Liputan6.com, Hong Kong - Industri garmen Hongkong pernah berjaya di era 1980-1990-an. Saat itu sejumlah produk garmen Hongkong sangat mendominasi pasar negara-negara Asia. Produk garmen Hongkong, berupa pakaian atau bahan-bahan lainnya juga membanjiri Indonesia kala itu. Kalimat "made in Hongkong" sangat familiar di telinga.
Cukup beralasan, kala itu sentra-sentra industri garmen bertebaran di negara koloni Inggris ini. Jumlah buruh melimpah dan juga murah. Tak hanya garrmen, industri tekstil yang merupakan bahan baku pakaian juga mudah ditemukan di Hongkong kala itu.
Namun, zaman berubah. Masa berganti. Kondisi politik memaksa Hongkong harus kembali ke pangkuan 'ibu kandungnya' China setelah puluhan tahun "dididik" oleh Inggris. Pada 1 Juli 1997 Hongkong resmi kembali menjadi bagian China.
Advertisement
Konstalasi industri di Hongkong pun berubah. Sejumlah pabrik memilih mengalihkan operasionalnya ke China. Selain sumber daya yang lebih banyak, biaya buruh di China dianggap lebih murah daripada di Hongkong. Gedung-gedung yang dulunya jadi sentra garmen atau tekstil akhirnya kosong ditinggalkan penghuninya. Mangkrak dan terbengkalai.
Salah satu gedung yang kosong karena pindah ke China adalah pabrik tekstil milik Nan Fung di Pak Tin par Street, Tsuen Wan. Tiga tower yang dibangun pasca Perang Dunia kedua yang dulunya pusat industri tekstil puluhan tahun dibiarkan terbengkalai.
Kondisi ini menjadi sorotan pemerintah Hongkong yang lantas kemudian meminta gedung-gedung bekas pabrik tersebut dimanfaatkan. Pihak Nan Fung pun merespons dengan menyulap kawasan tersebut menjadi The Mills, sebuah destinasi wisata alternatif bagi wisatawan yang jenuh dengan wisata mainstream yang ada di Hongkong.Â
Nan Fung yang merupakan salah satu perusahaan properti kenamaan di Hongkong merogoh kocek hingga 700 juta dolar Hongkong (HKD) untuk merenovasi Mills.
Â
Belum Setahun
Liputan6.com bersama tim media atas undangan Hongkong Tourism Board (HKTB) berkesempatan menyusuri langsung jejak-jejak kejayaan industri garmen dan tekstil di Hong Kong.Â
Berada di pinggiran Kota Hongkong, hanya butuh waktu 20-30 menit perjalanan dengan bus dari Bandara Internasional Hong Kong. Sesaat sebelum tiba 45 Pak Tin par Street, Tsuen Wan, lokasi dimana The Mills berada kita akan banyak menemui gedung-gedung tua dengan balutan jaring warna hijau mengelilingi bangunan.
"Itu adalah tempat-tempat industri atau pabrik yang sekarang kosong," ujar Charolus Chui, fasilitator atau tour guide yang menmeani tim media, Selasa 26 Maret 2019.
Sepanjang kawasan tersebut banyak ditemui bekas bangunan yang dulunya adalah pabrik. Jika gedung itu masih digunakan, biasanya sudah beralih fungsi menjadi tempat usaha kecil menengah lainnya.
Tiba di Mills, aroma cat renovasi masih cukup kuat. Wajar saja, The Mills baru dibuka akhir 2018 usai proses revovasi selama kurang lebih 4 tahun. Kawasan ini terdiri dari tiga bangunan (tower) dengan ketinggian 3 dan 5 lantai.
Di gedung pertama, kita akan menemui sejumlah karya seni yang menggambarkan Mills jaman masih menjadi pabrik. Ada juga lukisan dan foto yang menggambarkan kondisi bekas pabrik tekstil ini.
Sayangnya, tak banyak yang bisa dieksplore untuk bisa mengurai detail kondisi pabrik tekstil Hongkong masa lalu ini. Sejumlah peralatan yang dulunya digunakan, sudah tidak ada atau dipindah. Pengunjung hanya bisa menikmati proses penenunan kain di hari-hari tertentu untuk penggambaran kisah pabrik di masa lalu.
Terlepas dari itu, tempat ini masih cukup menarik untuk jadi destinasi alternatif, heritage untuk mengenang sejarah industri Hongkong masa lalu. Pengunjung bisa bersantai menikmati karya seni yang ada sambil konkow di sejumlah cafe atau tempat makan yang ada di kawasan ini.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:Â
Advertisement