Sukses

4 Hal Soal Surat Jokowi Untuk KPU

Pratikno juga menjelaskan jika surat tersebut bukanlah pertama kali yang dikirimkan ke KPU.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerima surat dari Istana agar mengesahkan Oesman Sapta Odang atau OSO sebagai caleg DPD RI.

Hal itu pun dibenarkan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno. Namun, dia menegaskan surat tersebut bukanlah bentuk intervensi ke KPU.

Pratikno juga menjelaskan jika surat tersebut bukanlah pertama kali yang dikirimkan ke KPU. Menurutnya, surat tersebut dibuat untuk meneruskan keputusan PTUN kepada KPU.

Meski begitu, Pratikno menyerahkan semua keputusan kepada KPU soal masuk atau tidaknya Oso menjadi caleg DPD RI.

Berikut 4 hal tentang surat dari Istana untuk KPU dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 5 halaman

1. Bukan Intervensi

Pratikno menegaskan surat tersebut bukanlah bentuk intervensi ke KPU.

"Enggak, enggak (intervensi). Kami paham betul bahwa KPU lembaga independen. Jadi kami paham betul KPU adalah lembaga independen," ujar Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat, 5 April 2019.

 

3 dari 5 halaman

2. Penjelasan Surat

Pratikno mengaku surat tersebut dikirim untuk merespons surat PTUN yang merujuk pada Pasal 116 Ayat 6 UU PTUN, yakni UU 51 Tahun 2009 tentang Perubahan UU PTUN. Surat tersebut dikirim oleh Ketua PTUN kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Jadi surat-surat yang semacam itu, jadi intinya setiap kali ada surat Ketua PTUN, Mensesneg atas nama presiden itu mengirim surat kepada pihak yang diwajibkan oleh PTUN untuk menindaklanjuti. Itu selalu begitu," jelas dia.

Pratikno mengatakan, surat dari Kemensesneg kepada KPU bukanlah yang pertama kali. Menurut dia, hal tersebut sudah menjadi kewajiban Presiden untuk meneruskan surat Ketua PTUN kepada lembaga yang dimaksud.

"Makanya di situ kalimatnya kan karena kita diminta oleh undang-undang untuk mengawal tindak lanjut. Makanya kita kirim suratnya itu, silakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ucap Pratikno.

 

4 dari 5 halaman

3. Serahkan Keputusan Pada KPU

Pratikno menyerahkan keputusan akhir kepada KPU. Pratikno yakin KPU adalah lembaga independen yang bekerja sesuai dengan landasan hukum.

"Terserah KPU gimana, kan KPU punya landasan hukum untuk menindaklanjuti. Makanya kita merujuknya kan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," tuturnya.

Pratikno menyebut KPU sudah membalas surat tersebut. Namun, dia mengaku belum membacanya.

"Katanya sudah (dibalas). Tapi belum saya baca," sambung Pratikno.

 

5 dari 5 halaman

4. KPU Menolak

KPU menjawab surat Kementerian Sekretaris Negara soal tindak lanjut nama Oso dalam daftar calon tetap perseorangan DPD RI peserta Pemilu 2019.

Dalam suratnya, Ketua KPU Arief Budiman menegaskan putusan PTUN soal Oso tidak bisa diimplementasikan karena menabrak aturan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Bahwa keputusan KPU sejalan, sesuai, dan diperkuat putusan MK nomor 98/PUU-XVI/2018 tanggal 30 Januari 2019. Bahwa munculnya ketidakpastian hukum ketika KPU hendak melaksanakan putusan MK yang telah berkekuatan hukum tetap, terletak pada implementasi putusan MK," tulis surat yang ditandatangani Arief pada 29 Maret 2019.

Menurut KPU, MK dalam putusannya menegaskan, sekali pun putusan MK bersifat deklaratif bukan menandakan kelemahan daya ikat putusan tersebut. Sebaliknya, justru di situlah letak kekuatannya.

Sebab sekali MK telah mendeklarasikan suatu undang-undang, pasal, ayat dan atau bagian dari suatu UU, maka tidaklah ada kekuatan hukum mengikat seolah sebagai undang-undang sah dan membawa konsekuensi bertentangan dengan UUD 1945.

"Dengan demikian, dalam hal suatu lembaga, atau masyarakat tidak menjalankan putusan MK, hal demikian merupakan pembangkangan terhadap konstitusi," tulis isi surat KPU tersebut.

Karena dasar tersebut, terdapat alasan hukum kuat bagi KPU untuk tidak mencantumkan nama OSO dalam daftar calon tetap perseorangan DPD RI peserta Pemilu 2019.