Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi mengatakan, ada berbagai jenis ancaman pada saat Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, salah satunya yakni ancaman siber. Menurutnya, ancaman itu saat ini sedang dihadapi oleh masyarakat.
"Ancaman yang dihadapi sebuah negara tidak hanya ancaman fisik atau militer. Melainkan juga tidak kasat mata atau non fisik, kenal sebagai ancaman non militer. Salah satu bentuknya adalah ancaman serangan siber," kata Djoko saat memberikan sambutan di hadapan peserta 'Rakornas Bidang Kewaspadaan Nasional Dalam Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019' di Hotel Grand Paragon, Jakarta Barat, Rabu (27/3/2019).
Baca Juga
Ia berpendapat, ancaman siber saat ini bisa menyebabkan lumpuhnya sebuah negara. Tak hanya itu juga bisa juga mengganggu privasi individu seseorang.
Advertisement
"Seperti serangan siber yang melumpuhkan Estonia tahun 2007. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa pelaksanaan Pemilu 2019 di Indonesia tidak luput dari adanya potensi ancaman serangan siber ini," ucap Djoko.
Djoko menjelaskan, serangan siber pada saat pemilu ini pernah terjadi pada Pemilu 2004 yang lalu. Saat itu, situs resmi KPU diserang dengan menggunakan teknik deface. Pelaku serangan siber mengubah tampilan situs KPU.
Deface merupakan teknik mengganti atau menyisipkan file pada server, teknik ini dapat dilakukan karena terdapat lubang pada sistem keamanan yang ada di dalam sebuah situs atau aplikasi.
"Mayoritas serangan siber pada pemilu menggunakan teknik tersebut. Di samping menggunakan teknik Distributed Denial of Service Dos, yaitu mengganggu lalu lintas internet dengan menggunakan paket yang besar secara terus menerus sehingga layanan terganggu, bahkan dapat terhenti," tambah Djoko.
Serangan Micro
Selain itu, ia menyebut, serangan siber juga tak hanya menyerang sistem teknologi informasi yang digunakan. Melainkan juga menyerang penyelenggara, peserta pemilu dan peserta kampanye.
"Ini merupakan serangan micro, di mana target adalah peserta pemilu sampai peserta kampanye. Misalnya dengan cara menargetkan data peserta ataupun konstituen pemilu. Data atau informasi peserta yang bersifat privat dicuri dan dimanfaatkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu," sebutnya.
Reporter: Nur Habibie
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement