Sukses

Jaksa Agung Sebut Penerapan Pasal Makar ke Pengancam Presiden Sudah Tepat

Sesuai Pasal 104 KUHP yang dikenakan kepada HS, delik makar merupakan bagian dari kejahatan terhadap keamanan negara dan tidak berdiri sendiri.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung M Prasetyo menilai penerapan pasal makar terhadap penghina Presiden. Seperti yang disangkakan terhadap tersangka HS yang mengancam akan memenggal kepala Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Sama makar juga kan mengancam memenggal kepala Presiden, gimana sih? Baca Pasal 104 KUHP jelas di situ mengancam memenggal, makanya harus hati-hati bicara itu," ujar Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung RI, Jakarta, seperti dilansir dari Antara, Sabtu (18/5/2019).

Meski mengatakan khilaf dan menyesal saat mengancam akan memenggal kepala Presiden Jokowi, tersangka HS tetap harus menerima konsekuensi atas tindakannya.

Prasetyo mengatakan, hanya mengancam, sudah memenuhi delik pidananya. Sekarang, tinggal penyidik mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan sesuai pasal makar yang digunakan.

"Dari situ jaksa menilai lagi, kalau memang layak diteruskan kami limpahkan ke pengadilan. Kami serahkan keputusan hakim. Tidak ada obral-obralan pasal makar, semua berangkat dari bukti yang ada," kata Prasetyo.

Sebelumnya, Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai mengatakan ancaman memenggal Presiden tidak dapat dikategorikan dan diukur sebagai sebuah permulaan pelaksanaan untuk membunuh Presiden.

"Menyebutkan atau bahkan mengancam akan membunuh presiden bisa jadi merupakan suatu delik pidana, tetapi untuk makar hal ini terlalu mengada-ada," ujar Erasmus.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sangkaan ke HS

Sesuai Pasal 104 KUHP yang dikenakan kepada HS, delik makar merupakan bagian dari kejahatan terhadap keamanan negara dan tidak berdiri sendiri.

Erasmus mengatakan makar adalah sebuah unsur yang harus diletakkan pada tujuan tertentu dan dalam kasus HS, makar diletakkan bersamaan dengan tujuan untuk membunuh presiden dan seterus mengancam keamanan.

"Untuk membunuh seorang presiden tentu saja dibutuhkan usaha lebih dari sekedar berteriak di depan kamera," ujar dia.

Untuk itu, menurut dia, Pasal 104 KUHP tidak dapat digunakan untuk menjerat orang yang mengancam akan membunuh presiden pada saat suasana demo.