Sukses

Nasdem Sambut Zulhas Gabung, Sekjen PAN Pilih Irit Bicara

Sekretaris Jenderal Nasdem Johnny G. Plate, menyambut baik jika Ketua Umum PAN Zulkifli Hassan, mau kembali ke dalam koalisi Jokowi, dan mendukung pemerintahan.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Nasdem Johnny G. Plate, menyambut baik jika Ketua Umum PAN Zulkifli Hassan, mau kembali ke dalam koalisi Jokowi, dan mendukung pemerintahan.

"Kami tentu berterima kasih kalau Pak Zul merasa perlu mendukung Jokowi, kami terima kasih sekali itu," kata Johnny di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (14/5/2019).

Namun, masih kata dia, kerja sama politik itu, tak selamanya harus menarik kader partai untuk masuk ke dalam kabinet.

"Di luar kabinet juga bisa dibangun gotong royong politik," ungkap Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf ini.

Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal PAN, Eddy Soeparno memilih irit bicara soal adanya kemungkinan partainya pindah haluan usai 22 Mei mendatang.

"Saya masih fokus untuk menyelesaikan dan mengamankan hasil perolehan suara partai pasca pemilu," tegas Eddy.

Saat ditegaskan kembali apakah wacana tersebut sudah dibicarakan di tingkat DPP? Dia kembali hanya mengatakan.

"Saya sedang fokus ke pengamanan suara partai hasil Pemilu. Belum ada waktu dan energi untuk memikirkan yang lain-lain," jelas Eddy.

2 dari 2 halaman

Malu-Malu Mau

Pengamat politik UIN Jakarta, Adi Prayitno, memandang partai pimpinan Zulkifli Hasan itu malu-malu mau masuk ke koalisi.

"Habitus partai yang jagoannya kalah, pasti malu tapi mau merapat ke kekuasaan. Nunggu dipinang," jelas Adi.

Dia menegaskan, PAN itu mempunyai gen dan DNA sebagai rulling party.

"PAN itu punya gen dan DNA the rulling party. Alasannya relatif banyak. Misalnya, soal akomodasi politik terhadap PAN, karena punya irisan pemilih Islam yang berbeda dengan PKB dan PPP," kata Adi.

Selain itu, masih kata dia, PAN kadang diperlukan untuk menjaga keseimbangan politik. Khususnya di level warna Islam.

"Tentu sebagai partai menengah berat bagi PAN berada di luar kekuasaan, karena ketiadaan akses terhadap infrastruktur politik seperti kabinet atau pos strategis lain, yang bisa dikapitalisasi untuk kepentingan pemilu berikutnya," pungkasnya.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com