Sukses

KPK Jadwal Ulang Panggil Dirut Pertamina Nicke Widyawati

KPK pada Senin (29/4/2019) memanggilnya sebagai saksi dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap mantan pejabat PT PLN yang saat ini menjabat sebagai Dirut PT Pertamina, Nicke Widyawati. Dia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap PLTU Riau 1.

Sebelumnya, KPK pada Senin (29/4/2019) memanggil Nicke diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersangka Dirut nonaktif PT PLN Sofyan Basir dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.

"Saksi Nicke akan dijadwal ulang. Tadi penasihat hukum datang mengirimkan surat pada penyidik, belum bisa hadir karena sakit," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, seperti dilansir Antara, Senin (29/4/2019).

Selain Nicke, KPK memanggil tiga saksi lainnya dalam kasus tersangka Sofyan, yaitu Direktur Perencanaan Korporat PT PLN Syofvi Felienty Roekman, Senior Vice President Legal Corporate PT PLN Dedeng Hidayat, dan Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PT PLN Ahmad Rofik.

Nicke pernah menjabat beberapa posisi di PT PLN, yakni Direktur Niaga dan Manajemen Risiko PT PLN, Direktur Perencanaan Korporat PT PLN, dan Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN.

Sebelumnya, Nicke pernah diperiksa KPK pada 16 September 2018 juga dalam kasus yang sama untuk tersangka saat itu, yakni mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial dan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham.

KPK saat itu mennnfirmasi Nicke terkait pertemuannya dengan tersangka Eni juga pengetahuannya soal perencanaan proyek pembangunan PLTU Riau-1 sehubungan dengan kapasitas saksi saat itu sebagai Direktur Perencanaan PT PLN.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Kasus Sofyan Basir

KPK pada Selasa 23 April 2019 telah menetapkan Sofyan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.

Menurut KPK, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dangan PT PLN untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

Diduga, telah terjadi beberapa kali penemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU.

Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), dalam pertemuan tersebut diduga Sofyan telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.

Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan.