Liputan6.com, Jakarta - LSM Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghentikan rekapitulasi suara. Mereka menilai KPU abai terhadap kasus kematian ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Komisioner KPU Ilham Saputra menegaskan, rekapitulasi suara tidak bisa dihentikan oleh siapa pun. "Ya enggak bisa. Siapa yang bisa menghentikan rekapitulasi?" kata Ilham di kantor KPU, Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Ilham mengatakan, rekapitulasi suara tingkat nasional sudah berjalan. Sampai hari ini, 26 provinsi telah selesai direkap.
Advertisement
Terkait kematian petugas KPPS itu, Ilham mengatakan, kematian sejumlah hal, kelelahan salah satunya. Dia juga mengutip pernyataan Menteri Kesehatan.
"Menteri Kesehatan juga sudah bilang mereka punya penyakit bawaan ada juga yang kecelakaan kan begitu. Kita enggak menutup mata lah," katanya.
Ilham menyesalkan jika kematian petugas KPPS dikaitkan dengan dugaan kecurangan Pemilu. "Tapi kemudian mereka jangan kita ini dibuat seakan-akan waaah pemilu curang, karena mereka dibunuh segala macam, ya enggak lah. Gimana coba, coba wawancarai korban deh, gitu loh wawancarai korban," tegas Komisioner KPU ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini
Mer-C
Diberitakan, Pembina Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Joserizal Jurnalis menyampaikan, ratusan korban tewas dari petugas KPPS mengindikasikan abainya Komisi Pemilihan Umum (KPU) terhadap isu kemanusiaan. Untuk itu, penghentian proses penghitungan suara menjadi logis untuk dilakukan.
Hingga 7 Mei 2019, petugas pemilu yang tewas mencapai 554 orang. Petugas tersebut meliputi anggota KPPS, Polri dan Bawaslu.
"Kalau perlu diberhentikan dulu penghitungan suara. Diberhentikan dulu. Fokus penanganan pencegahan ini dan semua pembiayaan dikerahkan untuk hal tersebut," tutur Joserizal di Kantor MER-C, Jalan Kramat Lontar, Jakarta Pusat, Rabu (15/5).
Dengan penghentian proses penghitungan suara, dia menilai, KPU dapat lebih fokus melakukan investigasi atas masalah tersebut. Pasalnya yang tergambar saat ini hanyalah bentuk pembiaran, hingga terkesan tidak punya kepekaan terhadap rasa kemanusiaan.
"Bukti pembiaran, pertama korban meningkat jumlahnya, kedua tidak ada asuransi, ketiga proses rekrutmen yang tidak proper keempat surat kesehatan dari puskesmas, kelima tidak jelas pembiayaannya, sebagian besar keluarga yang nanggung," jelas dia
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka
Advertisement