Sukses

ATR/BPN: Kampung Tematik Atasi Daerah Kumuh di Jakarta

Dengan cara ini, Pemprov DKI dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) bisa melegalisasi hunian warga.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Konsolidasi Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Doni Janarto Widiantono meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk mengembangkan kampung tematik.

Hal ini dinilainya bisa menjadi cara jitu untuk menata kampung yang kumuh. Misalnya, seperti kampung-kampung ilegal yang ada di bantaran kali.

"Nanti kita kembangkan zona khusus. Ada kawasan historis juga seperti di Luar Batang," ujar Doni di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Dia menjelaskan, dengan cara ini, Pemprov DKI dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) bisa melegalisasi hunian warga.

Doni menganggap, selama ini penataan memang lebih diprioritaskan bagi kampung kumuh yang legal. Karenanya, kampung kumuh yang berada di bantaran kali kerap sulit ditangani karena bermasalah.

Namun, dia yakin penataan bisa dilakukan dengan rencana tematik itu. Kali Ciliwung pun bisa ditata dan diberikan legal selama tidak membahayakan atau mengganggu fungsi sungai.

"Ke depan kampung ini kita tata secara tematik jadi tidak membuat one-size-fits-all policy. Tapi kita perlu lihat. Di Pasar Rumput kami kenalkan kampung belanja," tuturnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Gugus Tugas Reforma Agraria

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan meluncurkan gugus tugas reforma agraria Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta. Hal ini adalah bentuk tindak lanjut dari terbitnya Kepgub No 574 Tahun 2019 sebagai perubahan atas Kepgub No 162 tahun 2019.

"Dan sesuai dengan keputusan tersebut, ini dibentuk gugus tugas yang fungsinya untuk mendukung penyelenggaraan reforma agraria di Provinsi DKI Jakarta," ujar Anies di Balai Agung, Balai Kota, Jakarta, Senin (27/5/2019).

Menurutnya, reforma agraria lebih dari sekadar proses administrasi. Lewat itu, pihaknya diharapkan bisa mengatasi beberapa persoalan mendasar di bidang agraria yang berimplikasi pada aspek ekonomi, sosial, dan politik.

Khususnya dalam hal ketimpangan penguasaan, ketimpangan kepemilikan, serta penggunaan dan pemanfaatan tanah yang ada di Jakarta.