Liputan6.com, Jakarta - Penasihat khusus gubernur Aceh bidang politik dan keamanan, Mohammad Mohamad mengaku syok atas ditangkapnya Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu ia ungkapkan saat menjadi saksi terhadap terdakwa Irwandi Yusuf di PN Tipikor Jakarta.
"Ketika Pak Gubernur ditangkap, saya merasa syok, aneh, karena saya secara khusus tidak pernah bicara proyek. Tapi kami bicara bagaimana mencegah potensi korupsi," kata Mohammad di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (4/3).
Mohammad menjelaskan, sebelum Irwandi Yusuf terjerat operasi tangkap tangan (OTT) oleh lembaga antirasuah, eks kombatan GAM sempat mengirimkan surat kepada KPK.
Advertisement
"Pada 3 April 2018, Gubernur (Irwandi) kirim surat kepada KPK untuk asistensi Pemprov Aceh," ujar Mohamad.
Menurut dia, Irwandi Yusuf ingin KPK hadir dalam persiapan pelantikan kepala dinas yang baru dipilih. Irwandi juga ingin KPK menyaksikan langsung penandatanganan pakta integritas oleh para pejabat Pemprov yang telah melalui seleksi rekam jejak.
"Agar KPK hadir dalam penyusunan strategi pencegahan korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa. Supaya proses tender tidak ada permainan," tegas Mohamad.
Sementara itu, Irwandi Yusuf mengaku telah membuat lembaga Tim Anti Korupsi Pemerintah Aceh (TAPA). Lembaga tersebut di luar dari pemerintah Provinsi Aceh yang dibuat pada 2008.
"2008 ada namanya lembaga TAPA, tim anti korupsi pemerintah Aceh, saya bentuk," ucap Irwandi.
Irwandi menyebut, dirinya terjerat kasus hukum di KPK karena melawan korupsi, kolusi dan nepostisme di Aceh. Menurutnya ada seorang pengusaha yang tidak berhasil menggarap proyek di Pemprov Aceh.
"Ironis ada pihak yang merasa tidak saya bantu proyek di Sabang senilai Rp 220 miliar harga proyek, ada pengusaha yang ikut, lokal, tapi dia didukung oleh tokoh di Jakarta oleh petinggi-petinggi kita dan kalah. Sakit hati ke saya, ditambah politis," ujar Irwandi.
Â
Suap dan Gratifikasi
Irwandi Yusuf didakwa melakukan dua tindak pidana yakni menerima suap dari Ahmadi sejumlah Rp 1 miliar dan menerima gratifikasi selama kurun waktu Mei 2017 hingga 2018. Gratifikasi pertama hanya diterima Irwandi sedangkan penerimaan gratifikasi kedua Irwandi menerima bersama orang kepercayaan sekaligus tim sukses Irwandi saat Pilgub Aceh, Izil Azhar.
Jaksa penuntut umum pada KPK menyebutkan, gratifikasi pertama diterima Irwandi sebesar Rp 8,7 miliar terkait proses lelang pengadaan barang dan jasa.
Atas perbuatannya, Irwandi didakwa Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo 65 ayat 1 KUHP.
Sementara penerimaan suap ia didakwa Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo 64 ayat 1 KUHP.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement