Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Arsul Sani menyatakan, calon presiden nomor urut 01 Jokowi ingin melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam proses pembangunan bangsa.
Hal ini termasuk kerja sama dengan partai politik di koalisinya. Namun, hal itu bukan berarti dimaknai dengan berbagi kekuasaan.
"Bentuk konkretnya itu apakah masuk dalam koalisi atau mendapat peran apa, itu proses pembicaraan yang akan menentukan. Tapi juga jangan dimaknai power sharing itu ada pembagian kekuasaan," ujar Arsul di Jalan Cemara, Menteng, Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Advertisement
Ia menjelaskan, koalisi adalah sebuah kesepakatan politik yang sifatnya dinamis. Hal itu juga bergantung dari apa yang ditawarkan oleh pihak yang ingin berkoalisi, serta peran apa yang bisa diberikan dalam peran-peran politik di pemerintahan.
Khususnya, oleh Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang ada di TKN. Totalnya, ada 9 partai di dalam KIK TKN yang akan dipertimbangkan perannya dalam pemerintahan.
"Yang ada adalah Pak Jokowi mengundang para ketum untuk meminta masukan, dan itu semua sudah dilakukan kecuali Pak Surya Paloh (Partai Nasdem) yang masih di luar negeri," tutur Arsul.
Â
Kontrak Politik
Arsul menambahkan, pembicaraan akan pembagian peran ini juga sebaiknya dituliskan dalam kontrak politik hingga tahun 2024. Hal ini agar koalisi tidak pecah atau bermasalah di tengah jalan.Â
Ia mengatakan, usulan ini datang dari partainya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Kalau PPP mengusulkan seperti itu, tapi kan kami tidak tahu, kami hormati jugalah pendapat partai-partai lain," ucapnya.
“Yang jelas itu tadi, PPP inginnya kalau koalisi ya koalisi, jangan koalisi rasa oposisi, itu aja. Kalau mau jadi oposisi, jadilah oposisi di luar," ia mengakhiri.
Advertisement