Sukses

Begini Tahapan Penggunaan Peluru Tajam Polisi untuk Atasi Demo Anarkis

Peluru tajam ditemukan dalam mobil Brimob saat kerusuhan di sekitar Slipi, Jakarta Barat.

Liputan6.com, Jakarta - Peluru tajam ditemukan dalam mobil Brimob saat kerusuhan di sekitar Slipi, Jakarta Barat. Video terkait temuan peluru itu pun viral di media sosial. Mabes Polri menjelaskan, peluru itu berada di mobil Danki.

"Sesuai dengan SOP, bahwa ton antianarkis itu tidak boleh membawa peluru tajam. Peluru tajam itu dibawa langsung kontrol dan kendali komandan kompi Brimob," jelas Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (23/5/2019).

Jika diperlukan, peluru akan dibagikan Komandan Kompi Brimob dan harus seizin Komandan Batalyon. Setelah itu baru peluru bisa diserahkan kepada pleton antianarkis. Pleton antianarkis tak boleh sembarangan menggunakan peluru ini.

"Peleton antianarkis sangat selektif yang boleh menggunakan peluru tajam. Jadi tahapan-tahapannya; peluru hampa kemudian peluru karet, peluru tajam sesuai SOP penanganan rusuh anarkis. Itu ada SOP dan Peraturan Kapolrinya," jelasnya.

Dedi juga menerangkan SOP dalam menghadapi pengunjuk rasa anarkis. Berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, ada enam tahapan.

"Mulai kekuatan level satu itu adalah kekuatan lunak, kemudian level dua itu kekuatan tangan kosong, level tiga itu kekuatan tangan kosong dengan benda keras sampai dengan level enam adalah menggunakan peluru tajam atau menggunakan senjata api. Itu adalah levelnya," papar Dedi.

Penggunaan senjata api pun ada level-levelnya juga. Tidak boleh langsung menggunakan peluru tajam.

"Seperti yang tadi saya sampaikan, tembakan salvo dengan menggunakan peluru hampa, kemudian tembakan dengan menggunakan peluru karet, tembakan pantul 15 derajat, tembakan dengan peluru tajam juga menggunakan tembakan pantul dulu 45 derajat," lanjutnya.

Tahapan-tahapan tersebut merupakan SOP yang dikontrol sangat ketat. Peleton antianarkis itu yang mengendalikan hanya Kapolda.

"Sangat ditentukan dengan kondisi di lapangan, ketika ekskalasinya meningkat," ujarnya.

Eskalasi meningkat itu ketika ada sesuatu peristiwa atau kejadian yang dilakukan para perusuh secara sistematis sudah membahayakan keselamatan masyarakat, kemudian keselamatan aparat dan juga melakukan tindakan-tindakan destruktif, pengrusakan-pengrusakan, penghancuran-penghancuran, pembakaran secara masif terhadap seluruh objek-objek yang dimiliki oleh masyarakat, kemudian fasilitas-fasilitas publik dan lain sebagainya.

"Itu baru boleh. Itu Kapolda langsung yang memerintahkan. Seperti itu tahapan-tahapannya," tutupnya.