Liputan6.com, Jakarta - Modus kejahatan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Direktorat Siber Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus pemerasan dengan modus pornografi berupa layanan video call sex.
"Unit 2 Subdit 1 Ditsiber Bareskrim Polri berhasil mengungkap tindak pidana sextortion atau pemerasan melalui penyedia jasa layanan video call sex yang dilakukan oleh tiga orang tersangka," ujar Kasubdit I Ditsiber Bareskrim Polri Kombes Dani Kustoni di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (15/2/2019).
Baca Juga
Tersangka SF (25) membuat sejumlah akun palsu di beberapa media sosial untuk mencari pria-pria hidung belang sebagai calon korbannya. Dia berpura-pura menjadi wanita yang siap melayani jasa video call sex.
Advertisement
Setelah terjadi kesepakatan, dia kemudian melakukan video call sex namun tidak secara live dengan wanita asli, melainkan menggunakan video porno yang didapat dari internet.
Biasanya korban terbawa suasana dan ikut melakukan aksi porno. Pelaku kemudian merekam adegan seksual korban. Setelah video call sex usai, pelaku kemudian mengirim hasil rekaman aksi seksual korban dan memerasnya.
"SF dibantu dua pelaku lain yakni AY yang memiliki peran sama dan VB yang berperan menyiapkan rekening. Pelaku AY dan VB belum tertangkap tapi sudah kami masukkan dalam daftar pencarian orang (DPO)," tuturnya.
Ratusan Korban
Berdasarkan pengakuan SF, aksi sextortion itu telah ia lakukan sejak Februari 2018 dan berhasil mengelabui ratusan korbannya. Namun hanya dua orang yang berani melaporkan aksi pemerasan bermodus video call sex.
"Jumlah kerugian dari pemerasan mencapai Rp 30 juta per korban. Uang hasil kejahatan dibelikan barang-barang mewah," ucap Kasubag Opinev Bagpenum Divisi Humas Polri AKBP Z Pandra Arsyad.
Akibat perbuatannya, pemuda pengangguran yang masih tinggal dengan orangtuanya itu dijerat pasal berlapis antara lain, Pasal 29 Jo 30 UU 44/2008 tentang Pornografi, Pasal 45 ayat 1 dan 4 Jo Pasal 27 ayat 1 dan 4 UU 19/2016 tentang ITE, dan Pasal 369 KUHP, dan Pasal 3,4,5 UU 8/2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Kepolisian berharap kasus tersebut dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat agar terhindar dari kejahatan sextortion. Polisi mengimbau masyarakat khususnya pengguna media sosial untuk menolak atau tidak menanggapi ajakan video call dari akun media sosial yang tidak dikenal dan yang menampilkan profil bernuansa pornografi.
"Menjaga diri agar tidak menjadi objek pornografi di depan kamera baik secara offline maupun online. Selektif memilih teman di media sosial. Tidak mengunggah konten pribadi berupa foto atau data diri di media sosial. Tidak mengakses website, forum online, atau media sosial yang mengandung konten pornografi. Dan terakhir, apabila menjadi korban sextortion, jangan ikuti kemauan pelaku dan laporkan ke polisi," ujar Pandra memungkasi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement