS berasal dari daerah," katanya di Sidoarjo, Kamis (31/1/2019).
Baca Juga
Di samping itu, Pihaknya juga mengapresiasi pejabat pembina kepegawaian (PPK) yang telah mempercepat proses PDTH terhadap PNS terlibat korupsi di masing-masing daerah.
Advertisement
"Dari laporan yang masuk, sudah ada sebanyak 673 PNS yang diberhentikan dengan tidak hormat dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap dengan rincian 75 PNS di kementerian atau lembaga dan 598 PNS Daerah. Jumlah itu, di luar data 2.357 orang PNS sebelumnya," ujar Bima.
Menurut dia, penindakan secara progresif ini digencarkan sejak dikeluarkannya surat keputusan bersama antara Kemenpan-RB, Kemendagri, dan BKN tentang penegakan hukum kepada PNS yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Kecemburuan Sosial
Dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN) Pasal 87 ayat 4 huruf b dijelaskan, PNS diberhentikan tidak hormat jika dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan atau pidana umum.
"Pidana kejahatan jabatan yang dimaksud adalah tindak pidana korupsi," ungkap Bima seperti dilansir Antara.
Ia mengakui, sampai dengan saat ini sebenarnya masih ada pegawai negeri sipil yang sudah menjalani hukuman akibat tindakan korupsi tapi masih bisa bekerja kembali. Hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial.
"Oleh karena itu kami akan melakukan verifikasi lagi terhadap data-data yang masuk kepada kami," Bima memungkasi.
Advertisement