Liputan6.com, Jakarta - Jumlah pengawas Pemilu yang meninggal dunia tercatat sebanyak 55 orang. Jumlah ini bertambah dari data sebelumnya sebanyak 33 orang.
"Catatan Bawaslu sudah 55 orang, di jajaran KPU lebih besar lagi. Kemudian kedua, ini pasti menyisakan banyak hal. Yang terbaik kita bisa lakukan mendoakan pahlawan demokrasi yang meninggal dan melanjutkan pemilu yang saat ini masuk masa rehab," ujar Komisioner Bawaslu, Moh Afifuddin, Sabtu (27/4/2019).
Afif menyampaikan, praktik di lapangan dalam proses pemilu kali ini bebannya jauh lebih berat dari yang dipikirkan. Salah satu penyebabnya adalah manajemen distribusi logistik.
Advertisement
Pihaknya berharap ke depan, semua pihak belajar dari kejadian Pemilu 2019. Pelaksanaan kontestasi politik ke depan harus dipersiapkan sistem yang lebih efisien dan tidak melelahkan.
"Kita harus sebut pesta demokrasi menggembirakan dan tidak banyak jatuh korban seperti sekarang," ujar Afifudin.
Perekrutan
Perekrutan petugas pengawas Pemilu minimal 25 tahun. Pihaknya pun kesulitan merekrut pengawas dengan rentang usia tersebut. Sementara untuk KPPS minimal berusia 17 tahun.
"Tidak mudah juga cari 25 tahun yang melakukan pengawasan di TPS. Sebagian besar ini didasari oleh semangat merah putih, partisipasi, demokrasi lewati Pemilu. Ini harus diapresiasi. Kalau soal materi saya yakin bukan soal itu," jelas dia.
Selain mencatat jumlah pengawas yang meninggal dunia saat menjalankan tugas, Bawaslu juga mencatat sebanyak 480 pengawas jatuh sakit. Di samping itu ada juga pengawas yang diduga sebagai korban penganiayaan sampai meninggal dunia.
"Di Maluku ada yang meninggal berlumuran darah diduga karena penganiayaan. Jadi banyak motif atas kejadian yang terjadi, kecelakaan juga banyak. Keguguran ketika hamil muda juga itu terjadi," jelasnya.
Â
Â
Reporter: Hari Ariyanti
Sumber: Merdeka
Advertisement