Sukses

Kemenhub Siapkan Program Kontainer Masuk Desa

Pemerintah melalui Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut menggagas program kontainer masuk desa bekerja sama dengan Maritime Research Institute Nusantara.

Liputan6.com, Jakarta Setelah mampu menurunkan disparitas harga sebanyak 15-20 persen, kini Pemerintah mendorong penyelenggaraan angkutan logistik Tol Laut bukan hanya port to port (dari pelabuhan ke pelabuhan), tapi sampai end to end (langsung sampai ke konsumen), sehingga tepat sasaran ke masyarakat agar dapat merasakan harga yang terjangkau.

Untuk itu, Pemerintah melalui Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut menggagas program kontainer masuk desa bekerja sama dengan Maritime Research Institute Nusantara (MARIN).

Menurut Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Wisnu Handoko, program Tol Laut dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam membangun konektivitas antar pulau di seluruh Indonesia.

"Sebagai perwujudan kehadiran negara, Kementerian Perhubungan segera mengimplementasikan program kontainer masuk desa untuk memperkuat konektivitas ekonomi desa dan nasional melalui program tol laut demi mewujudkan program Nawacita pemerintah dalam rangka menghadirkan negara di beranda terdepan NKRI," tegas Capt. Wisnu, Rabu (27/2) di Jakarta.

Selain diharapkan mampu menurunkan disparitas harga, lanjut Capt. Wisnu, program kontainer masuk desa diharapkan dapat memastikan ketersediaan berbagai bahan pokok dan penting di wilayah desa yang selama ini belum maksimal.

"Program Kontainer Masuk Desa ini akan mempermudah akses pemasaran hasil komoditas desa ke berbagai wilayah, baik dalam maupun luar negeri yang selama ini menjadi kendala banyak desa di Indonesia sehingga ekonomi desa pun akan tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik,” kata Capt. Wisnu.

Di awal implementasinya, program Kontainer Masuk Desa ini akan difokuskan di salah satu desa di pulau terluar di Indonesia, yaitu Desa Essang di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Dan tahap selanjutnya juga akan difokuskan ke daerah Memberamo dan Boven Digoel di Papua.

Wisnu menjelaskan bahwa program kontainer masuk desa merupakan rencana yg sangat "practicable" untuk diimplementasikan agar barang yang diangkut dengan kontainer Tol Laut itu secara berjenjang dalam level konektivitas bisa diteruskan oleh kapal-kapal perintis laut, kapal perintis penyeberangan dan kapal-kapal Pelayaran rakyat sebagai armada semut.

Capt. Wisnu menambahkan bahwa Kementerian Perhubungan bersama Pelindo Marine Service anak perusahaan PT. Pelindo III Surabaya juga akan menyiapkan mini kontainer (minicon) dengan ukuran yang memungkinkan agar bisa masuk ke wilayah pedesaan dan pulau terpencil yang tidak memiliki infrastruktur jalan raya yang lebar dan hanya mampu diangkut dengan truk kecil atau mobil bak terbuka.

Selain itu, pemerintah juga mendorong integrasi moda Tol Laut dengan moda darat, baik angkutan sungai maupun angkutan jalan yang dapat melayani angkutan barang sehingga proses distribusi logistik bisa mencakup end-to-end yang dimulai dari penjual barang sampai penerima barang.

Capt. Wisnu menyebutkan bahwa publik harus tahu bahwa program tol laut ini merupakan gabungan dari elemen program kewajiban pelayanan publik (PSO) yang terdiri dari angkutan laut penumpang kelas ekonomi atau yg dikenal sebagai kapal putih Pelni, angkutan laut perintis yang dikenal dengan kapal Sabuk Nusantara, Tol Laut Angkutan Barang atau dikenal dengan nama Kontainer Tol Laut, dan angkutan kapal khusus ternak.

 

Efisiensi tol laut dari sisi anggaran juga harus dibandingkan dengan anggaran yang digunakan pada pengembangan moda transportasi lain dan cakupan area yang bisa dilayani. Program Tol laut dengan anggaran untuk PSO Penumpang kelas ekonomi sekitar Rp. 1,8 Triliun, angkutan laut perintis sekitar Rp. 1,2 Triliun, Tol Laut Angkutan barang kontainer sekitar Rp. 300 Milyar dan Angkutan Ternak sekitar Rp. 60 Milyar per tahun dengan cakupan layanan seluruh pulau dan daerah di Indonesia, menyatukan seluruh nusantara dalam sebuah konektivitas yang belum mampu dilayani oleh moda darat dan udara.

"Maka jumlah tersebut masih relatif kecil dengan multiplier effect yang diperoleh oleh negara dan masyarakat. Konsep perintis atau yang sering dikenal sebagai ship promote the trade harus dilihat tidak hanya dari aspek komersial tapi juga dari rasa keadilan yaitu hak terhadap akses transportasi laut," ujar Capt. Wisnu.

Wisnu menegaskan bahwa tidak bisa hanya karena suatu daerah belum ada muatan baliknya lalu daerah tersebut ditinggalkan oleh trayek tol laut. Justru yang perlu dilakukan bagaimana membantu dan memotivasi Pemda dan masyarakat untuk mampu mengkonsolidasi produk hasil daerahnya bisa dibawa oleh kapal penumpang Pelni, kapal perintis, kapal kontainer tol laut dan kapal ternak.

Capt Wisnu menambahkan bahwa Kementerian Perhubungan meyakini bahwa suatu program tidak dapat berjalan tanpa pemanfaatan teknologi. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan penyelenggaraan angkutan logistik melalui Tol Laut, Kementerian Perhubungan bekerjasama dengan PT. Telkom sedang menyiapkan teknologi informasi berupa dashboard, sebagai model bisnis baru untuk memotong rantai bisnis yang panjang.

"Dengan adanya Dashboard akan memudahkan para pedagang kecil dapat langsung membeli barang lewat tol laut,” kata Capt. Wisnu.

Sekali lagi, Capt. Wisnu mengajak semua pihak dapat memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan angkutan logistik melalui Tol Laut ini dan meminta agar masyarakat optimis dengan keberadaan tol laut yang setiap tahunnya terus menunjukan tren peningkatan dan terus melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan guna menurunkan disparitas harga antara wilayah barat Indonesia dengan wilayah timur Indonesia.

"Keoptimisan dan dukungan dari semua pihak akan menjadikan kekuatan yang luar biasa untuk menyukseskan program tol laut ini sebagai bagian dari konektivitas laut seluruh wilayah di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari tren pencapaian tol laut yang terus meningkat dari tahun ke tahun seperti jumlah trayek dan statistik penurunan harga di wilayah timur Indonesia. Namun demikian, meski ada kekurangan, kami memastikan bahwa Negara selalu hadir untuk masyarakat dan memastikan manfaat tol laut dapat tepat sasaran dan dinikmati oleh masyarakat langsung," tutup Capt. Wisnu.

Sebagai informasi, Kemenhub telah menyiapkan kapal perintis milik negara dengan ukuran 200 GT s/d 2000 GT dengan kapasitas angkut 30.000 penumpang, untuk mendukung kapal tol laut membawa logistik ke daerah-daerah hinterland atau daerah-daerah yang berada di sekitar pelabuhan yang disinggahi kapal tol laut, yang tidak bisa dijangkau dengan kapal tol laut.

Terkait dengan muatan balik dari tol laut yang belum optimal, Kementerian Perhubungan menyiapkan strategi reefer container dan melakukan revisi tarif muatan balik hingga 50 persen serta merevisi tarif jasa kepelabuhanan untuk mengurangi cost kegiatan bongkar muat di pelabuhan.

Kementerian Perhubungan juga mendorong pihak terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, PT. Pelni, Djakarta Lloyd, PT. ASDP, PT. Semen Indonesia, BULOG, PT. RNI, PT. PPI dan Pelindo I hingga IV serta Pemerintah Daerah untuk berperan aktif dalam mengoptimalkan muatan balik tol laut dengan meningkatkan sinergi melalui program Rumah Kita atau gerai maritim.

 

(*)

Video Terkini