Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sudah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PLN Sofyan Basir atau SFB sebagai tersangka.
Sofyan Basir atau SFB diduga terlibat dalam korupsi pembangunan PLTU Riau-1 yang melibatkan mantan anggota Komisi VII Eni Saragih dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham.
Baca Juga
"KPK meningkatkan penyidian SFB Direktur Utama PLN diduga membantu Eni Saragih selaku anggota DPR RI, menerima hadiah dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak pembangunan PLTU Riau-1," ujar Komisioner KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK, Selasa, 23 April 2019.
Advertisement
Penetapan tersangka sang Dirut PLN sudah didasarkan pada dua alat bukti dan berdasarkan fakta persidangan yang melibatkan empat tersangka sebelumnya.
Berikut deretan fakta ditetapkannya Sofyan Basir atau SFB sebagai tersangka oleh KPK dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Diduga Terima Janji
KPK menduga Sofyan Basir menerima hadiah atau janji terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan, Sofyan melakukan penunjukan langsung ke perusahaan Johannes Kotjo untuk menggarap proyek tersebut.
"SFB diduga menerima janji," ujar Saut di konferensi pers di KPK, Jakarta, Selasa, 23 April 2019.
Menurut dia, Dirut PLN Sofyan menunjuk perusahaan Johannes Kotjo setelah melakukan sejumlah pertemuan sejak Oktober 2015.
"SFB menunjuk perusahaan Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1," kata Saut.
Dia juga menyuruh salah satu direktur di PT PLN untuk berhubungan dengan Eni M Saragih dan Johannes Kotjo. SFB pun menyuruh salah satu direktur di PLN untuk memonitor karena ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1 SFB membahas bentuk dan lama kontrak antara CHEC dengan perusahaan konsorsiun.
Oleh karena itu, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP kepada Dirut PLN Sofyan Basir.
Advertisement
2. Diduga Dapat Jatah Sama
Sofyan Basir diduga menerima suap yang sama seperti mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan mantan Mensos Idrus Marham.
"SFB (Sofyan Basir) diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dengan jatah Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Saut tak menjelaskan berapa besaran uang suap yang diterima oleh Sofyan Basir. Namun, berdasarkan dakwaan, Eni Saragih disebut menerima suap Rp 4,7 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
3. KPK Sudah Kirim SPDP
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Dirut PT PLN Sofyan Basir atau SFB sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembangunan PLTU Riau-1.
Terkait peningkatan status ini, KPK telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke rumah Sofyan, pagi tadi.
"Sebagai bentuk pemenuhan hak tersangka, pagi ini KPK telah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dengan tersangka SFB ke rumah tersangka," ujar Jubir KPK Febri Diansyah.
Dalam kesempatan ini, Febri mengajak semua pihak untuk menempatkan penanganan perkara tersebut sebagai sebuah proses hukum.
Dia juga mengingatkan kepada tersangka maupun saksi untuk bersikap koperatif terhadap proses penyidikan yang dilakukan KPK.
"Masyarakat kami harap juga dapat mengawal proses hukum ini agar dapat berjalan secara maksimal. Oleh karena itu, kami ingatkan pada tersangka dan saksi yang akan dipanggil agar bersikap koperatif dan membuka informasi yang diketahui secara benar," tuturnya.
Advertisement
4. Proyek yang Jerat Sofyan Basir
Sebelum Sofyan Basir, proyek kelistrikan ini juga telah menjerat sejumlah nama ke pusara tindak pidana korupsi yaitu Anggota Komisi VII Eni Maulani Saragih dan Mantan Menteri Sosial Idrus Marham.
Lantas sebenarnya seperti apa proyek pembangkit listrik tersebut?
PLTU Riau-1 merupakan proyek pembangkit listrik yang berlokasi di Bengkalis, Provinsi Riau. Proyek tersebut menelan invetasi sebesar USD 900 juta atau sekitar Rp 12,87 triliun.
PLTU ini dikerjakan oleh konsorsium yang terdiri dari lima perusahaan yaitu BlackGold Natural Resources, PT Samantaka Batubara yang anak perusahaan Blackgold, China Huadian Engineering Co. Ltd. (CHEC), serta dua anak usaha PLN yaitu PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) dan PT PLN Batubara (PLN BB).
Pembangkit listrik mulut tambang ini menggunakan skema pengembangan Independent Power Producer (IPP) dan skema pengelolaan Build, Own, Operate Transfer (BOOT).
Dengan kepasitas 2x300 megawatt (MW), PLTU ini diperkirakan membutuhkan 108 juta ton selama 30 tahun dan ditargetkan peroperasi secara komersial pada 2024.