Sukses

Menunggu Babak Baru Kasus Sofyan Basir

Penetapan tersangka yang dijatuhkan KPK terhadap Sofyan Basir didasarkan pada dua alat bukti dan fakta persidangan yang melibatkan tiga tersangka sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta - Penetapan tersangka terhadap Direktur PT Perusahaan Listik Negara (PLN) Sofyan Basir telah dijatuhkan. Bersama Eni Saragih dan mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham, Sofyan diduga ikut menerima suap dari pimpinan Blackgold Natural Resources Johanes B. Kotjo.

Penjadwalan pemeriksaan kini tengah dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lantaran posisi yang bersangkutan tidak sedang berada di Tanah Air. Hal itu diungkap oleh Soesilo, kuasa hukum Sofyan Basir saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (24/4/2019). Dia menyebut kliennya tengah berada di Prancis sejak satu minggu yang lalu.

"Dia sibuk mengurus berbagai hal terkait dengan pekerjaan. Insyaallah akhir minggu ini (pulang)," jelas Soesilo.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga belum bisa memberi kepastian kapan penyidik akan mulai melakukan pemeriksaan terhadap tersangka.

Sebelumnya, penetapan tersangka yang dijatuhkan KPK terhadap Sofyan Basir didasarkan pada dua alat bukti dan fakta persidangan yang melibatkan tiga tersangka sebelumnya. Sofyan diduga bersama-sama Eni Saragih dan Idrus Marham telah menerima suap dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

"SFB (Sofyan Basir) diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dengan jatah Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2019).

Tanda tanya besar pun muncul. Sebenarnya berapa besaran uang suap yang telah diterima Sofyan? Wakil Ketua KPK Saut Situmorang belum mau membeberkannya. Namun, Saut menjelaskan berapa uang suap yang telah diterima Eni Saragih dan Idrus Marham dari pengusaha Johannes Kotjo. Masing-masing telah menerima Rp 4 miliar dan Rp 2 miliar.

Sebelumnya, mantan Direktur Utama di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) ini beberapa kali membantah pernah menerima janji fee dari proyek PLTU Riau-1. Saat itu dia menjadi saksi atas terdakwa Eni Saragih di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 11 Desember 2018.

"Demi Allah, (tidak pernah) Yang Mulia," kata Sofyan Basir saat itu. 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Kronologi Jadi Tersangka

Lantas, seperti apa kronologi Dirut PLN Sofyan Basir hingga bisa ditetapkan menjadi tersangka?

Kasus ini muncul setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih saat menerima suap dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo.

Pemberian suap tersebut diduga dalam rangka penunjukan langsung oleh Sofyan Basir kepada perusahaan Johannes Kotjo untuk menggarap proyek pembangkit listrik tersebut.

Sebelum menjadi tersangka, Sofyan Basir beberapa kali dipanggil KPK sebagai saksi Johannes Kotjo. Tepatnya pada 7 Agustus 2018 dan 28 September 2018. Dalam kesaksiannya saat itu, pria kelahiran 2 Mei 1958 ini membantah adanya pertemuan untuk lobi-lobi dan membahas fee proyek senilai USD 900 juta.

"Oh enggak ada (lobi) misalkan ada (pembahasan) suku bunga ya. Tapi yang lain sudah disampaikan pada KPK. Jadi sudah saya sampaikan ke KPK," kata dia.

Seiring kasus tersebut bergulir, Sofyan Basir diketahui telah sembilan kali ikut dalam pertemuan antara Eni Saragih dan Johannes Kotjo. Tidak sendirian, Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Persero Supangkat Iwan Santoso disebut ikut menemani Sofyan Basir dalam pertemuan ini.

Setelah berstatus sebagai saksi, pada Selasa 23 April 2019, KPK akhirnya resmi menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka.

"KPK meningkatkan penyidian SFB Direktur Utama PLN diduga membantu Eni Saragih selaku anggota DPR RI, menerima hadiah dari Johannes Kotjo terkait kesepakatan kontrak pembangunan PLTU Riau-1," kata Komisioner KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di Gedung KPK.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 Ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

3 dari 3 halaman

Peran Sofyan Terkait PLTU Riau-1

Kini setelah ditetapkan tersangka, beberapa dugaan pun muncul terkait peran Sofyan Basir dalam kasus proyek PLTU Riau-1. Apa sajakah itu?

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan, pertama Sofyan melakukan penunjukan langsung ke perusahaan Johannes Kotjo untuk menggarap proyek tersebut.

Kedua, lanjut Saut, Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur di PT PLN untuk berhubungan dengan anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar nonaktif Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.

Ini dilakukan setelah Sofyan melakukan penunjukan langsung perusahaan Johannes Kotjo untuk menggarap proyek PLTU Riau 1.

Sofyan Basir pun lalu menyuruh salah satu direktur di PLN untuk memonitor karena ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1 SFB membahas bentuk dan lama kontrak antara CHEC dengan perusahaan konsorsiun.

"Ketiga, SFB menyuruh salah satu Direktur di PT PLN untuk memonitor karena ada keluhan dari Kotjo tentang lamanya penentuan proyek PLTU Riau-1," ungkap Komisioner KPK Saut Situmorang.

Keempat menindaklanjuti kontrak. Sofyan Basir membahas bentuk dan lama kontrak antara China Huadian Engineering Co (CHEC) dengan perusahaan-perusahaan konsorsium.

Diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

Dalam kasus tersebut, Sofyan diduga menerima suap dari Johannes Kotjo.