Sukses

Arsitek dari Dalam dan Luar Negeri Wisata Arsitektur di Banyuwangi

Arsitek RI dan luar negeri antusias ikuti wisata arsitektur Banyuwangi.

Liputan6.com, Banyuwangi Sejumlah arsitek dari dalam dan luar negeri melakukan wisata arsitektur di Banyuwangi. Rombongan terdiri dari 15 arsitek yang berasal dari berbagai daerah, antara lain Kuala Lumpur, Jakarta, Surabaya, dan Bandung.

Kedatangan para arsitek dalam dan luar negeri itu diinisiasi oleh Archinesia, sebuah penerbitan ternama khusus arsitektur. Selama tiga hari (7-9 Februari) para arsitek ini mengunjungi berbagai tempat ikonik Banyuwangi. 

Para arsitek itu tertarik untuk mengetahui berbagai ruang publik di Banyuwangi yang dibangun dengan melibatkan sejumlah arsitek kondang, seperti Andra Matin, Adi Purnomo, Yori Antar, dan Budi Pradono. Lokasi yang dikunjungi antara lain Bandara Banyuwangi, Pendopo Kabupaten, Ruang Terbuka Hijau Sayu Wiwit, penginapan atlet, Grand Watu Dodol, dan Kantor Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.

Keterlibatan arsitek di Banyuwangi memang terekam jelas, contohnya seperti bangunan Pendopo dan Taman Blambangan yang dirancang Adi Purnomo. Adapun Andra Matin adalah arsitek dari Bandara Banyuwangi, Terminal Pariwisata Terpadu, dan RTH Taman Sayuwiwit. Sementara itu, Yori Antar mendesain ruang terbuka hijau Kedayunan dan rest area di Ijen. Budi Prodono mendesain Stadion Diponegoro dan Lapangan Atletik GOR Tawangalun.

“Selamat datang di Banyuwangi. Kami di sini mengajak sejumlah arsitek untuk berkolaborasi membangun daerah, untuk mengoptimalkan fungsi produk infrastruktur, baik secara fisik maupun non-fisiknya,” ujar Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.

Menurut Anas, pendekatan arsitektur yang berkonsep sangat penting untuk memastikan ruang publik yang dibangun dengan dana rakyat bisa berfungsi optimal.

“Bangunan harus bagus dari aspek teknis, tapi fungsinya juga harus bermanfaat bagi masyarakat. Tidak semata-mata bangunan dalam arti fisik semata, tapi juga menjadi ruang berinteraksi, membangun keakraban, dan sebagainya,” ucap bupati yang pernah mendapat penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) tersebut.

 

Sebagai informasi, Banyuwangi mewajibkan bangunan baru berskala besar untuk memasukkan unsur budaya lokal dalam arsitekturnya, seperti hotel hingga gedung perkantoran.

”Ini upaya menitipkan kebudayaan kami agar lestari. Maka di Banyuwangi kita bisa melihat hotel berbintang memasukkan batik bermotif Gajah Oling dalam arsitekturnya dan sebagainya,” kata Anas. 

Sementara itu, Chief Editor Archinesia, Imelda Akmal, mengatakan bahwa tur arsitektur ini dilakukan sebagai ajang saling mencari inspirasi. Banyuwangi dinilai layak dikunjungi karena perkembangan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir diiringi dengan keterlibatan arsitek.

“Biasanya kami tur ke negara lain, namun di awal tahun ini secara khusus kami ajak ke Banyuwangi dan banyak yang berminat ikut. Mereka tertarik karena banyak arsitek nasional yang terlibat di sini,” ujarnya.

Imelda mengakui, selama ini jarang sekali arsitek dilibatkan dalam pembangunan daerah. Selain juga dari faktor arsitek sendiri yang kerap enggan berurusan dengan urusan birokrasi.

“Tapi kami melihat di sini berbeda, justru bisa menjembatani masalah tersebut. Banyuwangi bisa mewujudkan bangunan sesuai desain yang diinginkan arsitek. Tak heran, banyak arsitek yang terlibat pembangunan di sini jadi happy. Padahal, arsitek yang terlibat di Banyuwangi masuk jajaran Top 10 di Indonesia,” ucapnya.

Sementara itu, salah satu peserta tur dari Kuala Lumpur, Malaysia Mustofa Kamal, mengaku kagum dengan berbagai desain arsitektur yang ditemui Banyuwangi.

“Sangat unik. Memiliki banyak karakteristik tradisional namun tetap modern,” kata dia.

 

 

(*)

Video Terkini