Liputan6.com, Jakarta - Surjati T Budiman merasa ada transaksi ilegal dalam rekeningnya di Citibank, cabang Landmark, Jakarta Selatan. Nasabah Citigold ini menemukan ada kejanggalan transaksi sebesar Rp 90.900.000 pada 10 Maret 2010, dan Rp 105 juta pada 24 Maret 2010. Ia pun melaporkan kasusnya ini kepada pihak bank.
Mendapatkan laporan itu, Citibank menggelar audit internal untuk menelusuri kejanggalan dalam rekening nasabah tajir tersebut. Hasilnya diketahui, Inong Malinda Dee yang kala itu menjabat Senior Relation Manager Citigold Citibank telah melakukan pemindahbukuan dan pentransferan dana tanpa ada perintah atau permintaan dari sang pemilik rekening.
Baca Juga
Dalam Sejarah Hari Ini (Sahrini) Liputan6.com, mencatat, modus yang digunakan Malinda dalam mengeruk isi tabungan nasabah seolah berlangsung normal. Dia meminta tandatangan sang nasabah dalam formulir transfer yang masih kosong atau formulir itu ditandatanganinya sendiri.
Advertisement
Tak hanya itu, dia juga mengisi formulir dengan data-data tak sah alias palsu. Data itu terdiri dari nama nasabah pengirim, penerima, nominal uang hingga isi pesan. Semua diisi oleh Malinda sehingga seakan nasabah itu yang melakukan transkasi.
Setelah data dinyatakan lengkap, formulir transfer itu lantas diserahkan ke bagian teller Citibank untuk diproses transaksinya. Usai transfer sukses dilakukan, Malinda menikmati hasil kejahatannya untuk keperluan pribadi. Tak hanya itu, sebagai dananya juga dikirim ke rekening adiknya Visca Lovitasari dan rekening suami sirinya, Andhika Gumilang.
Malinda memang dikenal dekat dengan para nasabah Citigold. Untuk mendapatkan kepercayaan mereka, wanita seksi ini memberikan pelayanan istimewa kepada nasabah. Mereka diperlakukan sangat baik di ruangan khusus di kantor Citibank.
Sikap ini tak hanya berlangsung dalam waktu singkat. Malinda Dee melakukan pendekatan hingga puluhan tahun hingga nasabahnya sangat percaya.
Ditangkap di Apartemen
Sebanyak delapan penyidik dari Direktorat Ekonomi Khusus Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri menyambangi sebuah apartemen di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu 30 Maret 2011. Kedatangan mereka untuk menangkap Malinda Dee, yang diduga pembobol dana nasabah Citibank.
"Dia ditangkap di apartemen oleh 8 penyidik," kata Juru Bicara Mabes Polri Anton Bachrul Alam di kantornya, Kamis 31 Maret 2011.
Saat ditangkap dan digelandang ke Bareskrim Polri, suami Malinda yang merupakan seorang artis muda, Andhika Gumilang, ikut menemaninya. Namun Anton membantah jika Andika juga dijadikan tersangka.
Pasalnya, menurut pengakuan Andhika, tidak mengetahui tindak pencucian uang yang dilakukan Malinda. "Andhika hanya tahu kalau Malinda kerja di bank dan uangnya banyak. Dia akan diperiksa sebagai saksi," tegasnya.
Saat menjadi suaminya, Andhika diberikan sebuah rumah mewah yang diduga berada di bilangan Tebet, Jakarta Selatan dan sebuah mobil Hammer H3 berwarna putih dengan nomor polisi B 18 DIK. Malinda juga diduga memiliki aset berupa apartemen di luar negeri seperti Inggris dan Australia.
Usai diperiksa, Malinda ditetapkan menjadi tersangka. Dia kemudian dimasukkan ke dalam tahanan Bareskrim Mabes Polri. Tim penyidik menyita dokumen-dokumen transaksi, mobil Hummer-3 Luxury Sport Utility B 18 DIK yang dikendarai suaminya. Juga Mercedez Benz yang digunakan anaknya.
Menurut Anton, polisi mencokok Malinda setelah menerima laporan para nasabah Citibank. Dia disebut dengan sengaja melakukan kejahatan dengan mengaburkan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa slip transfer penarikan dana pada rekening nasabahnya.
Tak bersalang sebulan, Polri menangkap suami sirinya, Andhika Gumilang pada 26 April 2011. Penangkapkan itu berlangsung sekitar pukul 14.30 WIB.
Usai ditangkap, Polri langsung memeriksa Andhika sebagai tersangka dan rencananya ditahan atas dugaan menerima dana transfer ke rekening miliknya dari Inong Melinda Dee sekitar Rp 311 juta.
Aliran dana haram milik nasabah Citigold juga mengalir ke sejumlah kerabatnya. Usai Andhika, polisi menyasar adik Malinda Dee yang bernama Fiska.
Fiska ditangkap di kantornya pada Kamis 28 April 2011. Dia diduga menerima aliran dana berjumlah miliaran rupiah dari tersangka pembobol dana nasabah Citibank.
Polisi menetapkan Fiska sebagai tersangka. Dia dijerat Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar.
Sebelum Andhika dan Fiska jadi tersangka, polisi juga menyeret tiga bawahan Malinda sebagai dengan status yang sama. Mereka adalah teller bernama Dwi, dua head teller Citibank berinisial R dan D.
Advertisement
Kuras Isi Nasabah Selama 6 Tahun
Setelah berkas lengkap atau P21, tersangka Malinda Dee menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 9 November 2011.
Malinda tampak mengenakan pakaian hitam dengan kerudung yang sama warna. Setiba di pengadilan, dia meminta doa agar kasusnya dapat segera selesai.
"Saya butuh doanya semoga semua cepat selesai," kata Malinda.
Dalam proses persidangan terkuak bahwa Malinda Dee menjalankan aksi jahatnya sejak Januari 2007-Februari 2011. Bahkan beberapa kali Malinda memberi uang kepada bagian teller Citibank. Hal itu terungkap saat mantan teller Citigold, Dwi Herawati memberi kesaksian di persidangan.
"Kadang-kadang diberi Rp 1 juta dengan alasan bagi-bagi bonus," kata Dwi Herawati dalam persidangan, Rabu 16 November 2011.
Uang itu, kata Dwi, diberikan oleh Malinda dalam bentuk uang maupun voucher. Namun dia tak tahu apakah teller Citibank lainnya juga mendapatkan bonus dari Malinda atau tidak.
Dalam dakwaan yang dibacakan, Jaksa membeberkan modus Malinda dalam menguras isi tabungan nasabah. Dia disebut telah melakukan 117 transaksi ilegal terkait pemindahan isi rekening nasabah.
Transaksi itu terdiri dari 64 transaksi dalam rupiah dengan nilai Rp 27.369.065.650 dan 53 transaksi dalam dolar AS senilai US$ 2.082.427. Jika ditotal, uang sebanyak Rp 46,1 miliar telah dikeruk Malinda dari puluhan nasabahnya.
Selain itu, tercatat ada 37 nasabah Citigold Citibank yang rekeningnya dibobol Malinda. Nasabah bernama Rohli bin Pateni paling banyak dan sering dibobol Malinda, yakni sebanyak 24 kali dengan total Rp 9.065.281.000 dan US$ 550.700.
Kemudian nasabah N Susetyo Sutadji berhasil dibobol Malinda sebanyak 9 kali dengan jumlah total Rp 4.961.000.000 dan US$ 10.100. Lalu nasabah Gaby M Bakrie berhasil dibobol sebanyak 8 kali dengan jumlah total Rp 460 juta dan US$ 197.500.
Nasabah Sukardi berhasil dibobol sebanyak 7 kali dengan jumlah total Rp 789.100.000 dan US$ 180.500. Selanjutnya, nasabah Surjati T Budiman Rp 611.200.000 dan US$ 120 ribu. Terakhir, nasabah Mirtati Kartohadiprodjo berhasil dibobol Malinda sebanyak 5 kali dengan jumlah total Rp 1.179.000.000 dan US$ 10 ribu.
Namun, dari 37 nasabah yang dikeruk rekeningnya oleh Malinda tersebut, hanya 3 nasabah yakni Rohli bin Pateni, N Susetyo Sutadji dan Surjati T Budiman yang melapor ke Kepolisian. Selain itu, semua dana nasabah yang dikeruk Malinda tersebut telah diganti oleh pihak Citibank.
Atas tindakan itu, Malinda dituntut 13 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
"Menghukum terdakwa selama 13 tahun kurungan dikurangi masa tahanan dan denda Rp 10 miliar subsider 7 bulan kurangan," ujar JPU Tatang Sutarna di PN Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Kamis 16 Februari 2012.
Namun vonis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa. Dalam sidang vonis, Majelis Hakim menghukumnya dengan delapan tahun penjara.
"Menyatakan terdakwa Inong Malinda Dee bersalah dan menghukum dengan penjara delapan tahun serta denda Rp 10 miliar atau diganti dengan kurungan tiga bulan," kata ketua majelis hukum Gusrizal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 7 Maret 2012.
Majelis juga memerintahkan penyitaan sejumlah aset Malinda, termasuk dua mobil Ferrari, untuk dikembalikan pada Citibank cabang Landmark, Jakarta Selatan.
Mendapat vonis delapan tahun, Malinda Dee melawan. Dia mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun hasilnya nihil. Permohonan Malinda ditolak dan tetap dihukum delapan tahun penjara.
Tak puas dengan putusan itu, Malinda tak menyerah dan mengadukan nasibnya ke Mahkamah Agung. Namun bukan keringanan yang didapatnya, MA justru memperberat hukuman subsider dari yang tiga bulan menjadi satu tahun kurungan.
“Putusan kasasi ini memperbaiki amar putusan di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang menghukum delapan tahun dan denda sebesar Rp10 miliar subsider sebelumnya tiga bulan diganti menjadi satu tahun (kurungan),” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu 17 Oktober 2012.
Putusan kasasi ini dijatuhkan secara bulat pada hari Selasa 16 Oktober 2012 oleh majelis kasasi yang diketuai Djoko Sarwoko beranggotakan Komariah E Sapardjaja dan Sri Murwahyuni.