Sukses

MRT dan Upaya Membujuk Masyarakat Beralih ke Transportasi Umum

Pemprov DKI menjadikan MRT sebagai salah satu suksesor melerai kemacetan. Setelah beroperasi terlebih dulu Commuterline dan Transjakarta.

Liputan6.com, Jakarta Kereta Ratangga melaju ke arah Stasiun Fatmawati dari arah Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Para penumpang yang sedang duduk di kursi tunggu berjalan menuju peron layang di hadapan pintu gerbong.

Setelah masuk, sejumlah penumpang bergegas mengeluarkan kamera dan alat digital lainnya. Mereka terlihat melakukan video blogging ataupun sekadar berfoto untuk mendokumentasikan pengalaman menikmati moda transportasi umum termutakhir di Ibu Kota.

Uji coba Moda Raya Terpadu (MRT) sendiri dimulai pada 12 Maret 2019, gratis. Manajemen MRT membuka masa uji coba terbuka selama 12 hari sebelum nantinya dibuka untuk umum.

Antusiasme warga tak terbendung menyambut kehadiran MRT di Jakarta. Tak terkecuali Widya (27), salah seorang penumpang yang mengaku takjub pada Ratangga.

"Keren banget, soalnya kita kan termasuk yang telat ya pakai MRT. Terus udah gitu senang banget karena semakin banyak lagi pilihan moda transportasi," ujarnya kepada Liputan6.com usai ikut uji coba fase I di Jakarta, Rabu 13 Maret 2019.

Pemprov DKI menjadikan MRT sebagai salah satu suksesor melerai kemacetan. Setelah beroperasi terlebih dulu Commuterline dan Transjakarta.

Widya menyambut baik upaya tersebut. Berkat adanya MRT, menurutnya, sangat membembantu para pekerja yang setiap hari memadati penjuru kota.

"Cukup efektif (mengurai kemacetan), apalagi ini dekat kantor-kantor kan. Jadi kayaknya menarik banget gitu. Terus stasiunnya juga bagus-bagus kan, dan lumayan luas. Jadinya ini sangat membantu sih bagi pekerja kantoran," katanya menandasi.

 

2 dari 4 halaman

Kebiasaan Masyarakat Bisa Berubah

MRT tentu menjadi pilihan masyarakat menggunakan moda transportasi umum untuk mobilisasi. Ketersediaan MRT diharapkan bisa mengubah kebiasaan masyarakat yang gemar menggunakan transportasi pribadi dalam berkegiatan sehingga dapat menurunkan intensitas kendaraan di jalanan.

Menurut Sosiolog sekaligus Pengamat Transportasi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Badaruddin, perubahan kebiasaan masyarakat untuk menggunakan transportasi umum bisa terwujud, namun tidak cepat. Lantaran, terdapat aspek yang mempengaruhinya.

"Sepanjang memang MRT ini dibuat, pertama juga terkait dengan ekonomisnya. Kalau memang masyarakat melihat ini misalnya transportasi massa ini secara ekonomi menguntungkan, mungkin mereka akan mau menggunakan," katanya kepada Liputan6.com, Rabu (13/03/2019).

Kendati demikian, Badaruddin tak menampik pola pikir masyarakat yang enggan menggunakan kendaraan umum akan sulit diubah. Dia menilai, masyarakat lebih senang langsung menuju tempat tujuan tanpa terkendala dengan mobilisasi.

Untuk itu, kata Badaruddin, perlu adanya peraturan yang bisa meminimalisir jumlah pengendara kendaraan bermotor. Dia mengatakan, pemerintah daerah perlu membatasi produksi angkutan roda dua.

"Saya kira kebijakan itu harus komprehensif, misalnya sepeda motor mungkin harus dibatasi penggunaannya. sehingga tidak terus bertambah karena itung-itungan mereka sepeda motor itu lebih ekonomis secara biaya dan waktu juga. Kalau sepeda motor masih dibenarkan memasuki wilayah-wilayah katakanlah tempat pekerjaan dan sebagainya, saya kira itu mungkin agak susah juga," ujarnya.

Selain itu, integrasi antarmoda juga perlu menjadi perhatian. Badaruddin menilai, kendaraan yang sudah terhubung satu sama lain agaknya bisa mengantarkan masyarakat ke titik tujuan.

"Ini lagi-lagi harus ada semacam kegiatan-kegiatan yang dibuat oleh pemerintah daerah barangkali nantinya, itu membuat konektifitas transportasi publik ini. Sehingga nantinya mungkin bisa dibuat semacam link transportasi massa yang lewat, kira-kira angkutan itu bisa langsung ke tempat kerja atau pemukiman," ujar dia.

 

3 dari 4 halaman

Membatasi Park and Ride

Mengenai budaya masyarakat untuk beralih menggunakan moda transportasi umum, Direktur Utama PT MRT Jakarta, William Sabandar mengatakan munculnya MRT ini mendorong perubahan kebiasaan masyarakat dalam menggunakan kendaraan pribadi.

"Dari MRT ini, kita mengenalkan budaya baru untuk naik transportasi umum," ujar William saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (13/3/2019).

Selain itu, dalam prakteknya MRT juga meminimalisir pengguna kendaraan bermotor. Hal itu dimulai dari pembatasan penyediaan lahan parkir di sekitaran stasiun.

Menurut dia, nantinya memang akan disediakan lahan parkir bagi pengguna MRT. Namun hanya di stasiun tertentu, misalnya di stasiun luar kota saja.

"Untuk lahan parkir itu akan dibuat paling di sekitar luar kota saja, atau di sekitar selatan seperti stasiun Fatmawati. Karena kalau di semua stasiun, nanti masyarakat malah naik kendaraan pribadi semua." Jelas William.

Ditemui terpisah, Kepala Divisi Corporate Secretary PT MRT Jakarta, Muhammad Kamaluddin menyatakan soal keunggulan yang ditawarkan MRT dalam menarik minat penumpang menggunakan transportasi umum. Khususnya soal kecepatan dan ketepatan waktu MRT Jakarta.

"Perbedaan karakteristik MRT Jakarta dengan transportasi publik lainnya tentunya jelas karena MRT Jakarta menggunakan sistem operasi otomatis. Itu memberikan tingkat jaminan yang lebih tinggi untuk ketepatan waktu," ujar Kamal saat dihubungi, Rabu (13/3/2019).

 

4 dari 4 halaman

Waktu Tempuh 30 Menit

Dalam pengoperasiannya, perjalanan MRT Jakarta sepanjang 16 Kilometer yang melewai 13 stasiun dapat ditempuh dalam waktu 30 menit saja.

Keunggulan dari segi waktu ini tentunya mempermudah masyarakat ketika harus mobilisasi secara cepat. Kamal mengatakan penumpang tidak perlu khawatir dan memaksakan diri berdesak-desakan karena kereta akan datang setiap 10 menit sekali.

Kamal membahas soal fasilitas layanan stasiun yang dilengkapi elevator, eskalator, tangga darurat, dan layanan pendukung seperti ruang menyusui dan toilet disabilitas yang ramah bagi semua penumpang. MRT Jakarta juga mengutamakan aspek keamanan dan keselamatan penumpang dengan pembatas kaca yang terletak di sisi peron.

"Belum lagi dari sisi safety ketika menaiki MRT kan sudah dilengkapi dengan platform screen door atau pintu tepi peron yang memberikan batas antara kereta dengan penumpang," katanya.

Menurut Kamal, hasil survei yang dilakukan MRT bersama konsultannya, menunjukkan faktor pengaruh minat masyarakat naik kendaraan umum bukan hanya soal tarif. Dalam hal itu, MRT Jakarta sudah menyediakan layanan dan keunggulan lain yang diyakini dapat meningkatkan minat masyarakat menggunakan transportasi publik.

"Memang kalau kita lihat hasil survei yang dilakukan oleh MRT Jakarta bersama konsultan waktu itu, faktor paling tinggi penentu keinginan beralih bagi masyarakat itu bukanlah tarif," ujar Kamal.

 

(Liputan6.com/Dewi Larasati dan Rifqy Aufal Sutisna)Â