Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik angkat suara pascapenangkapan Charles Lubis, staf Taufik, atas dugaan melakukan politik uang. Taufik menganggap amplop berisikan uang yang dibagikan Charles pada Senin kemarin itu adalah ongkos politik dan itu dinilai telah diatur oleh undang-undang.
"Jadi, kami itu boleh menurut undang-undang memang memberikan uang kepada saksi, baik tingkat RW, kecamatan, karena itu bagian dari ongkos politik. Jadi, kalau tiba-tiba seperti ini saya kira semua yang kasih uang ke saksi ditangkap saja," ujar M Taufik di Kantor Seknas Prabowo-Sandi, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2019).
Usai stafnya diamankan, Taufik mengaku langsung menghubungi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) wilayah Jakarta. Menurut pihak Bawaslu Jakarta, apa yang dilakukan Charles membawa amplop berisi uang tidak masuk sebagai kategori politik uang.
Advertisement
"Setelah memberikan penjelasakan (kepada saksi partai politik tingkat RW) saya telepon Bawaslu tingkat Jakarta Kota enggak apa-apa Bang, katanya, itu ongkos politik, itu enggak dilarang oleh undang-undang," ujar M Taufik menirukan pernyataan pihak Bawaslu Jakarta.
Â
Aturan Soal Saksi
Sedianya uang atau biaya saksi telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Aturan soal saksi ini tertuang pada Pasal 351 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Bunyi dari Pasal tersebut adalah:
Pelaksanaan pemungutan suara dipimpin oleh KPPS.
Pemberian suara dilaksanakan oleh pemilih.
Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan saksi peserta pemilu.
Penanganan ketentraman, ketertiban, dan keamanan di setiap TPS dilaksanakan oleh dua orang petugas yang ditetapkan oleh PPS.
Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh Panwaslu kelurahan/desa dan pengawas TPS.
Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau pemilu yang telah diakreditasi oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota.
Saksi, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menyerahkan mandat tertulis dan pasangan calon/tim kampanye, partai politik peserta pemilu, atau alon anggota DPD kepada KPPS.
Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilatih oleh Bawaslu.
Pada pasal tersebut saksi yang berasal dari Bawaslu mendapat honorarium dengan menggunakan APBN. Lain halnya saksi partai politik yang biayanya ditanggung oleh partai itu sendiri.
Polemik soal dana saksi partai politik sebelumnya pernah dibahas di tingkat pemerintah, eksekutif dan legislatif. Partai politik meminta agar honorarium saksi partai ditanggung APBN. Namun hal itu tak terealisasi karena dianggap membebankan anggaran negara.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Advertisement