Sukses

13 Mei 2016, Kepulangan 4 WNI Akhiri Drama Penyanderaan Abu Sayyaf

Empat WNI, yakni M Ariyanto Misnan, Loren Marinus Petrus Rumawi, Dede Irfan Hilmi, dan Samsir berhasil dibebaskan dari sandera Abu Sayyaf.

Liputan6.com, Jakarta - Pesawat bertuliskan "TNI Angkatan Udara-Indonesia Air Force" mendarat di Landasan Udara Halim Perdanakusuma 13 Mei 2016 tepat pukul 10.24 WIB.

Pesawat putih abu itu berhenti beberapa detik kemudian di dekat kerumunan awak media. Ya, itulah burung besi yang membawa empat warga negara Indonesia (WNI) eks sandera Abu Sayyaf.

Pintu pesawat pun terbuka dan puluhan lensa kamera dan mata terarah ke sana. Tak lama, dua anggota TNI AU muncul dan turun dari pesawat. Kemudian, barulah empat WNI yang ditunggu-tunggu menampakkan diri.

Mereka adalah Moch Ariyanto Misnan, Loren Marinus Petrus Rumawi, Dede Irfan Hilmi, dan Samsir. Ketiganya turun pesawat dengan muka semringah.

Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi dan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo telah menunggu di landasan.

Keempat WNI itu segera menyambut uluran tangan Menlu Retno. Mereka berjabat tangan. Menlu pun menepuk bahu keempatnya.

Menlu Retno kemudian berbincang dengan keempatnya sembari berjalan menuju tempat konferensi pers. Saat itu pula kembali terlihat wajah semringah mereka.

Mereka juga melambaikan tangan ke arah kamera, menunjukkan kebahagiaan dan rasa syukur mereka karena telah bebas.

Keempat WNI tersebut adalah sandera kelompok Abu Sayyaf pada 16 April 2016. Saat itu mereka tengah berada di atas kapal Tongkang Christy yang menarik Kapal TB Henry di perairan perbatasan Malaysia-Filipina.

Usai pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, rombongan anak buah kapal (ABK) tersebut bergerak ke kantor Kemlu di Jalan Pejambon Nomor 6, Jakarta Pusat. 

"Dari RSPAD akan diserahkan ke Kemlu untuk secara seremonial diserahkan kepada keluarga sore ini," ucap Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhamad Iqbal.

Pengumuman pembebasan sandera Abu Sayyaf dilakukan oleh Presiden Jokowi pada Rabu 11 Mei.

"Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah akhirnya 4 WNI yang disandera kelompok bersenjata sejak 15 Maret 2016 sudah dibebaskan," ujar Jokowi di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

"Saya mengucapkan terima kasih pada pemerintah Filipina yang memberikan kerja sama sangat baik dalam dua kali pembebasan WNI," ucap Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 11 Mei 2016.

Menurut Jokowi, inisiatif Indonesia menyelenggarakan pertemuan trilateral pada 5 Mei 2016 ikut andil dalam pembebasan keempat WNI tersebut.

"Operasi (pembebasan) ini adalah hasil dari implementasi semangat pertemanan tersebut," imbuh Jokowi.

 

 

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Makan Seadanya

Dede Irfan Hilmi, salah satu WNI yang jadi korban penyanderaan Abu Sayyaf mengungkapkan kronologi saat kapal mereka dibajak kelompok radikal tersebut.

Dia mengatakan, kejadian tersebut terjadi 15 April lalu. Awalnya, para WNI itu tak mengira bahwa kapal kecil yang mendatangi mereka berasal dari kelompok Abu Sayyaf.

"Pertama pas 15 April sekitar jam 7 petang habis magrib, ada perahu kecil, kapal/boatmerapat ke kapal kami," ucap Dede di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Jumat (13/5/2016).

"Saya kira itu patroli Malaysia soalnya warna boat-nya loreng dan mereka gunakan seragam loreng lengkap sama senjata, kami enggak kira kalau itu Abu Sayyaf. Kami kira itu Malaysia soalnya dekat Pulau Ligitan," sambung dia.

Dia menambahkan, jumlah milisi Abu Sayyaf yang melakukan penyekapan sekitar 5 orang. Mereka menggunakan senjata dan penutup muka.

"Ada 5 orang, semua bersenjata pake masker. kita lagi bawa batu bata dari Tarakan, bongkar di Filipina. Pas pulang kita enggak bawa muatan, pas di perairan Malaysia itu pasukan Abu Sayyaf datang," pungkas Didi.

Keempat WNI itu diketahui disandera kelompok Abu Sayyaf pada 16 April 2016, saat tengah berada di atas kapal Tongkang Christy yang menarik Kapal TB Henry di perairan perbatasan Malaysia-Filipina.

Salah satu ABK lainnya, Samsir menyatakan, saat menjadi sandera, Abu Sayyaf mengancam akan membunuhnya. Bahkan ia juga diteror melalui tayangan video menyeramkan milik kelompok radikal tersebut.

"Kita dikasih lihat video kalau enggak ditebus nanti digorok," ucap Samsir di Gedung Pancasila Kemlu, Jakarta, Jumat (13/6/2016).

Meski ada ancaman tersebut, seorang sandera lainnya, Loren Marinus Rumawi memastikan bahwa pembebasan WNI tersebut tanpa uang tebusan.

"Kita dibebaskan tanpa ada tebusan," ucap Loren.

Loren menuturkan penderitaannya saat menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf. Dia mengaku mengonsumsi makanan yang dianggapnya tak layak untuk mengisi perut.

"Kita hari-hari makannya cuma nasi dan kelapa kering saja kopra," ucap Loren.

Tak hanya itu, penderitaan masih belum berakhir. Dia mengaku diberi makan tidak setiap hari. "Kita kadang dua hari, kita dikasih makan sekali," ucap Loren.

Saat mereka makan pun, pengawasan ketat terus dilakukan. Bahkan, tangan para sandera tak lepas dari ikatan meski tengah makan.

"Tangan diikat satu tangan, makannya pakai satu tangan setiap hari diikat," ucap Loren.

Kepulangan 4 WNI yang ditahan oleh Abu Sayyaf di Filipina melengkapi kabar gembira sebelumnya, dimana 10 Anak Buah Kapal (ABK) Brahma 12 telah dibebaskan dan pulang ke Tanah Air pada 3 Mei 2016.