Liputan6.com, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, seseorang yang mengajak warga tidak memilih alias golput (golongan putih) pada Pemilu 2019 bisa dipidana. Mereka bisa dijerat dengan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) atau Undang-Undang tentang Pemilu.
"Kalau mengajaknya menggunakan sarana media elektronik, UU ITE bisa digunakan untuk menjerat seseorang sesuai dengan perbuatan berdasarkan fakta hukum yang betul-betul peristiwa itu terjadi," ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Pidana untuk seseorang yang mengajak pihak lain golput juga tertuang pada UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Advertisement
"Di dalam UU Pemilu juga sudah diatur ada Pasal 510 kalau nggak salah. Barang siapa yang menghalangi atau menghasut seseorang untuk tidak memenuhi hak pilih bisa dipidana dan didenda juga," tutur Dedi.
Nantinya, lanjut dia, penyidik akan mengkaji lebih dulu unsur pelanggaran yang dilakukan terkait ajakan golput. Nantinya penyidik akan menyusun konstruksi hukum berdasarkan fakta dan bukti yang ditemukan untuk menentukan apakah kasus tersebut termasuk pelanggaran pemilu atau pidana.
"Jadi tergantung perbuatannya dulu, kedua tergantung sarana yang digunakan, itu bisa dijerat di situ. Penyidik akan melihat dulu perbuatannya, fakta hukumnya, sesuai dengan alat bukti yang ditemukan penyidik baru habis itu disusun konstruksi hukumnya, masuk dalam KUHP kah, (pelanggaran) Pemilu kah, ITE kah, itu sangat tergantung peristiwa tersebut," jelas Dedi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, pihak yang mengajak warga untuk tidak memilih dalam pemilu atau golput bisa dipidana. Mereka juga dikategorikan sebagai pengacau pemilu.