Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menepis pernyataan Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak yang mengatakan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) disalahgunakan untuk kepentingan kekuasaan. Dia menilai siapa saja bisa terjerat UU ITE.
"Saya kira tidak juga. Buktinya ada orang dengan orang, jadi kapan kekuasaan? justru ada orang merasa dirinya (korban), dia bisa melapor dan sama-sama, bukan pemerintah. Bukan kekuasaan," kata JK di Kantor Wapres, Jalan Merdeka Utara, Rabu (6/2/2019).
Baca Juga
Dia menjelaskan, hakim yang akan menafsirkan apakah pasal pada UU ITE yang kemudian menjerat tersebut adalah pasal karet. Pada akhirnya, hakim pula yang memutuskan apakah itu pasal karet atau bukan.
Advertisement
"Jadi kita percayakan hakim lebih bijaksana menghadapi itu. Dan aparat hukumlah karena yang begitu sulit. Mesti penafsirannya harus yang tepat, orang yang merasa tidak salah pasti mengatakan karet tapi orang yang melaporkan ya benar. Jadi ada saja masing-masing maka hakim yang arif menentukan. Yang bagaimana," papar JK.
Sebelumnya, Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN)Â Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, pihaknya mendorong adanya revisi Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Revisi itu perlu dilakukan karena UU ini banyak disalahgunakan untuk kepentingan kekuasaan.
"UU ITE ini menjadi perhatian khusus Prabowo-Sandi untuk direvisi karena korban utama UU ITE adalah masyarakat awam," kata Dahnil di Media Center Prabowo-Sandi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 4 Februari 2019.
Â
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dinilai Banyak Disalahgunakan
Apa yang ia sampaikan itu bukanlah tanpa bukti. Pasalnya, mayoritas korban UU ITE yang berujung pada pidana adalah masyarakat awam dan kalangan para aktivis. Sementara, pelapornya merupakan kaum mayoritas yang mana adalah pejabat negara.
"Jadi pejabat publik yang kemudian merasa martabatnya terganggu dengan kritik, bisa menggunakan UU ini untuk menjerat siapa pun. Data kita lebih dari 35 persen pelapor UU ITE itu adalah pejabat negara. Ini signal sederhana bahwa UU ITE menjadi alat buat pejabat negara membungkam kritik. Artinya sebagian besar pejabat kita punya kecenderungan antikritik," ungkapnya.
Dahnil mencatat, sejak disahkan pada 2008 lalu, UU ITE banyak disalahgunakan dan banyak memakan korban saat Jokowi mulai memerintah pada 2014.
"Puncaknya adalah tahun 2016 ada 84 kasus dan 2017 ada 51 kasus. Jadi, komitmen kita adalah merevisi UU ITE. Kita ingin setop pengbungkaman publik dan kriminaslisasi," pungkas Dahnil.
Â
Reporter: Intan Umbari Prihatin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement