Sukses

Menang Gugatan Lawan Perusahaan Tambang Asing, RI Selamatkan Rp 18 T

Kasus bermula saat para penggugat menuduh pemerintah Indonesia dalam hal ini Bupati Kutai Timur melanggar perjanjian bilateral investasi (BIT) RI-UK dan RI-Australia.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memenangkan gugatan arbitrase internasional yang dilayangkan dua perusahaan tambang asing yakni Churchill Mining Plc dari Inggris dan Planet Mining Pty Ltd dari Australia.

Dengan begitu, pemerintah RI telah menyelamatkan dana klaim sebesar USD 1,3 miliar atau sekitar Rp 18 triliun.

Putusan tersebut telah dikeluarkan oleh Komite Pusat Internasional Penyelesaian Perselisihan Investasi atau International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington DC, Amerika Serikat pada 18 Maret 2019. ICSID menolak semua permohonan annulment of the award atau permohonan pembatalan putusan yang diajukan para penggugat.

"Kemenangan yang diperoleh pemerintah Indonesia dalam forum ICSID ini bersifat final, berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan para penggugat," ujar Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly di kantornya, Jakarta, Senin (25/3/2019).

Kasus bermula saat para penggugat menuduh pemerintah Indonesia dalam hal ini Bupati Kutai Timur melanggar perjanjian bilateral investasi (BIT) RI-UK dan RI-Australia.

Pelanggaran dimaksud adalah melakukan ekspropriasi tidak langsung dan prinsip perlakuan yang adil dan seimbang melalui pencabutan Kuasa Pertambangan atau Izin Usaha Pertambangan Eksploitasi (KP/IUP Eksploitasi) anak perusahaan para penggugat (empat perusahaan Grup Ridlatama) seluas sekitar 350 ribu meter persegi, di Kecamatan Busang pada 4 Mei 2010.

Para penggugat mengklaim bahwa pelanggaran itu telah menimbulkan kerugian terhadap investasinya di Indonesia, dan mengajukan gugatan sebesar USD 1,3 miliar atau sekitar Rp 18 triliun.

Gugatan ini sejatinya telah dimentahkan Tribunal ICSID pada 6 Desember 2016. Tribunal yang terdiri dari Gabrielle Kaufmann-Kohler, Michael Hwang SC, dan Albert Jan van den Berg menolak semua klaim yang diajukan penggugat terhadap Indonesia. Tribunal ICSID saat itu juga mengabulkan klaim Indonesia untuk mendapatkan penggantian biaya berperkara (award on costs) sebesar USD 9,4 juta.

Tribunal ICSID menerima semua argumen dan bukti yang diajukan pemerintah Indonesia yang membuktikan adanya pemalsuan dokumen oleh para penggugat. Setidaknya ada 34 dokumen palsu yang diajukan para penggugat pada proses persidangan tersebut.

"Tribunal ICSID sepakat dengan argumentasi pemerintah Indonesia bahwa, investasi yang bertentangan dengan hukum tidak pantas mendapatkan perlindungan dalam hukum internasional," tutur Yasonna.

 

2 dari 2 halaman

Kemenangan Final

Tak terima dengan keputusan itu, dua perusahaan tambang asing asal Inggris dan Australia itu kembali mengajukan permohonan pembatalan putusan (annulment of the award) berdasarkan Pasal 52 Konvensi ICSID.

Argumentasi yang diajukan para penggugat adalah, bahwa Tribunal ICSID dianggap telah melangkahi kewenangan (ultra vires), telah terjadi penyimpangan yang serius dari aturan prosedur yang mendasar, dan putusan dianggap gagal menyatakan alasan yang menjadi dasar putusan.

Namun akhirnya setelah melalui perjuangan panjang, Komite ICSID pada 18 Maret 2019 menegaskan kemenangan Indonesia melalui sebuah putusan yang final dan berkekuatan hukum tetap (decision on annulment).

"Perlu digarisbawahi bahwa kemenangan ini adalah prestasi luar biasa bagi pemerintah Indonesia yang dicapai melalui koordinasi, dukungan, dan kerjasama dari instansi-instansi terkait," ucap Yasonna.

Dengan kemenangan ini, pemerintah Indonesia terhindar dari klaim sebesar USD 1,3 miliar atau sekitar Rp 18 triliun. Selain itu, penggantian biaya perkara sebesar USD 9,4 juta merupakan yang terbesar yang pernah diputus Tribunal ICSID.

Putusan itu tercatat sebagai kemenangan pertama yang dicapai pemerintah Indonesia di Forum ICSID di Washington DC, Amerika Serikat. Kemenangan itu bukti bahwa pemerintah Indonesia membuat perlakuan yang seimbang dan adil terhadap investor asing.

"Dan juga bukti bahwa pemerintah Indonesia memiliki kedaulatan dalam pengelolaan di bidang pertambangan," kata Yasonna menandaskan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Â