Sukses

Tim Hukum Bentukan Menko Polhukam Kaji 13 Peristiwa Usai Pemilu 2019

Tim Asistensi Hukum Nasional bentukan Menko Polhukam Wiranto menegaskan, tidak bekerja berdasar nama tokoh yang menjadi sorotan, tapi peristiwa.

Liputan6.com, Jakarta - Tim Asistensi Hukum Nasional bentukan Menko Polhukam Wiranto menegaskan, tidak bekerja berdasar nama tokoh yang menjadi sorotan. Sekretaris Tim Asistensi Hukum Nasional, Adi Marwan menjelaskan, pihaknya bekerja dengan mengkaji peristiwa yang terjadi di publik.

"Sesungguhnya pendekatan kami bukan nama tapi peristiwa yang patut diduga merupakan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan hukum negara (kejahatan terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan kejahatan terhadap kepentingan umum), dan pelanggaran terhadap UU ITE yang terjadi pra dan pasca pemungutan suara Pemilu 2019," ucap Adi kepada Liputan6.com, Jakarta, Rabu (15/5/2019).

Menurut dia, Tim Asistensi Hukum Nasionalbentukan Menko Polhukam tersebut tengah mengkaji 13 peristiwa di tengah masyarakat. 13 peristiwa ini masih dibahas oleh tim.

"Masih 13 peristiwa. Peristiwa itu yang sedang ramai atau viral di media sosial saat ini," kata Adi.

Ketika ditanya, apakah peristiwa yang dikaji Tim Asistensi Hukum Nasional tersebut termasuk kasus Kivlan Zen, Eggi Sudjana, kemudian Permadi, dia hanya menjawab diplomatis. 

"Intinya semua yang saat ini viral di medsos, dan atas permintaan Kemenko Polhukam, tim asistensi hukum mengadakan pengkajian terkait ada atau tidaknya perbuatan kejahatan terhadap kepentingan hukum negara," kata Adi.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

2 dari 2 halaman

Tentang Tim Asistensi Hukum Nasional

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto resmi membentuk Tim Asistensi Hukum. Mereka ditugaskan untuk memberi masukan pada pemerintah, terkait berbagai kasus pelanggaran ‎hukum.

"Kita kumpulkan untuk bantu menelaah, menilai sekaligus mengevaluasi apakah aksi yang meresahkan masyarakat itu masuk kategori yang mana, pasalnya apa, lalu mau diapakan," ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka, Kamis, 9 Mei 2019.

Wiranto juga menuturkan, tim yang dibentuknya itu sudah mulai bekerja dengan menggelar rapat perdana. Di dalamnya ada pakar-pakar hukum, akademisi dan aparat pemerintah.

"Kita ajak bersama untuk menelaah dan menganalisis. Agar masukan ini aparat polisi dan kejaksaan bisa bertindak. Karena masukan dari pakar hukum otomatis representasi dari masyarakat," katanya.

Lebih lanjut Wiranto juga mengatakan, tim ini juga akan menilai ucapan-ucapan di publik yang dianggap meresahkan usai Pemilu 2019 ini. Karena jangan sampai ada orang semena-mena terhadap ucapannya.

"Kami tidak surut lagi, kami sudah buktikan siapa pun yang nyata-nyata melanggar hukum kami akan tindak tegas," tegasnya.

Namun, Mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ini menolak apabila pemerintah disebut diktator dengan didirikannya Tim Asistensi Hukum ini.

"Justru dengan adanya tim ini supaya aparat penegak hukum tidak berbuat semena-mena. Karena dalam setiap tindakan hukum perlu adanya masukan dari para pakar yang ada di tim ini," paparnya.

Adapun Tim Asistensi Hukum ini terdiri dari 22 pakar. Jumlah itu terdiri dari pakar, staf Polhukam hingga anggota Polri. Namun, tidak menutup kemungkinan jumlah pakar dalam tim itu akan bertambah.