Liputan6.com, Jakarta - Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mempertanyakan ihwal efektivitas mekanisme pemilu serentak. Hal itu didasari akan fakta banyaknya korban jiwa yang meninggal karena mengawal Pemilu serentak 2019 ini.
"Apakah sistem ini pilpres dengan legislatif digabung masih valid kedepannya. Apalagi nanti pembicaraannya tidak pilpres dan pileg, tetapi juga pilkada serentak," ujar Eddy setelah menggelar rapat terbatas bersama petinggi PAN di Selong, Jakarta Selatan, Sabtu, 4 Mei 2019.
Baca Juga
Dia melihat hal itu membuat beban bagi panitia pelenggara pemilu. Beban tersebut terutama dalam hal penghitungan suara, terlebih masih manualnya perhitungan suara yang dilakukan oleh petugas di lapangan.
Advertisement
"Lima tahun yang akan datang saya yakin biaya teknologi akan lebih murah dari saat ini," ungkap Eddy.
Dia berharap supaya setelah pemilu, partai-partai akan mengkaji masalah ini.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melaksanakan evaluasi pemilu serentak 2019. Salah satu rekomendasinya adalah pemilu serentak dua jenis.
Rekomendasi tersebut juga berdasarkan riset evaluasi Pemilu 2009 dan Pemilu 2014.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :Â
Pusat dan Daerah
Pertama, Pemilu Serentak Nasional untuk Pilpres, Pemilu DPR, dan DPD. "Untuk memilih pejabat tingkat nasional," kata Komisioner KPU Hasyim Asy’ari dalam keterangan tertulis, Selasa (23/4/2019).
Kedua adalah Pemilu Serentak Daerah: untuk Pilkada Gubernur dan Bupati/Wali Kota; dan DPRD Prov dan Kab/Kota. "Untuk memilih pejabat tingkat daerah provinsi/kab/kota)," ujar dia.
Waktunya, pemilu nasional 5 tahunan, misalnya 2019 berikutnya 2024.
Untuk pemilu daerah 5 tahunan, diselenggarakan di tengah lima tahunan pemilu nasional, misalnya Pemilu Nasional 2019, dalam 2,5 tahun berikutnya (2022) pemilu daerah.
Â
* Ikuti perkembangan Real Count Pilpres 2019 yang dihitung KPU di tautan ini
Advertisement