Sukses

Berkaca Kasus Robertus Robet, UU ITE Dinilai Harus Dikaji Ulang

Aktivis Robertus Robet jadi tersangka atas kasus penghinaan institusi TNI.

Liputan6.com, Jakarta - Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Bivitri Susanti, meminta agar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dikaji kembali. Sebab, undang-undang ITE tersebut dinilai dapat menjerumuskan seseorang masuk keranah hukum seperti dosen dan aktivis HAM Robertus Robet.

Dia menjadi tersangka kasus dugaan menghina institusi TNI setelah videonya saat orasi di depan Istana Kepresiden pada acara Kamisan beredar.

"Ini sudah banyak menimbulkan korban. Sehingga saya kira ke depannya, memang harus ada review dari arah pembuat UU, karena Robert bukan yang pertama (jadi korban gara-gara UU ITE)," kata Bivitri di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2019).

Ia menceritakan, ada beberapa nelayan yang diamankan pihak berwajib karena tersandung UU ITE. Di mana, awalnya nelayan ini hanyalah korban usai diwawancarai oleh media.

"Tadi malam juga ada beberapa orang nelayan yang ditangkap karena UU ITE, dia diwawancara dan mengungkapkan kritik terhadap suatu pembangunan di Jakarta karena UU ITE. Baiq Nuril juga kena UU ITE, padahal dia korban," kata Bivitri.

Dia pun meminta agar UU ITE dicabut karena aturan tersebut lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.

"Saya kira sebaiknya UU ITE dicabut, tapi itu persoalan lain. Yang jelas, politik hukumnya harus jelas bahwa UU ITE ini, sebuah pemerintahan demokratis seharusnya berkomitmen, kalaupun belum dicabut, UU ITE ini jangan digunakan dulu sebelum direview dan dilihat plus minusnya. Banyak minusnya sih ya dari konteks demokrasi dan negara hukum," pungkas Bivitri.

Sementara itu, kasus yang menjerat Robertus Robet membuat para mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ikut bersikap. Tak terkecuali bagi Badan Eksekutif Mahasiswa UNJ yang sedang dipimpin oleh Muhammad Abdul Basit.

Basit yang ikut hadir dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil membacakan beberapa sikap BEM UNJ terhadap penangkapan sang dosen. Berikut poin penting sikap BEM UNJ yang dibacakan oleh Basit:

1. Menolak segala bentuk pembungkaman kebebasan berekspresi yang telah diatur dalam Pasal 28 E ayat (2) UUD 1945 Amandemen II dan Pasal 3 UU No. 39 tahun 1999.

2. Semua pihak wajib menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi , tidak menyebarkan hoax terhadap kasus ini serta mengedepankan aspek penegakan hukum yang berkeadilan dan jauh dari politisasi.

3. Mendesak pihak Kepolisian Republik Indonesia untuk memberikan Transparasi dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus ini, baik dalam proses menetapkan kasus tersangka, penangkapan dan barang bukti.*

4. Mendesak agar Dr Robertus Robet segera dibebaskan dari tuntutan hukum tanpa syarat.

 

 

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Robertus Robet Minta Maaf

Aktivis Robertus Robet menyampaikan permohonan maaf karena telah memplesetkan lirik lagu Mars ABRI. Permohonan maaf itu disampaikannya usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Kamis (7/3/2019).

"Oleh karena orasi itu saya telah menyingung dan dianggap menghina lembaga atau institusi. Saya pertama-tama ingin menyampaikan permohonan maaf," ucap Robet kepada awak media di Bareskrim Polri.

Robertus Robet mengakui, jika orang yang berada di video viral memang dirinya. Namun, Robet meluruskan. Ia tidak bermaksud menghina atau merendahkan TNI.

"Benar bahwa yang ada di orasi dan sempat menjadi viral adalah saya. Saya tidak bermaksud merendahkan institusi TNI yang sama-sama kita cintai," ujar Robet.

Selain menyampaikan pemintaan maaf, Robet berterima kasih karena telah diperlakukan dengan baik oleh kepolisian.

"Oleh karena peristiwa itu juga benar bahwa saya semalam telah diperiksa dan diamankan oleh pihak kepolisian. Saya diperlakukan dengan baik selama di dalam penahanan pihak kepolisian," tandas Robertus Robet.

Aktivis Robertus Robet jadi tersangka atas kasus penghinaan institusi TNI. Polisi menuturkan penetapan tersangka terhadap Robet sudah sesuai prosedur.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, pihaknya memiliki dua alat bukti permulaan yang cukup untuk menaikan tahap penyelidikan ke penyidikan.

"Pertama adalah dari pemeriksaan ahli. Kedua dari alat bukti berupa pengakuan yang bersangkutan," ucap Dedi, Jakarta, Kamis (7/3/2019).

"Yang bersangkutan sudah mengakui. Jadi konstruksi hukum perbuatan melawan hukum untuk Pasal 207-nya terpenuhi di situ," imbuh dia.

Dedi mengatakan, pihaknya menjerat Robertus Robet dengan Pasal 207 KUHP. Sebab, yang disampaikan tidak sesuai dengan data dan fakta dan justru malah mendiskreditkan.

 

Reporter: Ronald

Sumber: Merdeka