Sukses

Komnas Perempuan Minta Polda Jatim Kabulkan Penangguhan Penahanan Artis VA

Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati mendatangi Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Jawa Timur (Jatim) untuk menemui tersangka kasus dugaan pornografi, artis VA.

Liputan6.com, Jakarta Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati mendatangi Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Jawa Timur (Jatim) untuk menemui tersangka kasus dugaan pornografi, artis VA. Usai menjenguk artis VA dan berdiskusi dengan penyidik Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim, Komnas Perempuan meminta penyidik Polda Jatim untuk mengabulkan penangguhan Penahanan terhadap artis VA.

"Yang harus menjadi pertimbangan dalam kebijakan Polda Jatim yakni bisa mengabulkan penangguhan penahanan. Karena sebagai pertimbangan pemulihan kondisi psikis korban kasus prostitusi," tuturnya di Mapolda Jatim, Kamis (28/2/2019).

Menurutnya, dalam paripurna Komnas Perempuan, terakhir melihat bahwa perempuan yang ada di dalam kasus prostitusi merupakan korban yang dilacurkan. Sehingga apapun status hukumnya penyidik tetap memberikan haknya sebagai korban.

"Mempertimbangkan dan mengabulkan dengan melihat kapasitasnya sebagai korban yang dilacurkan," katanya.

Dia mengatakan, seharusnya yang paling penting untuk segera dilakukan penindakan adalah muncikari dan user atau pelanggan artis VA. Alasannya, mereka lah yang membuat jeratan terjadinya tindak pidana prostitusi.

"Sedangkan perempuan selalu menjadi korbannya. Ini yang perlu diperhatikan," ucapnya.

Dalam kunjungannya ke Polda Jatim, ia sempat bertemu dengan artis VA dan bincang bincang dengan penyidik berkaitan dengan modus yang kerap dilakukan muncikari dalam menjerat korbannya kedalam pusaran prostitusi.

"Komnas Perempuan akan terus memantau dan menyikapi kasus kasus yang berkaitan dengan perempuan. Dan kami juga mengajak masyarakat untuk tetap mendukung pemulihan korban agar kasus prostitusi bisa dihentikan," ujarnya.

Komnas perempuan juga mendorong pengesahan RUU penghapusan kekerasan seksual. Sehingga kasus seperti ini tidak lagi terjadi di Indonesia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tanggapan Polisi

Menanggapi permintaan Komnas Perempuan mengenai penangguhan penahanan artis VA, Direktur Ditreskrimsus Polda Jatim, Kombes Pol Achmad Yusep Gunawan menyampaikan bahwa pihaknya masih mempertimbangkan apa yang menjadi masukan dari Komnas perempuan.

"Kita akan maksimalkan sesuai dengan harapan Komnas maupun pemerhati, selama tidak menganggu kepentingan penyidikan," ujar polisi pelopor E-Tilang tersebut.

 

Sebelumnya, Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan menuturkan bahwa penetapan tersangka VA ini berdasarkan rekam jejak digital dari tersangka mucikari ES. "Dari situ jelas ada foto dan video dan keterlibatan aktif VA dalam prostitusi online. Termasuk penyebaran foto dan video," tutur Luki di Mapolda Jatim, Rabu 16 Januari 2019.

Luki menegaskan, penetapan VA sebagai tersangka itu juga sesuai dengan hasil gelar, dan berdasarkan pendapat dari beberapa ahli.

"Ada ahli pidana, ahli bahasa, ahli ITE dan ahli Kementerian Agama dan MUI dan beberapa bukti yang sangat mengaitkan dalam transasksi komunikasi ini sangat menguatkan saudari VA menjadi tersangka," tambah Luki.

Luki menyatakan akan membuat surat panggilan kepada VA terkait status barunya yang kini naik menjadi tersangka. "Kami layangkan untuk Senin. kami undang yang bersangkutan untuk hadir ke Polda Jatim," sambungnya.

Dari hasil penyidikan, Subdit V Siber Ditreskrimsus Polda Jatim menemukan foto dan video mesum artis VA. Gambar tak senonoh itu ditemukan dalam ponsel milik mucikari ES. Fakta baru ini terungkap dari hasil penyelidikan digital forensik beberapa hari terakhir.

Selain foto pose telanjang, ada pula video tak pantas dan melanggar norma susila. Foto dan video itu dikirim ke mucikari agar user tertarik dan menggunakan jasa seks VA.

"Ini mungkin sesuatu yang baru dimana yang sebelumnya jadi saksi korban (dalam kasus prostitusi), bisa menjadi tersangka. Ini akan jadi yurisprudensi," ujar Luki.

Dalam perkara ini, VA dijerat Pasal 27 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal itu berbunyi, 'Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.