Liputan6.com, Jakarta Kubu Paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menunjuk Bambang Widjojanto atau BW sebagai ketua tim hukum untuk menggugat hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kalau soal pengalaman, mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu memiliki sederet rekam jejak mengurus sengketa pilkada dan bahkan terbilang sakti memenangkan gugatan.
Saat melayangkan gugatan terkait hasil Pilpres 2019 demi membela Prabowo di MK pun, BW menyertai kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah tahun 2010 lalu yang berhasil dimenangkannya.
Advertisement
Hal itu termaktub dalam Surat Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang dilayangkan BW ke MK pada bagian enam terkait 'Sanksi Diskualifikasi Bagi Kecurangan Sistematis, Terstruktur, dan Masif', sebagai berikut:
"Mahkamah Konstitusi telah menerapkan sendiri semangat hukum progresif yang menerobos sekat Undang-Undang, dan hadir sebagai penjaga konstitusi yang sebenarnya, muncul dalam putusan perkara Pilkada Kotawaringin Barat yang mendiskualifikasi salah satu pasangan calon dan menetapkan pasangan calon lainnya sebagai pemenang pilkada, meskipun UU Pilkada dan UU Mahkamah Konstltusi tidak mengatur ataupun memberikan ruang untuk hal tersebut."
Kala itu, pelik pertarungan dua calon bupati antara Sugianto Sabran-Eko Sumarno dan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto. Berdasarkan hasil pemungutan suara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan pasangan Sugianto-Eko sebagai pemenang.
Kemenangan Sugianto-Eko tidak membuat pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto puas. Kubunya pun memutuskan untuk menggugat penetapan KPU itu ke MK.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemenangan Pemenang Pilkada Dibatalkan
Dalam gugatan sengketa tersebut, BW menjadi kuasa hukum dari pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto, bersama-sama dengan Iskandar Sonhadji, Diana Fauziah, dan Hermawanto dari Kantor Widjojanto, Sonhadji & Associates.
Akhirnya pada 7 Juli 2010, MK dengan Akil Mochtar sebagai ketua majelis hakim perkara tersebut memerintahkan KPU Kotawaringin Barat untuk menerbitkan Surat Keputusan yang menetapkan Paslon Nomor Urut 2 yaitu Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto sebagai Bupati dan Wakil Bupati Terpilih dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat Tahun 2010.
Bergulir setelahnya, sang ketua majelis hakim Akil Mochtar nyatanya diciduk penyidik KPK pada Rabu 2 Oktober 2013 atas kasus suap pengurusan gugatan sengketa pilkada di MK. Di antaranya Pilkada Lebak, Banten dan Buton, Sulawesi Tenggara.
Saat penangkapan Akil Mochtar, BW sendiri masih aktif menjabat sebagai wakil ketua KPK.
Sementara itu, polemik sengketa Pilkada Kotawaringin Barat nyatanya masih belum mati. Kisruh di masyarakat masih terjadi hingga usut punya usut, diketahui para saksi yang dihadirkan BW saat persidangan di MK telah memberikan keterangan palsu di hadapan majelis hakim.
Salah satu saksi yang memberikan keterangan palsu adalah Ratna Mutiara. Tidak terima, Sugianto Sabran yang didiskualifikasi dari kemenangannya sebagai Bupati Kotawaringin Barat pun memperkarakan Ratna pada 2010 ke Bareskrim Polri. Ratna kemudian dinyatakan bersalah dan divonis 5 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pencarian keadilan Sugianto belum berakhir hingga akhirnya mengadukan BW ke Bareskrim Polri atas perkara yang sama. BW lantas ditangkap pada 23 Januari 2015 dan dikenakan Pasal 242 jo pasal 55 KUHP yaitu menyuruh melakukan atau memberikan keterangan palsu di depan sidang pengadilan, dalam hal ini sidang MK.
Hanya saja, status tersangka BW dianulir Jaksa Agung lewat jalur deponering yakni pengesampingan perkara demi kepentingan umum.
Kasus pemberian kesaksian palsu sengketa Pilkada Kotawaringin Barat semakin menguat setelah polisi meringkus Zulfahmi Arsad yang nyatanya merupakan perekrut para saksi palsu, pada 2 Maret 2015.
Dia kemudian divonis 7 bulan penjara karena terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan pidana 'Dengan sengaja menganjurkan memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu.
Hukuman Zulfahmi Arsad kemudian diperberat menjadi 1 tahun penjara di tingkat banding sesuai putusan Pengadilan Tinggi Jakarta pada 8 Desember 2015.
Perjalanan sengketa pilkada yang ditangani BW ini dibawanya kembali demi membela Prabowo Subianto. Dalam surat yang dilayangkan ke MK pun, dia membeberkan poin lanjutan sebagai berikut:
"Selain putusan Pilkada Kotawaringin Barat, juga terdapat putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang amarnya memerintahkan diskualifikasi pasangan calon, yang artinya MK bukan hanya mengadili sengketa perselishan suara. Putusan-putusan tersebut di antaranya, Pilkada Bengkulu Selatan tahun 2008, Pilkada Tebing Tinggi tahun 2010, dan Pilkada Supiori tahun 2010. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi sebenarnya telah keluar dari perangkap kerangkeng hukum positif an sich dan berani mengambil langkah progresif melalui putusan-putusannya."
Akankah BW menggunakan strategi yang sama dalam mengawal gugatan sengketa Pilpres 2019 sebagaimana memenangkan kasus Pilkada Kotawaringin Barat yang ditanganinya?
Advertisement