Liputan6.com, Jakarta - Meski mulai Senin depan, 25 Maret 2019, angkutan Moda Raya Terpadu (MRT) sudah beroperasi secara normal, hingga kini belum jelas berapa tarif yang akan dibayarkan penumpang. Padahal, sehari sebelumnya atau Minggu 24 April, moda ini akan diresmikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Kabar terakhir, tarif MRT belum akan diketahui sampai peresmian oleh Presiden. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku baru akan mengumumkan tarif MRT Jakarta pada Senin 25 Maret 2019 atau sehari setelah diresmikan.
Baca Juga
"Senin akan ada Rapimgab. Insyaallah pada saat itu ditetapkan (tarif)," kata Anies di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jumat (22/3/2019).
Advertisement
Anies mengatakan, besaran tarif akan disesuaikan dengan jarak tempuh pengguna. Penumpang dikenakan Rp 1.000 per-kilometer. Angka itu nanti menjadi tabel harga.
"Dari Stasiun Lebak Bulus kemudian sampai Stasiun Blok M itu berapa. Dari Stasiun Senayan sampai Bundaran HI berapa. Harganya nanti antarstasiun. Kalau dirata-rata total itu Rp 10.000," ucap dia.
Ia menjelaskan, Moda Raya Terpadu (MRT) sampai dengan 31 Maret 2019 masih beroperasi secara nonkomersial. Itu artinya warga bisa menaiki secara cuma-cuma.
"Ini bukan fase uji coba. Uji cobanya sudah selesai bulan lalu. Ini adalah fase operasi nonkomersial.
Setelah itu berakhir, pengguna akan dikenakan tarif. Anies mengatakan, dalam pelaksaannya nanti hampir mirip dengan Transjakarta.
"Masyarakat nanti menerima kartu seperti juga kalau naik bus TJ. Dan kartu itu Jak Lingko, nanti akan didebet dikurangi. Jadi cara pelaksanaannya seperti itu," terang Anies.
Keterangan ini sekaligus menafikan ucapan Anies dan Ketua DPRD DKI sebelumnya. Selasa lalu, Anies meminta anggota DPRD DKI Jakarta untuk segera menyetujui tarif MRT dan light rail transit (LRT). Diharapkan, tarif tersebut sudah diputus sebelum diresmikan Presiden Jokowi.
"Tadi saya sudah ngomong juga dengan Pak Pras (Ketua DPRD DKI), nanti insyaallah diputuskan sebelum 24 (Maret 2019)," kata Anies di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta Pusat, Selasa (19/3/2019).
Di lokasi yang sama, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menyatakan keputusan tarif MRT dan LRT saat ini masih dibahas di Komisi B dan Komisi C. Kendati begitu, Politisi PDI Perjuangan ini menyakini tarif telah ditetapkan sebelum peresmian.
"Sebelum (24 Maret 2019) ini, selesai," ucap Prasetyo.
DPRD DKI Jakarta sendiri hingga saat ini belum memutuskan besaran tarif yang akan dikenakan terhadap penumpang kereta cepat MRT. Bahkan, rencananya baru akan ada keputusan pada Senin pekan depan.
"Belum (diputus tarif MRT). Tadinya, besok kita mau rapat bahas lagi finalisasi, tapi ternyata batal. Jadi diputuskan Senin nanti ada rapim," kata Ketua Komisi C DKI Jakarta, Santoso di Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2019).
Rencananya Komisi B dan C DPRD DPRD DKI akan rapat dulu memutuskan besaran tarif MRT itu, setelah selesai berapa ongkos MRT itu pihaknya ajukan hasilnya ke Rapat Pimpinan Gabungan (Rapimgab).
Santoso pun memastikan pada Senin mendatang pihaknya rampung memutus besaran tarif Ratangga itu. Menurutnya, tak menjadi masalah bila diresmikan, namun belum ada tarif yang resmi, karena saat ini masih gratis.
Santoso melanjutkan, jika MRT Jakarta telah diresmikan, namun tetapi tarif belum juga muncul, maka MRT bisa tetap digratiskan selama menunggu keputusan tarif.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Gratis untuk Warga DKI?
Mungkin karena sudah memprediksi kalau tarif MRT tak akan terwujud hingga saat peresmian, Gubernur Jakarta Anies Baswedan pun memperpanjang layanan nonkomersil MRT hingga akhir Maret 2019. Hal ini dikarenakan penentuan tarif antara Pemprov DKI dan DPRD DKI belum mencapai kata sepakat.
"Seperti yang saya sampaikan, MRT operasioanal terus jalan, tapi secara komersial baru akan 1 April. Warga masih bisa gunakan secara cuma-cuma sampai 31 Maret hanya saja dibatasi jamnya sampai pukul 4 sore," kata Anies usai mencoba jalur integrasi MRT di Halte Istora Senayan, Jakarta, Kamis 21 Maret 2019 malam.
Sejak diluncurkan sebagai layanan percobaan, MRT Jakarta Fase 1 rute Bundaran HI-Lebak Bulus diketahui terkendala polemik penentuan harga. Gubernur Anies menyatakan harga ditetapkan berdasar jarak tempuh yang dirata-rata sekitar Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu, per penumpang berdasar seberapa jauh penggunaannya. Namun, DPRD DKI menilai harga tersebut terlampau tinggi.
"Seperti saya bilang kemarin karena tarif per km tapi harganya per stasiun, stasiun A ke B berapa, B dan C nanti itu harganya nanti diitung rata-rata maka keluar ratanya Rp 1.000/km dan kalau dirata keseluruhan Rp 10 ribu," jelas Anies.
Di sisi lain, Anies menolak anggapan subsidi tarif MRT Jakarta memberatkan APBD. Menurutnya, angka senilai Rp 572 miliar untuk MRT dan Rp 327 miliar untuk LRT adalah wajar untuk operasional di masa pengenalan.
"Nantinya ada business development, ini kan fase awal tentu secara biaya masih besar di pemerintah, tapi kemudian tentu ada pengembangan kegiatan usaha," kata Anies usai mencoba jalur integrasi MRT di Halte Istora Senayan, Jakarta, Kamis 21 Maret 2019, malam.
Anies Baswedan meyakini, pemasukan DKI dari sektor transportasi publik teranyar ini akan signifikan, khususnya melalui tiket penumpang. Selain itu, hal tak kalah penting adalah akan ada beban biaya ekonomi membengkak bila terus mempermasalahkan subsidi.
"Betapa besarnya kemacetan terjadi bila kita tak lakukan subsidi dan memunculkan moda transportasi massal seperti MRT, ongkosnya tidak hanya dalam hitungan perusahaan saja tapi juga ongkos ekonominya," tegas Anies.
Dia percaya bila ke depan kebutuhan akan MRT dan LRT Jakarta semakin masif, maka hal itu akan bedampak pada angka subsidi pemerintah yang berangsur bisa ditekan.
"Jadi akan ada fase kedua, lalu fase Barat-Timur. Nantinya ketika MRT-LRT jangkauanya luas maka yang disebut angka PSO (public service obligation) semakin kecil," Anies menutup.
Besaran tarif subsidi transportasi MRT dan LRT disebut Ketua Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi bisa ditambah. Caranya, dengan memakai APBD Perubahan DKI 2019.
"Kalau (subsidi) kurang, nanti di (APBD) perubahan diajukan," ujar Suhaimi saat dihubungi, Kamis (21/3/2019).
Saat ini, Pemprov DKI mengalokasi subsidi tarif untuk masing-masing moda transportasi tersebut senilai Rp 572 miliar untuk MRT dan Rp 327 miliar untuk LRT. Angka tersebut berpatok pada rencana tarif rerata MRT Rp 10.000 per penumpang dan Rp 6.000 per penumpang untuk LRT.
Selain tambahan subsidi, lanjut Suhaimi, Komisinya tengah mengusulkan tarif gratis untuk moda transportasi tersebut khusus bagi warga ber-KTP DKI. Alasannya, sebagai stimulasi warga Ibu Kota agar berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
"Rekomendasi akan disampaikan ke pimpinan DPRD DKI untuk kemudian diputuskan dalam rapat pimpinan gabungan (rapimgab)," lanjut Suheimi.
Advertisement
Rekomendasi Tarif Ala DPRD
Rapat internal Komisi B DPRD DKI Jakarta menghasilkan sejumlah rekomendasi terkait besaran tarif MRT dan LRT. Di antaranya, tarif MRT dipatok Rp 10.000 per penumpang, sedangkan LRT Rp 6.000 per penumpang.
Ketua Komisi B DPRD DKI Abdurrahman Suhaimi mengatakan, tarif tersebut berlaku untuk warga luar Ibu Kota alias bukan ber-KTP Jakarta. Sementara untuk warga Jakarta pihaknya merekomendasikan agar digratiskan hingga akhir 2019.
"Jadi begini, kami menyetujui usulannya Pemprov DKI Jakarta untuk tarif Rp 10.000 dan Rp 6.000 itu kan berlaku umum. Usulan kedua yaitu untuk warga DKI sampai akhir tahun digratiskan," ujar Suhaimi di Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Dia menuturkan, rekomendasi besaran tarif tersebut sudah diserahkan Komisi B kepada pimpinan DPRD DKI yang nantinya bakal dibahas di dalam rapat pimpinan gabungan (rapimgab).
Suhaimi pun menjelaskan alasan Komisi B mengusulkan penggratisan MRT dan LRT bagi warga Jakarta. Menurut dia, kebijakan itu bertujuan untuk membiasakan masyarakat Ibu Kota agar berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi massal.
"Jadi kami berharap itu masyarakat DKI menikmati dulu. Biar terbiasa dengan transportasi massal yang baru ini sekaligus untuk mengukur kira-kira tingkat keberpindahan masyarakat dari mobil pribadi ke transportasi masal itu sampai seberapa. Nah, itu di antara alasan-alasannya," kata dia.
Ia mengatakan, tarif MRT dapat digratiskan minimal satu tahun sejak beroperasi untuk publik secara resmi. Menurut Suhaimi, gratisnya MRT ataupun LRT justru membuat ekonomi masyarakat bergerak.
"Enggak, karena itu kan diambil dari pajak. Artinya jsutru masyarakat akan bergerak. Kedua, dari sisi pariwisata akan jalan berarti ekonomi jalan orang berdatangan mondar-mandir gratis. Sehingga akan naik lagi," jelas dia.
Gubernur Anies Rasyid pun langsung menanggapi usulan Komisi B DPRD DKI Jakarta mengenai tarif MRT digratiskan. Menurut dia, digratiskannya tarif MRT maupun LRT tidak dimungkinkan.
"Rasanya enggak mungkin," ujar Anies di Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Rabu (20/3/2019).
Menurut dia, dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta terbatas. Sementara, penetapan tarif MRT dan LRT maupun besaran subsidi masih dalam pembahasan di DPRD.
Ia menjelaskan, tarif MRT fase I rute Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI) ini berbeda dengan tarif moda transportasi lainnya. Tarif MRT menyesuaikan jarak tempuhnya, jadi tiap titik keberangkatan dan kedatangan itu nanti akan menentukan berapa besarannya.
Namun, kata Anies, secara umum rata-rata tarif yang diajukan ke DPRD DKI sekitar kurang lebih Rp 1.000 rupiah per kilometer. Menurut dia, penetapan tarif mempertimbangkan ability to pay (ATP) dan wilingness to pay (WTP).
"Itu semua sudah dimasukkan. Dan termaksud bila harus menggunakan kendaraan pribadi. Berapa biaya yang harus dikeluarkan jadi sudah dimasukkan semua faktor itu," jelas Anies.
Lantas, solusi apa yang akan didapat pada Senin mendatang? Besar kemungkinan DPRD dan Gubernur Anies akan tetap pada usulannya masing-masing. Jika itu terjadi, maka bukan tak mungkin penentuan tarif MRT dan LRT bakal kembali molor.
Jadi, apakah moda transportasi baru Jakarta ini akan berbayar atau gratis?