Liputan6.com, Jakarta - Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka terus berupaya memperjuangkan nasib para honorer agar dapat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ia menyerukan agar pemerintah mempertimbangkan masa pengabdian honorer, dalam proses rekrutmen PPPK.
"Kami mendesak rekrutmen PPPK yang berkeadilan dengan memperhitungkan masa kerja. Ini bukan tuntutan yang berlebihan," ujar Rieke di akun sosial media Instagram miliknya @riekediahp, melalui keterangan tertulis, Kamis (26/1/2023).
Baca Juga
Sebab menurut Rieke, jika hanya mengacu pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), batas usia bagi pendaftar dalam sistem penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) hanya maksimal 35 tahun.
Advertisement
Sementara, kata dia, jumlah honorer berusia di atas 35 tahun sangatlah banyak dan masa kerja mereka pun telah bertahun-tahun.
"Guru, juga tenaga kesehatan di seluruh Indonesia, semua, infrastruktur, penyuluh. Mereka pelayan publik yang luar biasa. Mereka berjuang dengan usia di atas 35 tahun, dengan menghitung masa pengabdian. Jadi bukan sesuatu yang tidak mungkin. Sesuatu yang mungkin. Kita cari solusi, tanpa merevisi UU ASN pun saya kira bisa," ucap anggota DPR RI ini.
Bukan hanya itu, dia juga meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memberikan jaminan hari tua dan pensiun untuk pegawai non-ASN atau PPPK.
Sudah Hubungi Menteri Terkait
Terkait dua permasalahan tersebut, yang salah satunya UU ASN, Rieke mengaku sudah menyampaikan surat resmi ke para menteri terkait.
"Saya dengar baru tiga dulu yang didapat, kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan kematian. Tapi saya merekomendasikan dalam surat resmi saya kepada para menteri, jangan ditutup ruang untuk mendapatkan jaminan hari tua dan hari pensiun untuk para pelayan publik non PNS. Toh juga skemanya juga dipotong upah. Bapak ibu kan juga sering ke luar negeri, mana ada guru di luar negeri yang ga punya pensiun di luar negeri," papar Rieke.
Rieke mengaku yakin bahwa Presiden Joko Widodo dan jajaran kementerian/lembaga tidak hanya bekerja dengan rasionalitas, melainkan juga dengan hati.
"Ini nasib jutaan orang. Negara bisa runtuh kalau tanpa pelayan publik yang begitu banyak," kata dia.
Advertisement
Dapat Sambutan Positif
Belum lama ini, Rieke sudah menemui Menpan RB Abdullah Azwar Anas untuk membicarakan nasib para honorer dan PPPK. Perjuangan Rieke mendapatkan sambutan positif.
Rieke memperjuangkan nasib honorer dan PPPK bukan tanpa alasan. Perjuangannya didasarkan pada keluhan para honorer dan PPPK yang ia terima, saat kunjungan kerja sebagai Anggota DPR RI.
Contohnya belum lama ini, Rieke menemui guru honorer di SD Inpres Burean 2 Durean, Kecamatan Amarasi Selatan, Kabupaten Kupang, NTT bernama Nuryati.
Ibunda dari Juara 1 Olimpiade Sempoa Internasional, Caesar Archangels Hendrik Meo Tnunay atau Nono ini menjadi guru honorer sejak 2005, namun karena umurnya sudah lewat 35 tahun, ia tidak bisa mengikuti proses rekrutmen CPNS.
"Tolong kami guru-guru, terutama guru-guru di pedalaman. Mohon sekali, kasihani kami. Bukan hanya saya, tapi untuk semua guru yang ada di Indonesia. Guru bisa mencerdaskan anak bangsa kalau dia bisa merasa sejahtera," kata Nuryati.