Sukses

Dwifungsi Dianggap Merusak Institusi TNI Secara Sistematis

Ranah sipil dan militer jelas dipisahkan sehingga tidak menimbulkan dwifungsi yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang.

Liputan6.com, Jakarta Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq menganggap tawaran perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) di jabatan sipil merusak institusi TNI. Ia mengatakan, ranah sipil dan militer jelas dipisahkan sehingga tidak menimbulkan dwifungsi yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang.

Dalam satu diskusi di kantor sekretariat nasional Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Menteng, Jakarta Pusat, bekas Ketua Komisi I DPR ini menyayangkan adanya usulan tentara aktif masuk ke ranah sipil. Menurutnya, tindakan seperti itu sama halnya merusak institusi TNI secara sistematik.

"Kalau punya pikiran menarik TNI masuk ke sipil bukan saja khianati reformasi tapi dia bekerja secara sistematik hancurkan institusi TNI," kata Mahfudz, Selasa (5/3).

Dia menegaskan, kendati pemerintah saat ini menawarkan sejumlah jabatan kepada sejumlah perwira aktif, tawaran itu tidak akan diambil dengan landasan sumpah setia jabatan tentara sebagai alat pertahanan negara.

Apalagi, imbuh Mahfudz, tentara sejatinya tidak dipersiapkan sebagai aparatur sipil melainkan aparatur pertahanan negara.

"Saya sangat tidak yakin para perwira bersedia menerima itu karena itu akan menggerus jati diri dan karakter mereka sebagai jati diri TNI. Mereka tidak disiapkan untuk aparatur sipil, mereka disiapkan untuk pertahanan negara," tandasnya.

 

 

 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Timbal Balik

Mantan Kepala Staf Umum TNI, Johannes Suryo Prabowo, meyakini ada maksud lain dari usulan dwi fungsi TNI yang dicetuskan Presiden Joko Widodo. Pemberian jabatan di ranah sipil, menurut Johannes secara tidak langsung memposisikan perwira hutang budi.

"Kalau arahnya kasih permen ke perwira itu sangat mungkin. Masa iya kamu enggak mau terima kasih sih ke saya," kata Johannes di tempat sama. 

Jika alasannya banyak perwira "menganggur" di institusi TNI, Johannes mengusulkan para perwira tersebut dipensiun dini dan disiapkan segala jaminannya ketimbang masuk ke jabatan publik.

Usulan itu tercetus setelah berkaca dari Korea Selatan. Menurut Johannes, para tentara negara ginseng tersebut akan mengajukan pengunduran diri jika dalam rentang waktu 5 hingga 10 tahun tidak ada kenaikan pangkat.

"Contoh Korea Selatan sudah sekian tahun tidak naik pangkat dia harus cuti, pensiun," ujarnya.

Sementara itu, meski para perwira ditawari jabatan sipil ia meyakini perwira tidak akan menerima tawaran tersebut dengan alasan sumpah setia jiwa korsa menjadi alat pertahanan negara. Para pati juga berhak menolak perintah atasan mereka jika merasa tawaran tersebut tidak mencerminkan sumpah setia institusi TNI.

"Tidak semua perintah atasan diikuti, jadi tidak usah khawatir. Saya masih yakin prajurit sekarang ini meski sudah dikasih gaji masih punya hati yang lebih bersih dari saya," tandasnya.

Sebelumnya, isu TNI masuk lembaga sipil dan menjadi dwifungsi kembali merebak setelah Presiden Jokowi mengumumkan akan menambah 60 pos jabatan baru untuk pati TNI. TNI berencana menambah pos jabatan baru bagi jabatan perwira tinggi di lingkup internal serta di kementerian dan lembaga. Jabatan baru ini salah satunya bertujuan menampung perwira tinggi yang bertumpuk di TNI.

Salah satu usulan adalah restrukturisasi dan merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan revisi UU TNI dianggap perlu karena ratusan perwira tinggi dan perwira menengah tanpa jabatan struktural.

Reporter: Yunita Amalia