Sukses

HEADLINE: Pilpres 12 Hari Lagi, Kampanye Terbuka Efektif Dongkrak Elektabilitas?

Tahapan Pilpres 2019 memasuki masa kampanye terbuka dari 24 Maret hingga 13 April 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Suhu Pilpres 2019 mendekati titik terpanas sebelum tiba masa coblosan 17 April nanti. Masa kampanye terbuka sudah digeber dari 24 Maret hingga 13 April 2019 mendatang.

Kedua pasangan calon, Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga sama-sama mengeluarkan segala jurus untuk mengais dukungan. Tujuannya satu, mendongkrak elektabitas dan memenangi kontestasi Pilpres 2019.

Data terbaru sejumlah lembaga survei menunjukkan, pasangan calon 01 Jokowi-Ma'ruf masih unggul sementara dari Prabowo-Sandiaga dengan persentase yang variatif.

Namun, sisa waktu 12 hari ke depan sebelum hari-H coblosan, fluktuasi elektabilitas diyakini masih akan terjadi. Terlebih saat ini tengah masuk masa kampanye terbuka dengan pengerahan massa. 

Namun, bisakah kampanye terbuka bisa mendongkrak elektabilitas?

Pengamat politik dari UIN Jakarta, Adi Prayitno, banyaknya masyarakat yang datang di kampanye terbuka capres-cawapres tentu berkorelasi positif dengan elektabilitas calon tersebut.

"Tak mungkin orang berduyun-duyun datang ke kampanye terbuka kalau pilihan politiknya belum mantap," ujar Adi saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (5/4/2019).

Dalam pantauannya selama ini, Adi berpendapat, kampanye terbuka capres Jokowi atau Prabowo selalu ramai dan tidak pernah sepi dari massa.

"Itu artinya peta elektabilitas keduanya masih bisa berubah di sisa waktu kampanye ini. Tinggal bagaimana keduanya memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan ini," terangnya. 

Menurutnya, semakin banyak massa yang datang ke kampanye makin terbuka lebar elektabilitas naik. "Massa banyak itu ukuran soliditas dukungan. Pasti massa kongkret yang sudah mantap menentukan pilihan," jelasnya.

Adi menyatakan, kampanye terbuka menjadi ajang adu kekuatan dan adu konsolidasi pendukung Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga. Meski begitu, dia menilai ada narasi berbeda yang dibawakan dua pasangan calon ini saat kampanye terbuka.

Paslon Jokowi-Ma'ruf lebih banyak mengusung optimisme, Indonesia maju dan berkembang di bawah pemerintahan Jokowi lima tahun terakhir. Kartu Pra Kerja, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, dan Kartu Sembako Murah menjadi materi kampanye Jokowi-Ma'ruf, selain pembeberan capaian-capaian positif pemerintah, seperti turunnya angka kemiskinan dan pengangguran serta pembangunan infrastruktur yang masif.

Pada saat bersamaan, Prabowo-Sandiaga selalu menyatakan hal yang sebaliknya. Mereka selalu mengatakan, Indonesia sedang dalam kondisi tidak bagus, ekonomi sulit, salah urus dan semacamnya.

"Itu bedanya, bagi Jokowi dan kelompoknya bahwa Indonesia sedang bagus dan perlu dilanjutkan dengan tambahan kartu-kartu, sementara Prabowo-Sandi menganggap kondisi ekonomi saat ini sedang tidak oke, makanya Prabowo-Sandi harus mengganti," ujarnya.

Infografis Selisih Elektabilitas Jokowi Vs Prabowo (Liputan6.com/Abdillah)

Tanggapan berbeda dikemukakan pengamat politik dari Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Dahlia Umar.

Dia meyakini, kampanye terbuka tidak memiliki efek signifikan untuk mengubah elektabilitas capres-cawapres. Swing voter atau pemilih yang belum menentukan pilihan yang menjadi target kampanye terbuka, dipastikan tidak akan menjadikan kegiatan ini sebagai referensi dalam menentukan pilihan.

"Dalam beberapa survei, pemilih yang belum menentukan pilihan, antara 12-22 persen. Dan kampanye terbuka tidak mampu memberikan penjelasan kepada swing voter mengapa harus memilih kandidat capres tertentu," jelas Dahlia kepada Liputan6.com, Jumat (5/4/2019).

Dahlia menyatakan, pengumpulan massa yang dilakukan di kampanye terbuka lebih bersifat seremoni untuk menunjukkan dukungan parpol pengusung capres-cawapres. Kondisinya bahkan sering tidak menampakkan realitas sebenarnya karena semua adalah mobilisasi. Terlebih, dalam aturan perundang-undangan, kampanye terbuka membolehkan pemberian uang transportasi dan konsumsi dengan nominal wajar kepada peserta kampanye.

Dengan kondisi ini, sambung dia, sulit diperjelas motif orang yang datang pada kampanye terbuka, apakah memang pendukung yang sebenarnya atau orang yang bisa ikut kampanye capres manapun dengan tujuan rekreasi atau menikmati hiburan musik dan artis pendukung.

"Bisa jadi mereka hanya ingin mendapatkan insentif uang transportasi, makan gratis dan materi kampanye berupa sovenir seperti kaos, mug, payung dan lain-lain," jelasnya.

Dahlia menambahkan, satu-satunya kampanye efektif untuk menarik swing voter dan mendongkrak elektabilitas adalah dengan memetakan mereka dan mendatangi langsung door to door.

"Dengan pendekatan persuasif, beri informasi berupa leaflet dan bahan bacaan tentang capres," katanya.

Dengan cara ini, mereka akhirnya akan menentukan pilihan berdasarkan rasionalitas argumentasi kelebihan-kelebihan dan program yang ditawarkan capres-cawapres yang ada. 

"Tidak hanya capres-cawapres, seluruh peserta pemilu masih memiliki waktu untuk melakukan hal itu jika ingin menambah dukungan dari swing voter," pungkasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

TKN-BPN Setel Kencang

Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi Ma'ruf, Usman Kasong menyatakan, kampanye terbuka menjadi momentum pihaknya untuk melejitkan elektabilitas. Caranya adalah dengan membeber sejumlah capaian positif pemerintahan Jokowi selama menjadi presiden.

"Kelebihan kita yang tidak bisa dilakukan calon 02 adalah capaian. Di kampanye terbuka kita beber capaian-capaian pemerintah Jokowi. Infrastruktur, bantuan sosial, Kartu Indonesia Pintar dan lain-lain. Itu yang membuat kita berbeda," ujarnya di Jakarta (5/4/2019).

Selain itu, jurus lain yang diyakininya efektif menaikkan elektabilitas adalah pendekatan psikologis Jokowi di setiap kampanye akbar di sejumlah daerah. Jokowi kerap menyapa, bersalaman dan foto-foto langsung dengan masyarakat.

"Dengan begini terasa sangat dekat sekali dengan rakyat. Itu jadi pembeda, rakyat merasa dekat dengan calon pemimpinnya," katanya.

Kasong menambahkan, mendekati hari-H coblosan, semua mesin politik pengusung Jokowi-Ma'ruf melaju kencang. Selain rapat umum, pola door to door, spanduk dan media massa juga masif dilakukanya.

"Mesin partai bergerak berdasar kekuatan di daerah masing-masing. Di Jawa Tengah misalnya, PDIP mesinnya bergerak. PKB di Jatim, di Sulawesi Selatan Golkar dengan Nasdem bergerak. Jadi semua bergerak," ujarnya.

Capres 01 Joko Widodo menyapa warga saat kampanye terbuka di Indramayu, Jawa Barat, Jumat (5/4). Dalam sambutannya Jokowi berjanji menjaga Indramayu sebagai lumbung padi nasional. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kasong memastikan, orkestra dukungan untuk paslon 01 secara umum adalah sama untuk kemenangan Jokowi-Ma'ruf. Hanya, pihaknya membebaskan partai koalisi pendukung untuk berkreasi sesuai selera masing-masing. Nasdem Sulawesi Selatan misalnya, membuat semacam Lorong Nasdem untuk menggalang dukungan untuk Jokowi-Ma'ruf.

"Jadi datang ke lorong-lorong, ke kampung-kampung, ke gang-gang untuk menyapa masyarakat. Selain mengkampanyekan partainya, juga Pak Jokowi," ungkapnya. 

Hal lain juga dilakukan Golkar dengan GoJo (Golkar Jokowi) atau PDIP dengan Projo (Pro Jokowi) yang secara intensif menggalang dukungan untuk Jokowi-Ma'ruf.

"Itu keunikan dari parpol masing-masing, walaupun ada yang kita orkestrai, kita atur supaya seragam. Misalnya untuk di spanduk, kalau ada caleg ada foto Pak Jokowi dengan Kiai Ma'ruf," ungkapnya.

Kasong menyatakan, pihaknya selalu berkomunikasi dengan relawan Jokowi-Ma'ruf yang berafiliasi di partai tersebut. Termasuk relawan yang ada di sejumlah daerah.

"Kita mengkampanyekan Pak Jokowi sesuai dengan job desc-nya masing-masing," tukasnya.

Terpisah, optimisme kenaikan elektabilitas juga disampaikan Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Andre Rosiade. Dia menegaskan, pihaknya akan semaksimal mungkin memanfaatkan sisa waktu kampanye untuk mendongkrak elektabilitas Prabowo-Sandiaga. Kampanye terbuka akan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan positif program kerja Prabowo-Sandi lima tahun ke depan.

"Dengan begitu, kita berharap swing voters, orang yang belum menentukan pilihan mendukung Prabowo-Sandi," ujar Rosiade kepada Liputan6.com, Jumat (5/4/2019).

Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto saat berorasi di depan pendukungnya di area Stadion Pakansari, Kab Bogor, Jumat (29/3). Kampanye terbuka itu dihadiri sejumlah tokoh partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Adil Makmur. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Dia menyatakan, ada gairah yang luar biasa dari masyarakat dalam menyambut kampanye terbuka Prabowo-Sandiaga di sejumlah daerah. Meski tanpa diberi uang transportasi, nasi bungkus, klaim Roseiade, mobilitas masyarakat untuk meramaikan kampanye paslon 02 cukup tinggi.

"Militansi mereka luar biasa. Kondisi ini membuat kami semakin yakin akan menang," ujarnya.

Militansi tinggi itu pula yang membuat pihaknya optimitis kampanye terbuka Prabowo-Sandi di Gelora Bung Karno Senayan, Minggu 7 April lusa, akan dihadiri lebih dari 1 juta orang. "Kampanye akbar ini membuktikan akan banyak yang memilih kita di 17 April," katanya.

Dengan dukungan parpol koalisi, Rosiade optimistis bisa membalikkan hasil sejumlah survei yang memosisikan Prabowo-Sandi di bawah Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Saya di lapangan, semua bekerja maksimal, gaspol," pungkas Rosiade. 

3 dari 3 halaman

Hasil Survei Elektabilitas Terkini

Menyisakan 12 hari jelang coblosan 17 April 2019, sejumlah lembaga survei telah merilis hasil survei terkait elektabilitas dua pasangan calon capres-cawapres, Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno.

Secara umum, sejumlah lembaga survei tersebut menempatkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin di atas Prabowo-Sandiaga dengan rentang prosentase keunggulan yang variatif. 

Lembaga survei Polmark Indonesia misalnya, dalam surveinya menyebut Jokowi-Ma'ruf unggul ketimbang pasangan Prabowo-Sandiaga dengan selisih 14,6 persen.

"Jokowi-Ma'ruf 40,4 persen, Prabowo-Sandiaga 25,8 persen. Sementara undecided voters 33,8 persen," kata Pendiri Polmark Indonesia Eep Safullah di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Senin, 1 April 2019.

Lembaga survei Australia Roy Morgan tak ketinggalan ikut  merilis hasil survei elektabilitas capres dan cawapres yang dilakukan pada Maret lalu. Hasilnya, Jokowi-Ma'ruf Amin unggul dengan raihan angka 56,5 persen. Sedangkan Prabowo-Sandiaga 43,5 persen. Selisih keduanya tercatat  13 persen.

Di bagian lain, survei Center for Strategic and Internasional Studies (CSIS) mencatat elektabilitas Jokowi-Ma'ruf Amin sebesar 51,4 persen. Sementara, Prabowo-Sandiaga meraih 33,3 persen. Selisih keduanya 18,1 persen.

"Survei CSIS menemukan 14,1 persen pemilih yang merahasiakan pilihannya. Sedangkan 1,2 persen pemilih belum menentukan," ujar peneliti CSIS di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Kamis, 28 Maret 2019.

Lembaga survei lainnya, Indikator Politik Indonesia juga merilis hasil elektabilitas capres-cawapres jelang 17 April 2019. Hasilnya, Jokowi-Ma'ruf Amin unggul dengan 55,4 persen dibanding Prabowo Subianto-Sandiaga yang  mendapatkan 37,4 persen. Selisih keduanya 18 persen.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi menyatakan, meski Jokowi-Ma'ruf unggul, tren elektabilitas Prabowo-Sandi meningkat. Sedangkan tren Jokowi-Ma'ruf juga meningkat tetapi tidak terlalu signifikan.

"Ada tren kenaikan buat Prabowo-Sandi tapi tidak eksponensial,"kata Burhanudin di Kantornya, Jakarta Pusat, Rabu, 3 April 2019.

Lembaga survei Indo Barometer juga turut merilis hasil survei elektabilitas capres-cawapres. Dalam survei yang menggunakan simulasi gambar pasangan capres-cawapres, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 50,8 persen dan Prabowo-Sandi sebesar 32 persen. Selisih keduanya adalah 18,8 persen.

Sementara responden yang belum memilih atau tidak menandai kertas simulasi sebesar 17,2 persen.

"Tanda-tanda kemenangan ada di pasangan Jokowi-Ma'ruf," kata peneliti Indo Barometer, Hadi Suprapto Rusli di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa, 2 April 2019.

Terakhir, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA juga merilis hasil survei yang menempatkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 56,8 persen hingga 63,2 persen. Sementara elektabilitas Prabowo-Sandi 36,8 persen hingga 43,2 persen. Selisih keduanya adalah mencapai 13,8 persen hingga 20 persen.

Â