Sukses


Mahyudin: Kebebasan Harus Taat Aturan

Wakil Ketua MPR DR. Mahyudin, ST., MM., menyatakan senang MPR bisa bekerjasama dengan GM FKPPI (Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI/Polri) Kota Bontang dalam melakukan sosialisasi Empat Pilar MPR.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua MPR DR. Mahyudin, ST., MM., menyatakan senang MPR bisa bekerjasama dengan GM FKPPI (Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI/Polri) Kota Bontang dalam melakukan sosialisasi Empat Pilar MPR.

“Ketika ada usulan kerjasama sosialisasi Empat Pilar MPR dengan FKPPI, langsung saya setujui,” ungkap Mahyudin di Ballroom Hotel Bintang Sintuk Kota Bontang, Provinsi Kalimantan Timur, Selasa (5/3/2019).

Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua MPR, Mahyudin, menyampai kata pengantar sekaligus membuka sosialisasi Empat Pilar MPR tersebut. Sosialisasi ini diikuti 400 peserta yang terdiri dari warga masyarakat dan para pelajar dari Kota Bontang. Bersama Mahyudin juga hadir sebagai narasumber dua anggota MPR dari Fraksi Golkar, yaitu Hetifah Sjaifudian dan Popong Otje Djundjunan.

Tokoh nasional asal Kalimantan Timur ini punya alasan kenapa kerjasama dengan FKPPI ini begitu penting. Karena, lanjut Mahyudin, orangtua mereka menjadi saksi sejarah, bagaimana kita mampu memperoleh kemerdekaan.

“Itu tidak mudah, banyak darah ditumpahkan, banyak air mata terkuras, dan banyak jiwa melayang untuk kita bisa seperti sekarang ini,” kata Mahyudin.

Pengorbanan yang diberikan oleh para pejuang kita itu, menurut Mahyudin, adalah bukti bahwa kemerdekaan tidak diperoleh secara gratis. Oleh karena itu, MPR dan FKKPI memiliki satu misi, yaitu mempertahankan yang kita miliki bersama, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai kapan pun.

Mahyudin kemudian menjelaskan makna kemerdekaan. Ia mengutip ucapan Bung Karno yang menyatakan, kemerdekaan itu jembatan emas. Dulu, sebelum merdeka, rakyat kita bodoh, mudah diadu domba karena miskin. Contoh penindasan dilakukan oleh Belanda adalah ditemukan kopi luwak, kopi yang sekarang harganya sangat mahal. Padahal penemuan itu secara tidak disengaja.

Sejarahnya, rakyat kita disuruh oleh Belanda untuk menanam kopi, tapi petani kita tidak boleh minum kopi. Untuk bisa menikmati kopi petani kita memungut biji kopi yang berasal dari kotoran binatang luwak. Ternyata kemudian harganya sangat mahal. Bahkan luwak sekarang malah dipelihara agar menghasilkan kopi.

Itulah penjajahan. Oleh karena itu, kata Mahyudin, masyarakat kita sepakat untuk merdeka. Sebagai jembatan emas untuk membawa kita dari bosoh menjadi pintar, dari miskin menjadi kaya, dari terbelenggu menjadi bebas.

“Malah sekarang terlalu bebas, padahal kebebasan itu harus taat aturan,” jelas Mahyudin.

Mahyudin menunjuk contoh, orang sekarang tak segan mencaci maki, menyebar berita hoax. Seperti kejadian di Surabaya, ada seorang ibu membawa anaknya melakukan bom bunuh diri. Apalagi menjelang Pemilu ini segala cara dihalalkan. Untuk itu, Mahyudin mengingatkan, agar jangan sampai kita kembali ke zaman jahiliyah.

Untuk itu, menurut Mahyudin, di sinilah perlunya Empat Pilar. Bahwa Indonesia bukan negara agama tapi negara beragama. Artinya, setiap penduduk Indonesia wajib beragama. Begitu pula kedaulatan, tolong gunakan dengan sebenar-benarnya.

“Jangan gunakan kedaulatan itu untuk korupsi,” ungkap Mahyudin. Mengingat sekarang banyak pejabat ditangkap KPK karena korupsi.

Juga dalam hal memilih pemimpin, Mahyudin menganjurkan, dalam memilih pemimpin pilihlah pemimpin yang disukai. Kalau suka O1 silahkan, suka 02 silahkan.

“Jangan sampai karena beda pilihan jadi pisah ranjang,” ujar Mahyudin.