Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan hasil perolehan suara sementara Pileg 2019, PDIP hampir dipastikan menjadi pemenang Pemilu 2019. Dengan begitu, otomatis kursi Ketua DPR periode mendatang menjadi milik partai berlambang banteng moncong putih itu.
Dan, nama yang digadang-gadang untuk menempati posisi tersebut mulai dimunculkan. Termasuk oleh Ketua DPR yang kini masih memimpin lembaga legislatif itu, Bambang Soesatyo.
Dia dengan tegas mengatakan mendukung Puan Maharani sebagai calon penggantinya pada periode 2019-2024 bila ditunjuk PDI Perjuangan sebagai partai yang bakal jadi pemenang pemilu.
Advertisement
"Kalau PDIP menunjuk Puan harus kita dukung. Itu ketentuan politiknya dan saya setuju," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2019).
Pria yang karib disapa Bamsoet itu menilai Puan pantas menjadi Ketua DPR. Kata dia, putri Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri itu memiliki kompetensi sebagai pimpinan parlemen. "(Puan) berkompeten," imbuhnya.
Bamsoet menjelaskan, berdasarkan UU MD3 lima partai dengan raihan suara pemilu tertinggi yang akan menjadi pimpinan. PDIP yang memiliki suara terbanyak, berhak kursi ketua. Termasuk Golkar.
Namun, siapa yang akan mengisi, Bamsoet serahkan kepada partai. Dia enggan menjadi pimpinan DPR. "Saya sendiri ingin menjadi anggota biasa saja," kata dia.
Adalah Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah yang pertama kali menyebut putri Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani adalah sosok paling berpeluang menjadi Ketua DPR RI.
"Puan Maharani memang kader PDIP yang paling berpeluang untuk menjadi Ketua DPR RI," kata Basarah di Jakarta, Senin 13 Mei 2019 malam.
Basarah mengatakan, Puan berpengalaman di eksekutif sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Sedangkan pengalaman di legislatif, Puan pernah menjabat Ketua Fraksi PDIP di DPR RI periode 2009-2014.
"Dan sudah 3 periode menjadi pengurus DPP PDIP," imbuh Basarah.
Wakil Ketua MPR itu mengatakan, legitimasi Puan sebagai calon Ketua DPR diperkuat dengan perolehan suara di Pileg 2019. Puan Magarani, kata Basarah memecahkan rekor perolehan suara tertinggi sebanyak 420 ribu suara.
"Pergaulan dan interaksi politik Puan dengan berbagai kalangan sosial politik juga sangat luas dan baik. Dia kader partai yang paling dipercaya untuk urusan-urusan publik saat ini," jelas Basarah.
Kendati peluang Puan kian terbuka sebagai Ketua DPR, keputusan akhir tetap berada di tangan ibunya, Megawati Soekarnoputri. Basarah menyebut keputusan siapa yang menjadi Ketua DPR merupakan hak prerogatif Megawati sebagai Ketua Umum PDIP.
"Sebaiknya kita tunggu saja bagaimana keputusan Bu Mega dalam waktu yang paling tepat," tandas Basarah.
Dukungan untuk Puan juga datang dari Sekjen NasDem Johnny G Plate, yang mengatakan bahwa Menko PMK itu sangat layak dan punya kapasitas untuk menjadi seorang Ketua DPR. Ia mendukung jika memang kelak PDIP mengajukan Puan sebagai Ketua DPR.
"Siapa pun yang dicalonkan PDIP pasti kami dukung. Salah satu tokoh yang memang mumpuni PDIP adalah Ibu Puan, yang juga memperoleh suara terbesar di Indonesia dalam pileg kali ini," ujar Johnny.
Senada dengan Johnny, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar juga punya pendapat yang sama. Dirinya mendukung jika Puan diajukan sebagai Ketua DPR.
"Mbak Puan sangat layak jadi Ketua DPR dan Mbak Puan mungkin akan membuka sejarah perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR RI," ujar Muhaimin.
Lantas, apa komentar Puan? Terkait hal itu, Puan mengaku dirinya masih berfokus menjalankan tugas sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
"Saya masih fokus jadi Menko PMK sampai insya allah sampai akhir masa jabatan dan saat ini kan kita masih menunggu hasil real count sampai tanggal 22 (Mei 2019), jadi masih fokus pada hal tersebut," ujar Puan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Menurut dia, hingga kini belum ada pembicaraan di internal partainya terkait penugasan di DPR. Puan memastikan belum ada keputusan resmi terkait posisinya di DPR.
"Alhamdulillah memang sesuai dengan UU MD3, partai pemenang pemilu dan sesuai suara proporsional yang nantinya akan menduduki posisi-posisi pimpinan, salah satunya pimpinan di DPR. Tapi siapa kemdian bagaimana kriterianya dan lain-lain itu kan masalahnya ada di internal partai masing-masing," jelasnya.
Tanpa Manuver Politik
Peluang untuk Puan Maharani meminpin lembaga legislatif memang terbuka lebar. Ketua DPR Bambang Soesatyo menegaskan, kursi Ketua DPR di periode selanjutnya akan diduduki partai pemenang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Menurut politikus Golkar itu, aturan tersebut sudah tertuang di dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
"Sesuai dengan UU MD3 sudah sepakat pembentukan Ketua DPR itu pemenang pemilu adalah ketuanya," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 13 Mei 2019.
Ia pun memastikan tidak akan ada perubahan atau revisi terkait aturan yang tertuang di dalam UU MD3 itu sampai pada waktu pemilihan pimpinan DPR periode 2019-2024 mendatang.
"Saya sebagai Ketua DPR memastikan tidak ada perubahan yang terkait itu (UU MD3) karena saya yang gol-kan," katanya.
Sementara, PDIP hampir dipastikan menjadi partai pemenang Pemilu 2019. Berdasarkan data real count resmi KPU, hingga Selasa 14 Mei 2019, PDIP sudah mengumpulkan sebanyak 20 persen suara. Di bawah partai berlambang banteng itu mengekor Golkar dengan perolehan suara sebanyak 13,13 persen.
Jika mengikuti hasil hitung cepat, maka PDIP adalah partai pemenang Pemilu 2019. Dalam Pileg 2019 ini, perwakilan PDIP di parlemen juga diperkirakan bertambah dari 109 kursi pada periode sekarang menjadi 131 kursi pada periode mendatang.
Namun, di atas semuanya, yang paling penting adalah jaminan dari Bamsoet bahwa tak akan ada lagi utak-atik aturan komposisi pimpinan DPR. PDIP tentu paham betul bagaimana sakitnya menjadi pemenang pemilu namun sama sekali tak bisa menempatkan wakilnya di jajaran pimpinan DPR.
Lihat saja pada Pileg 2014. Meskipun keluar sebagai pemenang pileg, posisi Ketua DPR ternyata ditentukan oleh pemilihan Paket Pimpinan DPR yang saat itu dikuasai Koalisi Merah Putih (KMP) atau kubu Prabowo Subianto.
Artinya, kader PDIP tak bisa langsung menempati posisi pimpinan atau Ketua DPR lantaran harus mengikuti pemilihan kembali di internal DPR. Pihak PDIP wajar merasa diperlakukan tidak adil, karena sehari menjelang Pilpres 2014, kubu oposisi mengubah aturan pemilihan pimpinan DPR berasarkan sistem paket yang sebelumnya merujuk sistem proporsional.
Tak heran kalau jauh-jauh hari PDIP sudah menyiapkan rambu-rambu agar peristiwa serupa tak lagi terjadi. Sejak awal 2018 partai ini telah melobi sejumlah pimpinan fraksi lain di DPR yang akhirnya menyepakati direvisinya UU MD3 untuk ketiga kalinya dalam periode 2014-2019.
Dalam UU MD3 hasil kompromi itu disebutkan, partai pemenang pemilu otomatis menjadi Pimpinan DPR. Setelah disahkan revisi UU MD3 pada tanggal 12 Februari 2018, dari 7 pasal perubahan, beberapa di antaranya adalah Pasal 84 dan 15 tentang komposisi pimpinan DPR dan MPR.
Pasal ini merupakan hasil kompromi politik fraksi di DPR, karena kursi pimpinan DPR yang semula satu ketua dan empat wakil, menjadi satu ketua dan lima wakil. Satu pimpinan tambahan itu menjadi jatah pemilik kursi terbanyak yang pada 2014 dipegang oleh PDI Perjuangan.
Pada Pasal 15, pimpinan MPR tadinya terdiri atas satu ketua dan empat wakil ketua. Dengan revisi, pimpinan MPR menjadi satu ketua dan tujuh wakil. MPR periode 2014-2019 terdiri atas 10 fraksi partai politik dan satu fraksi Kelompok DPD.
Jika tidak ada manuver politik seperti yang dilakukan KMP setelah Pileg 2014, sistem pimpinan di DPR yang semula sistem paket akan menjadi sistem proporsional. Dan bisa dipastikan kader PDIP akan memimpin lembaga legislatif itu, karena akan sangat sulit bagi kubu oposisi untuk melakukan manuver seperti lima tahun lalu.
Tak hanya karena UU MD3 menyatakan hal itu, namun juga karena partai politik anggota Koalisi Indonesia Kerja pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin di DPR begitu solid dan dominan. Diperkirakan, PDIP bersama Golkar, NasDem, PKB dan PPP mendominasi total kursi di DPR hingga mencapai angka 60 persen.
Advertisement
Pengalaman dari 2 Presiden
Berdasarkan hitung cepat dan data sementara real count KPU, PDIP sukses menunjukkan dominasinya di Pemilu 2019. Dengan perolehan suara yang besar itu, dipastikan sejumlah caleg PDIP lolos masuk parlemen. Berdasarkan hasil penghitungan suara sementara internal partai, empat caleg PDIP dari Dapil Jateng V lolos ke DPR. Salah satunya adalah Puan Maharani, putri Megawati yang juga Ketua DPP PDIP.
Di Dapil Jateng V yang terdiri dari Solo, Boyolali, Klaten, dan Sukoharjo, Puan meraup 420.000 suara. Jumlah itu hampir sama dengan total penduduk Solo yang berjumlah sekitar 500.000 jiwa.
Menurut Direktur Program Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Aria Bima, selain diprediksi lolos menjadi anggota DPR, Puan juga diperkirakan memperoleh suara terbanyak di tingkat nasional. Namun, tak ada yang aneh dengan semua itu, karena Puan bukanlah politikus kemarin sore.
Puan Maharani adalah Ketua Fraksi PDIP di DPR periode 2009-2014. Terlahir dalam keluarga politisi membuat ia sejak kecil sudah terbiasa dengan hingar bingar panggung politik. Kakeknya, Soekarno, proklamator Republik Indonesia, serta ibunya Megawati Soekarnoputri, Presiden RI kelima sekaligus Ketua Umum PDIP.
Dalam kampanye di Jawa Timur beberapa tahun lalu, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri secara resmi memperkenalkan putri tunggalnya, Puan Maharani sebagai penerusnya kepada publik.
Seiring dengan perjalanan waktu, Puan semakin terlibat dalam proses politik. Pada masa pemilihan presiden tahun 2009, Puan terlibat aktif di Mega Center, lembaga yang menangani pemenangan Megawati jadi presiden, walaupun menurutnya posisinya itu hanya sebagai observer.
Wanita kelahiran Jakarta, 6 September 1973 ini merupakan anak ketiga Megawati Soekarnoputri, atau anak pertama Megawati dari suaminya Taufiq Kiemas. Terlahir dalam keluarga politisi membuat Puan sejak kecil sudah terbiasa dengan hingar bingar panggung politik.
Hal tersebut memang tidak terlalu mengherankan, karena saat ibunya, Megawati, menjadi Presiden RI pada periode 2001-2004, ia selalu berada di samping sang ibu, baik saat melakukan kunjungan resmi ke daerah maupun ke luar negeri. Sehingga tanpa disadari, aktivitas itu telah memperkenalkan Puan Maharani ke panggung politik.
Di samping melakukan kunjungan-kunjungan, istri dari Happy Hapsoro ini pun beberapa kali pernah dipercaya sang ibu melakukan kegiatan sosial. Dari situ, ia juga kemudian belajar banyak mendekati 'wong cilik'.
Bukan sekadar menyaksikan, tapi dia juga sudah ikut keliling dan mendampingi ibunya saat melawan kekuasan Soeharto, presiden RI ke-2. Karier organisasinya dimulai saat masuk KNPI di bidang luar negeri, dan bergabung di PDIP.
Setelah teruji dan matang secara organisatoris, Puan maju mencalonkan sebagai anggota DPR dari Dapil Jawa Tengah; Surakarta, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali. Dia pun meraih suara terbanyak.
Pada usia 36 tahu dia dilantik menjadi anggota DPR RI 2009-2014. Kariernya mulai menanjak. Ia didaulat untuk menjadi Ketua Fraksi PDIP di DPR menggantikan seniorya Tjahjo Kumolo. Pemilu berikutnya dia juga terpilih kembali menjadi anggota DPR.
Kematanganya berpolitik dilanjutkan dalam struktur partai. Dia ditunjuk sebagai Ketua Bidang Politik dan Hubungan Antar lembaga DPP PDIP. Puncaknya, saat Pemilu 2014, dia tunjuk sebagai panglima perang partai. Luar biasa. PDIP memenangi pemilu dengan perolehan suara terbanyak pada Pemilu 2014.
Kariernya dilanjutkan dengan memenangkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014. Perjuangan kerasnya telah menghasilkan buah. Dia didapuk sebagai Menko termuda pada usia 41 tahun dan orang pertama yang mengisi kementrian baru, yakni Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.