Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono meyakini, gerakan people power tak akan terjadi jelang pengumuman resmi hasil Pemilu oleh KPU, pada 22 Mei 2019. Menurut dia, siapapun tak bisa menggulingkan pemerintahan yang sah dengan tindakan inkonstitusional.
"Enggak ada. Apapun namanya, kalau mau capai kekuasaan, tidak mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku dan konstitusi. Itu namanya kudeta. Tapi kudeta sipil, itu enggak boleh. Kudeta sipil pun enggak pernah ada sejarahnya," ujar Hendropriyono di Kawasan Kuningan Jakarta Selatan, Rabu 15 Mei 2019.
Mantan Ketum PKPI itu meminta, agar masyarakat tak terpengaruh dengan seruan-seruan people power. Sebab, dia meyakini selama TNI-Polri tak mendukung, maka gerakan people power tak akan terjadi.
Advertisement
"Kudeta sipil pun enggak pernah ada sejarahnya berhasil kecuali didukung TNI polri. Selama tidak didukung, maka tidak mungkin (terjadi), jauh panggang dari api," jelasnya.
Hendropriyono menilai, saat ini masyarakat dalam kondisi tenang dan tak terpengaruh dengan isu-isu negatif jelang 22 Mei.
"Saya yakin, kita semua masih, bagaimanapun di lubuk hati di tiap kita adalah nasionalis. Masa kita enggak mau jadi bangsa Indonesia lagi, kan enggak mungkin. Ini hanya retorika saja," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tak Bisa Dilakukan di Era Jokowi
Sebelumnya, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Agum Gumelar juga mengatakan, revolusi dan people power tak bisa dilakukan di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Hal ini lantaran banyak masyarakat yang puas atas kinerja pemerintahan Jokowi.
"Kita lihat sekarang ini dong. Pak Jokowi ini Presiden dengan pemerintahannya, di mata masyarakat kita, 70 persen lebih puas dengan apa yang dikerjakan. Jadi tidak mungkin bisa dilakukan tindakan, langkah-langkah yang sifatnya begitu," kata Agum di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat 10 Mei 2019.
Menurut dia, revolusi dapat dilakukan untuk merebut kemerdekaan dari penjajah dan melumpuhkan rezim otoriter alias ditaktor. Sementara itu, people power dapat dilakukan jika lebih dari 80 persen masyarakat tak puas dengan pemerintah.
Dia pun mencontohkan, people power yang terjadi di era Presiden Soeharto tahun 1998. Saat itu, mayoritas masyarakat tak puas dengan kinerja pemerintahan Soeharto.
"Jadi sangat sulit untuk bisa mengatasnamakan rakyat untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak konstitusional," sambung Agum.
Dia menilai, yang terjadi saat ini hanyalah sebatas ekspresi ketikdakpuasan sekelompok orang dengan hasil Pemilu 2019. Agum meminta agar TNI-Polri solid sehingga masyarakat tak perlu khawatir dengan upaya kelompok tertentu yang ingin melakukan gerakan people power.
Advertisement