Liputan6.com, Jakarta - AKP Ibrahim Sadjap, menjadi korban kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019 lalu. Ia merupakan Kasubdit KBR Jajaran Polda Metro, yang saat itu berada di Asrama Brimob, Petamburan, Jakarta Barat.
Ia menceritakan, awal mula Markas Komando dan Asrama Brimob diserang massa. Peristiwa itu terjadi pada Rabu 22 Mei 2019, sekira pukul 02.00 WIB. Ketika itu, ia sedang bergantian beristirahat bersama anggota lainnya.
"Jadi waktu itu awalnya kebetulan karena kami siaga satu. Jadi yang tidak terploting di Bawaslu standby di kantor. Sekitar jam 02.00 WIB dibangunin sama piket. Izin komandan markas diserang," kata Ibrahim di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (27/5/2019).
Advertisement
Mendengar laporan anak buahnya, Ibrahim langsung mempersiapkan diri. Dengan cepat ia dan anggotanya mengenakan pelindung badan dan kepala.
Ibrahim awalnya sempat mengira, hanya terjadi tawuran antar kampung di sekitar Asrama Brimob. Tapi ternyata, massa mengarah ke tempatnya berjaga.
"Jadi kami bertahan di situ. Kami sisir dorong massa sebelah Tanah Abang ke kiri, sebelah Slipi diserang juga. Jadi kami bertahan yang di lorong mobil kebakaran, karena belum ada mobil baracuda, kami bertahan di belakang mobil-mobil (yang kebakaran) itu," tutur Ibrahim.
Pada malam itu, hanya ada 60 anggota polisi yang berjaga di Asrama Brimob. Jumlah tersebut tidak cukup untuk menahan massa yang kian beringas.
"Tidak ada untuk persiapan PHH. Jadi logistik disuruh ambil ke gudang. Semua amunisi peluru karet. Tidak ada peluru tajam, karena peluru karet jaraknya tidak jauh, tidak bisa terjangkau," terang Ibrahim.
Selama dua jam, Ibrahim dan puluhan anak buahnya susah payah menahan para perusuh. Akhirnya, sekitar pukul 04.00 WIB bantuan datang dari arah Slipi, Jakarta Barat.
"Karena bantuan sudah ada, kami dorong massa di Tanah Abang mundur sampai RS Pelni," ucapnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Massa Makin Beringas
Meski sempat dipukul mundur, namun para perusuh tetap menyerang polisi. Ibrahim bertahan. Ia dan anak buanya berupaya membuarkan massa dengan gas air mata. Namun, amunisi yang dimiliki menipis.
"Sudah bertahan saja, waktu itu sudah pecah berkumpul lagi mereka. Sudah ada provokator di depan. Mereka berteriak, maju, serang. Saya mau tidak mau menembakan peluru karet, tapi terpaksa karena (massa) sudah ganas. Demi Allah tidak ada sama sekali peluru tajam," jelasnya.
Situasi yang kian tak terkendali, memaksa Ibrahim memerintahkan anak buahnya mundur. Ketika itu, Ibrahim terjatuh, bahkan sempat setengah sadar. Beruntung, ia tak jadi bulan-bulanan massa.
"Anggota yang masih nembak di depan saya tarik, kamu lari. Ketika saya lari, saya jatuh. Seingat saya sudah hujan batu, saya kena juga. Saya sudah setengah pingsan, anggota saya narik saya. Kalau tidak ditarik mungkin saya sudah dikeroyok," ungkapnya.
Akibat kejadian itu, tangan kanan Ibrahim luka. Sambil menahan sakit, Ibrahim dibopong anak buahnya menjauh dari lokasi bentrok.
"Ketika bangun tangan saya tidak bisa digerakan. Senjata saya miringin saya lari dengan tangan kanan sudah tidak bisa gerak," sambungnya.
Sedikitnya enam mobil hangus dibakar massa. Setelah berhasil dipukul mundur, polisi mengamankan sejumlah perusuh.
"Sekitar enam mobil di pakriran terbakar semuanya waktu. Ada beberapa pendemo kami tangkap bertato. Ada juga beberapa karung kami amankan, isinya batu, karung bulog," pungkasnya.
Reporter: Nur Habibie
Advertisement