Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Staf Kostrad ABRI, Kivlan Zen diperiksa Bareskrim Polri sebagai saksi dalam kasus dugaan makar. Kivlan yang diperiksa selama sekitar lima jam itu dicecar 26 pertanyaan ihwal tuduhan makar yang dilayangkan terhadapnya.
"(Diberi) sekitar 26 pertanyaan," ujar Pengacara Kivlan Zen, Pitra Romadoni Nasution di Kantor Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (13/5/2019).
Pitra mengungkapkan, penyidik Polri memperlakukan kliennya secara baik selama pemeriksaan. Pada kesempatan itu, Kivlan telah mengklarifikasi tuduhan-tuduhan yang tidak benar terhadap dirinya, terutama terkait makar.
Advertisement
"Tadi sudah diklarifikasi mengenai tuduhan-tuduhan yang dituduhkan dalam pasal makar, penyebaran berita bohong, dan satu lagi tentang menghasut. Tadi sudah kita klarifikasi di unit Tipidum Bareskrim Mabes Polri bahwasanya tidak ada kita melakukan makar seperti yang dituduhkan oleh saudara Jalaluddin," ucapnya.
Pitra menekankan bahwa Kivlan tidak memiliki niat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Dia menjelaskan bahwa kliennya itu hanya menyampaikan aspirasinya sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Kita hanya protes, kita hanya unjuk rasa terhadap kecolongan-kecolongan, dan itu hanya dilakukan di Bawaslu dan di KPU," kata Pitra.
Kivlan Zen memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri untuk dimintai keterangan terkait kasus makar. Dia tiba di kantor polisi sekitar pukul 10.15 WIB tadi.
Purnawirawan ABRI itu datang mengenakan kemeja batik coklat lengan panjang dengan ditemani oleh pengacaranya Pitra R Nasution. Ia keluar sekitar pukul 15.22 WIB.
Â
* Ikuti perkembangan Real Count Pilpres 2019 yang dihitung KPU di tautan ini
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bantah Makar
Mantan Kepala Staf Kostrad ABRI, Kivlan Zen diperiksa oleh Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan makar. Kivlan menolak tuduhan tersebut.
Menurut purnawirawan ABRI kelahiran Langsa, Aceh itu, dirinya tidak memiliki niatan untuk makar. Karena ia tidak memiliki senjata serta pasukan.
"Tidak benar akan makar. Saya tidak punya senjata, saya tidak punya pengikut yang bawa pasukan bersenjata, dan saya tidak menyatakan bahwa kita harus membentuk pemerintahan baru," ujar Kivlan saat hendak menghadiri pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jl. Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (13/5/2019).
Kivlan merasa dirinya hanya mengemukakan pendapat yang dijamin oleh konstitusi Indonesia.
"Untuk merdeka (membuat negara serta pemerintah baru) buat negara itu harus ada pemerintahan, ada rakyat, ada kekuatan bersenjata, ada kedaulatan," kata Kivlan.
Di sana, Kivlan juga menyampaikan bahwa seruan terkait diskualifikasi Paslon 01, Jokowi-Maruf pada Pemilu 2019 dilakukan atas dasar pandangannya yang menganggap Paslon 01 berbuat curang.
Seruan tersebut diketahui dalam acara "We Don’t Trust" yang digagas sejumlah tokoh pendukung Prabowo-Sandi.
"Termasuk KPU, termasuk undang-undang, kalau dia melanggar Undang-Undang tentang Pemilu kan boleh itu dia diskualifikasi atau dilikuidasi. Maksud saya dilikuidasi itu menganulir, ya toh," ucap Kivlan.
"Karena apa? Karena kalau mereka mengatakan berbuat kesalahan, dan saya sampaikan itu berbuat kesalahan, ada kecurangan-kecurangan, kemudian terbukti ada paslon 01 bagi-bagi uang, bagi-bagi sembako, dan semuanya termasuk ASN mendukung itu kan pelanggaran undang-undang," sambungnya.
Tatkala ditanya bukti terkait tuduhan kecurangan terhadap Paslon 01, Kivlan mengatakan bahwa hal itu sudah banyak di sampaikan oleh media. Sebelum memasuki gerbang elektronik di dalam gedung Bareskrim, Kivlan mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia sudah mati.
"Demokrasi sudah mati," kata Kivlan Zen.
Advertisement