Liputan6.com, Jakarta - Direktur Indonesia Halal Care (IHC) Yosep Yusdiana meminta Kementerian Agama (Kemenag) yang saat ini memegang sertifikasi halal aktif sosialisasi kepada masyarakat perubahan kewenangan sertifkasi halal.
Sebab, meski hampir sebulan berlaku, namun publik banyak yang belum tahu bahwa sertifikasi halal produk dan makanan kini ditangani Kemenag.
Baca Juga
Ya, itu sesuai, UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, kini urusan sertifikasi halal tidak lagi jadi kewenangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Advertisement
"Banyak yang mengira masih di tangan MUI. Padahal sudah diambil alih Kemenag. Kemenag dalam hal ini BPJPH, hasru sosialisasi kepada masyarakat selaku konsumen terutama kepada pelaku usaha,” tutur Yosep melalui keterangan tertulis, Senin (18/11/2019).
Selain sosialisasi UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Kemenag juga seharusnya mempublikasikan produsen yang telah mengajukan sertifikasi halal. Yosep meyakini, ada ribuan produsen yang mengajukan sertifikasi.
Disebutkan bahwa pembayaran dalam pengajuan sertifikasi produk halal itu dilakukan pada 3 pihak yang terlibat. Yakni Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), MUI, dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal. Namun besaran biaya yang harus dibayarkan oleh pihak yang mengajukan belum diketahui secara luas.
"Ini adalah hal yang cukup sensitif bagi publik, mengingat besarnya biaya sertifikasi cukup disorot sejak sertifikasi halal ini dipegang oleh MUI," tukas Yosep.
Lebih lanjut diungkapkan, bahwa sebelumnya biaya sertifikasi halal melalui LPPOM MUI adalah berkisar antara 1,5 – 5 Juta. Biaya itu meliputi penerbitan sertifikat dan pelatihan.
"Biaya itu masih di luar biaya regristrasi, auditor dan jurnal. Besarnya biaya tergantung pada kategori perusahaan yang mengajukan sertifikasi.
Selain itu, Pemerintah harus mempublikasikan produk yang telah tersertifikasi halal dan yang tengah mengajukan sertifikasi. Menurut Yosep, itu sebagai langkah transparansi Kemenang dalam menerbitkan sertifikat halal.