Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memastikan pihaknya akan kooperatif dan bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap kasus seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama.
"Kementerian Agama sepenuhnya akan kooperatif dengan penanganan hukum oleh KPK agar kasus ini dapat segera diselesaikan secara tuntas dan cepat, dan memberikan dukungan dan akses seluas-luasnya untuk KPK," kata Lukman saat memberikan keterangan persnya di kantor Kemenag, Jakarta, Sabtu (16/3/2019).
Menurut Lukman, pihaknya juga akan menyampaikan data, informasi, dan bukti yang dibutuhkan KPK untuk menuntuaskan kasus tersebut.
Advertisement
"Dengan menyampaikan berbagai data, informasi, dan bukti yang relevan dan diperlukan untuk kepentingan penyelidikan oleh KPK.
Lukman menegaskan sikap ini merupakan komitmen Kemenag untuk mencegan kasus serupa tidak terjadi di kemudian hari.
"Hal ini merupakan bagian dari komitmen Kementerian Agama untuk bekerjasama dengan aparat penegak hukum, baik dalam pencegahan maupun penindakan tindak pidana korupsi," ucap Lukman.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
3 Tersangka
Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Romi sebagai tersangka kasus suap seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama pada 2018-2019.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan tiga orang jadi tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dalam jumpa pers di KPK, Sabtu (16/3/2019).
Selain Romahurmuziy, KPK juga menetapkan dua orang lainnya yaitu Kepala Kantor Kemenag Gresik Muhammad Muafaq dan Kepala Kanwil Kementerian Agama, Jawa Timur Haris Hasanuddin.
Laode mengatakan, sebagai pihak penerima suap, Romahurmuziy dan kawan-kawan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, MFQ disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, sebagai pihak yang diduga pemberi, HRS disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Advertisement