Liputan6.com, Jakarta Di balik semboyan Indonesia, gemah ripah loh jinawi (kekayaan alam yang berlimpah) ada keterpurukan yang siap melanda Tanah Air. Mulai dari kurangnya peminat kaum muda untuk bekerja di sektor pertanian, keterbatasan lahan, keterbatasan sumber pangan, hngga keamanan pangan agar layak dikonsumsi masyarakat.
Mengetahui hal tersebut menjadi faktor krisis pangan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memprediksi bahwa negara ini akan menghadapi krisis petani pada 10 hingga 20 tahun ke depan.
Jumlahnya hanya sekitar enam juta pada 2025. Guru Besar Food Processing Engineering Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Purwiyatno Hariyadi mengatakan bahwa ketahanan pangan punya tujuan untuk masa depan.
Advertisement
"Ketahanan pangan adalah untuk memungkinkan atau memperoleh suatu kondisi di mana setiap individu, semua penduduk itu mampu hidup aktif, sehat, produktif secara berkelanjutan," katanya.
Selain itu, Purwiyatno mengatakan ada faktor lain yang memengaruhi ketersediaan pangan seperti perubahan iklim, dan keamanan pangan yang semuanya saling berkaitan. Namun, ketahanan pangan juga tak bisa dirata-rata, melainkan harus dilihat secara cermat.
Maka dari itu, lanjut Purwiyatno, ketahanan pangan dapat dipenuhi dengan jumlah, mutu, dan keamanan pangannya. "(Pangan) Memang harus tersedia dari waktu ke waktu, daerah ke daerah, dan itu bisa diakses oleh setiap individu," tegasnya mengenai ketersediaan pangan.
Berkaitan dengan penguatan ketahanan pangan, akademisi yang juga aktif di Codex National Committee ini juga mengatakan bahwa upaya itu harus didukung dan disambut baik selama membawa manfaat dan nilai positif.
"Setiap prakarsa atau inisiatif untuk bisa memperbaiki atau meningkatkan ketersediaan (pangan) itu harus dieksplor, digali dan dikembangkan," ungkapnya.
Purwiyatno juga menyampaikan bahwa pemanfaatan maksimal dan pengurangan bagian yang terbuang dari bahan baku pangan bisa berkontribusi terhadap penguatan ketahanan pangan. Hal tersebut dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah, industri pangan serta masyarakat.
Â
Manfaatkan Jerami
Di bidang industri, upaya mengatasi ancaman krisis pangan kedepannya dilakukan oleh perusahaan produsen umami (Ajinomoto). Beberapa hal yang dilakukan Ajinomoto adalah penggunaan dan pemanfaatan kembali sumber daya alam dengan cermat.
Misalnya pemanfaatan hasil samping proses fermentasi dengan mendaur ulangnya menjadi pupuk organik untuk tanaman tebu yang menjadi bahan bakunya, pemanfaatan ini lebih dikenal dengan Siklus Bio (Bio-Cycle).
Di Thailand, Ajinomoto juga memanfaatkan sumber bahan baku lain seperti jerami untuk menggantikan singkong sebagai bahan baku produksi asam aminonya. Menurut Ajinomoto, pemanfaatan jerami dapat menekan dampak air dalam produksi mereka hingga 75 persen, serta mengurangi penggunaan lahan dari 3.000 hektar menjadi nol.
Dengan langkah ini, lahan yang sebelumnya hanya ditujukan untuk tanaman produksi bisa dialihkan menjadi lahan pertanian pangan yang produktif. Terlepas dari itu, Purwiyatno mengatakan ada banyak hal yang harus diperbaiki dan ditingkatkan, mulai dari penanganan masa panen, pengolahan, mutu dan keamanan pangan, distribusi pangan, hingga ketersediaan bahan bakunya.
"Hal-hal semacam itu perlu dikembangkan, mulai awal sampai akhir, mulai hulu sampai hilir dalam rangka ketersediaan tapi juga memastikan hal-hal yang berhubungan keamanan dan mutu pangannya juga," tegasnya.
Purwiyatno menjelaskan, ada beberapa hal yang secara industri bisa lakukan. Pertama mampu membangun keterkaitan hulu-hilir dan harus difasilitasi dengan pemerintah. Kedua, bagaimana mengembangkan proses industri tersebut, terkait dengan bahan baku yang dikembangkan di Indonesia.
Â
(*)