Liputan6.com, Jakarta - Wacana reshuffle kabinet Jokowi kembali berembus. Sejumlah menteri dikabarkan dalam posisi tidak aman dan berpotensi tergusur dari jajaran menteri Kabinet Kerja.Â
Pemicunya diduga adalah kasus hukum yang membelit mereka. Sejumlah menteri tersebut tengah berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus hukum di lembaganya masing-masing.
Baca Juga
Setidaknya ada tiga menteri Kabinet Kerja saat ini yang dimintai keterangan oleh KPK. Mereka adalah Menpora Imam Nahrawi (kasus dana hibah KONI), Menag Lukman Hakim Syaifuddin (kasus dugaan jual beli jabatan), dan Mendag Enggartiasto Lukita (dugaan gratifikasi yang melibatkan politisi Golkar Bowo Sidik). Status ketiganya saat ini masih saksi.Â
Advertisement
Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi Sapto Pribowo menyatakan, reshuffle sangat mungkin dilakukan dan bisa kapan saja. Menurutnya, ada dua hal yang menjadi dasar ketika Jokowi melakukan reshuffle kabinet. Yang pertama adalah soal kinerja, dan yang kedua jika menteri tersebut tersangkut kasus hukum.
"Begitu dia (menteri) jadi tersangka pasti langsung di-reshuffle," tukas Johan Budi kepada Liputan6.com, Senin (13/5/2019).
Johan menyatakan, jika ada menteri yang terseret kasus hukum, Jokowi biasanya akan langsung memanggil menteri tersebut ke istana untuk mengklarifikasi kasusnya.
"Atau bisa juga sebaliknya, menteri yang bersangkutan segera melapor ke istana terkait kasusnya," katanya.
Hal yang sama juga dilakukan terhadap tiga menteri yang tengah berurusan dengan KPK tersebut. Johan menyatakan, tiga nama tersebut telah dipanggil ke istana untuk menjelaskan permasalahan hukum yang melibatkan nama mereka. Pemanggilan dilakukan beberapa waktu lalu dengan rentang waktu berbeda.
"Hanya, sekali lagi, jangan langsung disimpulkan akan ada reshuffle. Konteks menteri dipanggil atau datang ke istana bukan karena akan ada reshuffle, tapi hal biasa yang dilakukan ketika ada menteri berurusan dengan hukum. Klarifikasi," ujarnya.
Terlebih, sampai saat ini para menteri yang berurusan dengan KPK tersebut belum ada yang menjadi tersangka, melainkan masih sebatas saksi.
Johan menambahkan, Jokowi selalu mengevaluasi kabinetnya setiap saat. Evaluasi para menterinya tidak berpatokan pada termin-termin tertentu atau sisa masa kerja.
"Pak Presiden Jokowi selalu cross-check kinerja pembantunya kepada semua pihak. Dalam kunjungan kerja, beliau juga bertanya kepada rakyat soal kinerja menteri," jelas Johan.
Meski reshuffle adalah hak prerogatif presiden, Jokowi selalu mendiskusikan keputusannya  dengan sejumlah pihak.Â
"Pasti ada diskusi dulu. Ketua umum partai biasanya diajak bicara, termasuk juga dengan Wapres Pak Jusuf Kalla," ujar Johan.
Ungkapan senada disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Dia menyatakan, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan reshuffle kabinet jika ada menteri yang terjerat korupsi.
"Kalau tersangka, otomatis itu mendapatkan perhatian mungkin di-reshuffle, tapi kan selama ini kan tidak ada tersangka. Kalau semua orang mengatakan ada mendapat gratifikasi tapi tidak ada bukti, gimana mau pecat orang," ujar JK di Kantornya, Jalan Merdeka Utara, Senin (13/5/2019).
Sementara itu, analis politik yang juga Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago meyakini, akan ada reshuffle jika sejumlah menteri yang saat ini tersangkut masalah di KPK menjadi tersangka.
"Kalau sudah berstatus (tersangka) saya yakin presiden akan segera reshuffle," ujar Pangi, Senin (13/5/2019).
Menurutnya, perombakan menteri yang terjerat kasus hukum sangat penting dilakukan meski masa jabatan hanya menyisakan beberapa bulan lagi.Â
"Berapa pun sisa masa jabatan, kalau memang penting ya harus reshuffle, demi rakyat," tambahnya.
Pangi menambahkan, sejauh pengamatannya saat ini, kasus hukum menjadi alasan terkuat Jokowi untuk melakukan reshuffle.
"Kalau reshuffle berbasis kinerja, saya melihat sudah tidak kompatibel dengan waktu tersisa," terangnya.
Namun, terlepas dari apa pun alasannya, reshuffle kabinet di ujung masa jabatan tentu akan memberi beban berat bagi menteri pengganti. Menteri yang baru dituntut bisa bergerak cepat dan mudah beradaptasi untuk mengimbangi laju pemerintahan.
"Mereka sudah tidak lagi membuat program baru, tapi bagaimana menyelesaikan program yang sudah dirancang dan direncanakan menteri yang lama. Hanya meneruskan program yang sudah ada," ungkapnya.
Terpisah, pengamat politik dari CSIS (Centre for Strategic and International Studies) Arya Fernandes menyatakan, jika Jokowi melakukan reshuffle terhadap menteri yang tersangkut kasus hukum adalah hal yang realistis.
"Adanya sejumlah menteri yang yang terbelit kasus hukum tentu akan mempengaruhi performa pemerintahan," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (13/5/2019).
Arya menyatakan, secara politis, reshuffle kabinet tidak akan mengganggu hubungan Jokowi dengan partai koalisi pengusung. Hasil Pilpres 2019, hampir bisa dipastikan Jokowi akan kembali terpilih sebagai presiden.
"Partai-partai tidak akan mengganggu karena mereka juga punya kepentingan menjelang pembentukan kabinet baru," tambahnya.
Arya menambahkan, meski dilakukan di ujung masa jabatan, reshuffle kabinet tidak akan mengganggu jalannya kinerja pemerintahan.
"Kalau presiden tidak reshuffle tentu orang akan berpikiran jelek ke Jokowi. Dan image Jokowi juga akan terpengaruh," pungkasnya.
Respons Parpol Koalisi Jokowi
Isu reshuffle kabinet juga mendapat respons dari sejumlah partai politik pengusung Jokowi di Pilpres 2019. Sekjen Partai Nasdem Johnny G Plate menyatakan, reshuffle adalah hak prerogatif presiden. Namun, dia meyakini jika sampai ada perombakan kabinet, itu dilakukan presiden dengan mempertimbangkan sejumlah hal.
"Ya misalnya tidak memenuhi harapan kinerja. Kalau enggak memenuhi, ya presiden berhak menggantinya," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (13/5/2019).
Selain itu, sambungnya, reshuffle juga bisa dilakukan jika ada masalah hukum, misalkan seorang menteri dijadikan tersangka dalam kasus hukum.
"Di luar itu, tekanan-tekanan pihak luar tidak akan mempengaruhi presiden. Tidak akan. Karena presiden itu melakukan reshuffle dengan pertimbangannya sendiri," jelasnya.
Johnny menambahkan, Jokowi pastinya akan mempertimbangkan dengan matang jika reshuffle bena-benar dilakukan. Terlebih, masa kerja kabinet saat ini hanya sisa berapa bulan, yakni sampai 20 Oktober 2019.
"Apakah itu efektif? Presiden nanti yang akan mempertimbangkannya. Kita menyerahkan hak prerogatif itu ke presiden," jelasnya.
Dia juga tidak bisa mengira-ngira posisi menteri mana yang perlu di-reshuffle oleh Jokowi.Â
"Sekali lag, itu haknya presiden. Jangan mengira-ngira. Menteri mana yang ganti, itu haknya presiden kok. Lah kita bukan presiden," pungkasnya.
Dihubungi terpisah, Sekjen PSI Raja Juli Antony yakin, Jokowi akan me-reshuffle menterinya yang terjerat masalah hukum dan sudah ditetapkan menjadi tersangka.
"Sebagai presiden yang berkomitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi, saya kira Pak Jokowi akan reshuffle menteri-menteri itu, berapa pun masa kerja yang tersisa,"Â ujarnya, Senin (13/5/2019).
Reshuffle menteri-menteri tersangkut hukum, kata Raja Juli, diperlukan untuk menyelesaikan program-program pemerintahan yang masih berjalan saat ini.
"Yang terpenting posisi itu terisi dulu sekaligus memantapkan atau mempersiapkan pondasi bagi menteri penerus ketika nanti Pak Jokowi membentuk kabinet baru pada periode kedua nanti," jelasnya.
Disinggung posisi menteri apa yang perlu di-reshuffle karena terbelit kasus hukum, Raja Juli enggan berspekulasi.
"Haha... saya enggak tahu, saya enggak bisa komen ya," ucapnya.
Dia menegaskan, pengangkatan dan pemberhentian menteri adalah hak prerogratif presiden. Jadi apapun keputusan akhir akan ada di presiden.
Advertisement
Rentetan Reshuffle Kabinet Jokowi
Reshuffle Kabinet di era pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) bukanlah hal asing. Sejak dilantik jadi presiden pada 20 Oktober 2014 lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta ini telah melakukan lima kali reshuffle kabinet. Berikut rinciannya:
Reshuffle Kabinet IÂ
Reshuffle Kabinet pertama kali dilakukan Jokowi pada 12 Agustus 2015. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu merombak enam posisi menteri saat itu, yakni:Â
1. Menko Bidang Perekonomian yang sebelumnya dipegang Sofyan Djalil digantikan Darmin Nasution.
2. Sofyan Djalil ditunjuk sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menggantikan Andrinof Chaniago.
3. Menko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya yang sebelumnya dijabat oleh Indroyono Susilo digantikan oleh Rizal Ramli.
4. Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menko Polhukam menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno. Sebelum menjadi Menko Polhukam, Luhut tercatat sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Jabatan ini kemudian diisi oleh Teten Masduki.
5. Thomas Lembong ditunjuk sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Rachmat Gobel
6. Pramono Anung sebagai Sekretaris Kabinet menggantikan Andi Widjajanto.
Reshuffle Kabinet II
Jokowi kembali merombak susunan kabinetnya pada 27 Juli 2016. Setidaknya 13 pos menteri mengalami perubahan.
1. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dicopot digantikan oleh Budi Karya Sumadi.Â
2. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil digantikan oleh Bambang Brodjonegoro.
3. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro digantikan oleh Sri Mulyani Indrawati.
4. Sofyan Djalil dilantik menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang menggantikan Ferry Mursidan Baldan.
5. Archandra Tahar ditunjuk sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Menteri (ESDM) menggantikan Sudirman Said. Namun, posisi itu tak lama diemban Archandra gara-gara kasus paspor. Untuk sementara, posisi Menteri ESDM dijabat Luhut Binsar Panjaitan.Â
Pada 14 Oktober 2016, Ignasius Jonan dilantik sebagai Menteri ESDM, sementara Archandra Tahar menjadi wakilnya.Â
6. Menteri Perindustrian Saleh Husin digantikan Airlangga Hartarto.
7. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan digantikan oleh Muhadjir Effendy.
8. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar digantikan Eko Putro Sanjojo.
9. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Reformasi, dan Birokrasi (Menpan RB)Yuddy Chrisnadi digantikan Asman Abnur.
10. Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan digantikan Wiranto.
11. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli digantikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan.
12. Menteri Perdagangan Thomas Lembong diganti Enggartiasto Lukita.Â
13. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong menjabat Kepala BKPM menggantikan Franky Sibarani yang ketika itu ditugaskan sebagai Wakil Menteri Perindustrian.Â
Reshuffle Kabinet III
Reshuffle kabinet ketiga kali dilakukan pada 17 Januari 2018. Namun, hanya satu menteri dan KSP yang dirombak. Satu menteri tersebut adalah Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. Khofifah digantikan Idrus Marham karena maju sebagai calon gubernur di pilkada Jatim.
Sementara itu, Moeldoko menggantikan Teten Masduki sebagai Kepala Staf kepresidenan (KSP). Teten ditugaskan sebagai Koordinator Staf Khusus Presiden.
Reshuffle Kabinet IV
Reshuffle kelima dilakukan pada 15 Agustus 2018. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Asman Abnur digantikan Syafruddin yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kepala Polri.
Reshuffle Kabinet V
Reshuffle kelima dilakukan pada 24 Agustus 2018. Jokowi melantik Agus Gumiwang sebagai Menteri Sosial (Mensos) menggantikan Idrus Marham yang mengundurkan diri karena tersangkut kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Â
Saksikan video menarik berikut ini: