Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita barang-barang mewah dan uang tunai sebesar Rp 50 juta milik Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manali. Sri terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK dan telah resmi menyandang status tersangka kasus suap proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, totalnya sekira Rp 513.855.000. Dia pun membeberkan merek dan harga barang-barang mewah yang merupakan permintaan sang bupati tersebut.
"Handbag Channel Rp 97.360.000, tas Balenciaga Rp 32.995.000, jam tangan Rolex Rp 224.500.000, anting berlian Adelle Rp 32.075.000, dan cincin berlian Adelle Rp 76.925.000," ucap Basaria di Gedung Merah Putih, Selasa (30/4/2019) malam.
Advertisement
Dia menuturkan, barang-barang itu dibeli di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Minggu malam, 28 April 2019 oleh seorang pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo.
"Barang akan diantar ke Bupati Talaud yang direncanakan akan diberikan saat ulang tahun Bupati SWM," ujar dia.
Sebelumnya, KPK mengidentifikasi adanya komunikasi aktif antara Bupati dengan Benhur Lalenoh yang merupakan orang kepercayanaan bupatiterkait dengan pemilihan merek tas dan ukuran jam yang diminta.
"Sempat dibicarakan permintaan tas bermerek Hermes dan Bupati tidak mau tas yang dibeli sama dengan tas yang sudah dimiliki seorang pejabat perempuan lain di sana," ujar Basaria.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tetapkan 3 Tersangka
Dalam kasus ini KPK menetapkan tiga tersangka sejalan dengan peningkatan status penanganan perkara ke penyidikan, yakni diduga sebagai pemerima Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud 2014-2019 Sri Wahyumi Maria Manalip (SWM) dan Benhur Lalenoh (BNL) seorang tim sukses dari Bupati dan juga pengusaha.
Sedangkan diduga sebagai pemberi, yakni Bernard Hanafi Kalalo (BHK) seorang pengusaha.
Sebagai pihak yang diduga penerima Sri Wahyumi dan Benhur Lalenoh disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Bernard Hanafi Kalalo disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Basaria pun menjelaskan terkait konstruksi perkara kasus tersebut bahwa tim KPK mendapatkan informasi adanya permintaan fee 10 persen dari Bupati melalui Benhur sebagai orang kepercayaan Bupati kepada kontraktor untuk mendapatkan proyek pekerjaan di Kabupaten Talaud.
"BNL bertugas mencari kontraktor yang dapat mengerjakan proyek dan bersedia memberikan fee 10 persen," ucap Basaria.
Â
Advertisement
Kode DP Teknis
Benhur kemudian menawarkan kepada Bernard proyek di Kabupaten Talaud dan meminta fee 10 persen. Sebagai bagian dari fee 10 persen tersebut, Benhur meminta Bernard memberikan barang-barang mewah kepada Bupati Talaud Sri Wahyumi.
"Pada pertengahan April, untuk pertama kalinya BNL mengajak BHK untuk diperkenalkan ke Bupati Talaud. Beberapa hari kemudian berdasarkan perintah Bupati melalui BNL. BHK diminta ikut ke Jakarta untuk mengikuti beberapa kegiatan Bupati di Jakarta," ungkap Basaria.
Terkait fee yang diharuskan oleh Bupati Talaud, kata dia, Benhur meminta Bernard memberi barang-barang mewah mewah sebagai bagian dari imbalan sebesar 10 persen.
"Barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan dua proyek revitalisasi pasar di Kabupaten Kepulauan Talaud, yaitu Pasar Lirung dan Pasar Beo. Diduga terdapat proyek-proyek lain yang dibicarakan oleh BNL yang merupakan orang kepercayaan Bupati," tuturnya.
Adapun, kata Basaria, kode fee dalam perkara ini yang digunakan adalah "DP Teknis".